Charita.
Ayahnya nurut padanya, ibunya tak berkutik dengan keinginannya.
Apa yang ia inginkan menjadi titah bagi seluruh keluarga.
Ia tak manja, juga tak pembangkang. Hanya keras kepala.
Karena keinginannya tak
terbantahkan oleh logika, maka tak ada alasan untuk menyalahkannya.
Koleris sejati.
Namun sangat lembut pada kucing piaraannya.
Ia selalu tak lupa menyisihkan ikannya buat si Kutang, kucing
kesayanganx. Kenapa namanya Kutang, karena warnanya kuning hitam dan
orange.
Percuma diganti. Karena Charita tak mengubah panggilannya pada
Kutang.
Makanan yang ia simpankan bukan tulang atau sisa, tapi irisan ikan
utuh, seperti jatahnya.
Ayah ibunya tak protes lagi sejak tegurannya yang terakhir.
Mereka waktu itu menegur charita, lalu besoknya gadis ini tak memakan
ikannya, jatahnya diberikan pada kucingnya.
Mereka pun mengalah. Selalu membuat jatah yang sama buat Charita dan
kucingnya. Di usia yang masih kecil ketajaman otak dan prinsipnya udah
terasah jelas.
Ia pernah mendapat didikan sekilas dari omanya sampai usia 4 tahun.
Pelajaran yang merasuki otak dini nya.
Bahwa bumi ini punya hati juga.
Ketika kau buang sampah di atasx maka bumi sedih dan menangis. Hujan
sampai banjir akibatx.
Lebih baik tas kecil kita menolong sang bumi yang sudah tua.
Sejak itu charita tak lagi membuang sampah sembarang.
Dan ketika ibunya membereskan mainan dan bukunya dalam tas, di
dalamnya acak2an karena bercampur sampah2 plastik dan bungkus permen.
Rupanya bukan hanya dari buangan charita, setiap sampah yang ia
temukan tergeletak di jalan ia masukkan ke dalam tasnya.
Ibunya pun memoles cerita sang Oma dengan mengatakan kalau tempat
sampah itu seperti celengan.
Semakin banyak sampah yang masuk ke dalam semakin banyak tabungan yang
dikumpulkan buat bapak pemulung.
Maka sampah2 yang Charita kumpulkan sebaiknya diteruskan ke tempat
sampah terdekat. Biar tabungan pak pemulung juga bisa tersenyum.....