Puas menikmati keunikan Kampung Adat Prailiu, kamipun bersiap-siap pamit pulang. Tapi Mama Rambu menghalangi niat kami. “Jangan mengaku sudah pernah berkunjung ke Sumba Timur, kalau belum pernah mencoba memakai baju adat sini.” Begitu kata Mama Rambu. Semula saya kurang bergitu berniat untuk memakai baju adat. Malas ganti dan dandannya. Hehehe… Tapi, menurut penjelasan Mama, asesoris baju adat mereka itu istimewa. Khususnya mahkota yang terbuat dari kulit tempurung kura-kura. Sekarang ini sudah jarang atau bahkan hampir tidak ada orang yang bisa membuatnya. Mengingat begitu berharganya baju adat Sumba Timur ini, saya yang semula agak segan berubah menjadi penuh semangat. Ada sensasi luar biasa saat mengenakan baju adat itu. Kalau dari pengakuan Mas Andy, dia merasa seolah-olah lebih berwibawa saat mengenakan baju adat itu. Sedangkan Kak Lenny, mengaku, merasa lebih cantik dengan mengenakan baju adat itu. Ah, bisa saja. Hahaha…
Sepulang dari Kampung Adat Prailiu, kami menutup perjalanan Sumba Timur dengan makan malam ikan bakar di dermaga. Ini satu-satunya tempat makan di Sumba Timur, dan hanya beroperasi pada malam hari saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H