Jakarta - TikTok menjadi perbincangan hangat akhir-akhir ini. Pasalnya, media asal China itu belakangan mulai merambah ke industri e-commerce melalui fitur TikTok Shop.
Banyak yang kemudian menganggap TikTok sebagai social-commerce, yakni platform media sosial yang sekaligus menjual barang. Sekedar informasi, fitur TikTok Shop dalam sosial media Tiktok menuai banyak kritik dari pedagang offline di Tanah Abang khususnya.
Aplikasi berbelanja daring TikTok Shop sempat memicu penolakan publik. Meskipun begitu, teknologi ini sejatinya memiliki potensi besar untuk mendorong pertumbuhan mikro, kecil, dan menengah. Namun, tanpa regulasi yang matang, potensi ini menjadi bumerang bagi usaha kecil.
Pasar Tanah Abang, yang dikenal sebagai salah satu pusat perbelanjaan terbesar di Jakarta Pusat, kini menjadi saksi dari protes para pedagang lokal.
Sejumlah pedagang di Pasar Tanah Abang Blok B, Jakarta Pusat mendesak dan pemerintah untuk tutup TikTok Shop karena dinilai menjadi penurunan omzet yang anjlok hingga terancam bangkrut.
Berdasarkan pantauan kompasiana, para pedagang pakaian di lantai Blok B Pasar Tanah Abang kondisi sepi pengunjung. Salah satu pedagang pakaian muslim dan aksesoris di Pasar Tanah Abang, Zakaria mengaku bahwa produk para pedagang tidak bisa bersaing dengan produk yang dijual di platform digital. Dimana pada lantai tersebut terdapat grosir fashion remaja, busana Muslim, busana kerja, ATM Center, dll.
Suasana riuh pedagang begitu lantang terdengar. Hal itu disebabkan banyaknya pengunjung yang lalu-lalang melihat busana yang dipajang sepanjang ruko Pasar Tanah Abang (25/12/23) ini.
Zakaria (30), salah satu pedagang yang ingin TikTok Shop ditutup karena dianggap sangat merugikan pedagang. Pasalnya harga jual di platform tersebut jauh lebih murah dibanding di mal dan juga Pasar Tanah Abang.
"Saya ingin minta tolong kepada pemerintah untuk menutup permanent TikTok Shop karena berpengaruh buat pedagang di sini," ujar Zakaria sebagai pedagang pakaian Pasar Tanah Abang.
"Salah satu alasan lainnya yaitu mengancam industri lokal, terutama UMKM," sambungnya.
Dia menjelaskan, adanya keinginan para pegadang agar pemerintah bisa memberi solusi terkait dengan pemakaian TikTok Shop. Omzet harian Pasar Tanah Abang saat ini telah anjlok secara signifikan.
"Belanja online itu lebih murah. Kadang di online harganya dibawah modal kita karena lebih murah, tidak repot, dan juga banyak (produk) yang dianggap jauh lebih murah," ujar Zakaria.
Zakaria berharap Pemerintah bisa segera mengambil tindakan untuk lebih mengatur perdagangan di platform jualan online. Sehingga masyarakat bisa kembali berbelanja di Pasar Tanah Abang. Pemerintah seharusnya mendorong perbuatan regulasi yang bertujuan melindungin untuk menjaga persaingan usaha tetap sehat.
"Saya berharap masyarakat kembali ramaikan Pasar Tanah Abang lagi," tutur zakaria.
Menurut Zakaria sebelum Covid-19 dan masifnya penjual online, dirinya bisa mendapatkan omzet hingga puluhan juta per hari dari penjualan baju muslim dan aksesoris. Bahkan, untuk mendapatkan jutaan dalam sehari saat ini terasa sangat sulit.
Sepinya pembeli baju di Pasar Tanah Abang ini akhirnya berdampak pada mereka yang berjualan bahan baku tekstil. Penurunan penjualan yang dialami Zakaria sebab platform online juga sudah banyak yang menggunakan.
Meskipun demikian, ia melihat penutupan social commerce seperti TikTok Shop adalah keputusan yang tepat. Aplikasi ini dinilai berpotensi melanggar perlindungan konsumen dan persaingan usaha yang sehat.
Sisi Lain Tiktok
Ratna (32), salah satu pengguna di TikTok Shop sempat mengungkapkan pandangannya. Namun menurut Ratna hal itu tidak berarti fitur dan platform untuk berjualan online dihilangkan.
"Tapi bukan berarti harus dihilangkan platformnya," ucap Ratna di Kawasan Bekasi beberapa waktu lalu.
"Dampak yang sangat dirasakan ketika TikTok Shop ditutup adalah kemudahan untuk membeli barang murah," lanjutnya.
Ratna mengatakan bahwa masyarakat terutama pedagang Pasar Tanah Abang harus menyesuaikan diri dengan pola dagang yang baru. Tiktok Shop sebenarnya bisa menjadi salah satu kanal untuk mendorong produk UMKM Indonesia yang sukses.
Menurutnya bahwa dengan menggunakan platform online, para pedagang bisa menekan biaya modal khususnya untuk membuka toko.
"Melalui social commerce, UMKM dapat bekerja sama dengan kreator lokal untuk meningkatkan kunjungan ke toko online mereka," ujar Ratna.
"Memang harus menyesuaikan diri, begitu pindah berbelanja online," sambungnya.
Ratna menambahkan, konsumen Indonesia akan cepat beradaptasi dengan sistem transaksi yang tersedia. Saat social e-commerce dilarang, mereka kemungkinan akan kembali belanja secara daring melalui market place di e-commerce.
Menurutnya, dalam kondisi ideal, pemerintah seharusnya mendorong TikTok Shop untuk berbenah serta meluruskan sejumlah isu yang beredak terkait aplikasi tersebut.
Oleh karena itu, ia menegaskan perubahan ini tidak akan signifikan mengurangi minat belanja konsumen secara online.
Di sisi lain, Ratna mengungkapkan banyak konsumen yang lebih puas berbelanja daring. Hal ini karena penjualan online memberikan kemudahan, harganya terjangkau, dan pembeli tidak perlu datang ke tempat penjual.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H