A. Pengertian Nasikh wal Mansuk
Nasikh memiliki dua pengertian yakni secara Bahasa dan istilah.
Berikut makna kata Nasikh secara Bahasa yang dipandang paling
releven:
1. "Ar-Raf'ulal-izalah"yang berarti penghapusan.
2. "An-Naqlu" yang berarti penyalinan ataupun penulikan.
3. "Al-Ibthal" yang berarti penghilangan atas Sesuatu.
4. "At-Taghyir waal ibtal wal iqamah ash-ahai' maqamahu"
yang berarti mengganti atau menukar.
5. "At-Tahwil wal Baqa 'iihi fi nafsihi/At tabdil" yang artinya
memalingkan,menyalin/memindah.
Selanjutnya kata nasikh secara istilah yang dijelaskan oleh ahli
fiqih (fuqaha) yaitu bahwa nasikh adalah"rof'u as syaari'
hukman syar'iyyan bidallin syar'iyyin mutaraakhin 'anhu" yang
berarti "pengangkatan (penghapusan) olehh as syaari' (allah swt)
terhadap hukum syara'(yang lampau) dengan dalil syara' yang
terbaru. Yang dimaksud dengan pengangkatan hukum
syara'adalah penghapusan kontinutas pengamalan hukum
tersebut dengan mengamalkan hukum yang ditetapkan terakhir".
Kata Mansukh juga memiliki pengertian secara Bahasa dan
istilah. Secara Bahasa Mansukh adalah" suatu hal yang diganti".
Sedangkan secara istilah mansuk adalah "hukum syara' yang
menempati posisi awal,yang belum diubah dan belum diganti
dengan hukum syara'yang dating kemudian". Pengertian secara
umum Nasakh adalah perbuatan pembatalan atau penghapusan
pada hukum syara' dari hukum lama menuju hukum baru yang
bersumber dalil syara' yang datang kemudian. Sedangangkan
Mansukh merupakan hukum/dalil syara'yang nantinya dihapus
atau diganti atau juga merupakan objek penghapusan.
B. Rukun Dan Syarat Nasikh wa al-Mansukh
Rukun Nasikh dan Mansukh terdiri dari 4 macam yaitu:
1. "Adat Nasikh", ialah sebuah statement yang meyakinkan bahwa
benar-benar ada pembatalan suatu hukum yang sudah ada.
2. "Nasikh", yang merupakan hukum/dalil atau ayat yang sifatnya
"akan menghapus" dalil atau hukum awal atau yang sudah ada.
3. "Mansukh", ini merupakan suatu hukum atau dalil yang akan
dihapus, dibatalkan ataupun dipindahkan keberadaannya.
4. "Mansukh 'anh", yang berarti orang-orang yang harus mendapat
beban dari hukum tersebut.
Syarat yang terdiri atas empat hal sebagai berikut:
1. Mansukh (dalil hukum yang dihapuskan atau dibatalkan)
haruslah berupa hukum syara'.
2. Nasikh (dalil yang menghapuskan atau membatalkan) musti
memiliki selang waktu dari mansukh (dalil hukum yang lama).
3. Dalil baru (Nasikh) dan dalil lama (Mansukh) tersebut haruslah
memiliki pertentangan yang bersifat nyata (kontradiktif).
4. Sifat dari Nasikh (dalil yang menghapuskan atau dalil yang
mengganti) ialah mutawattir.
C. Hikmah Nasikh wa al-mansukh
Terjadinya penetapan nasakh didalam al-Qur'an, sejumlah ulama
meyebutkan bahwa ada hikmah yang dapat diambil, diantaranya:
1. Menunjukkan adanya konsep rububiyah sebab dengan nasakh
dapat membuktikan bahwa atas kuasa dan keesaan Allah lah
syariat Islam dapat diubah serta ditetapkan.
2. Menunjukkan adanya konsep rububiyah sebab dengan nasakh
dapat membuktikan bahwa atas kuasa dan keesaan Allah lah
syariat Islam dapat diubah serta ditetapkan.
3. Menghendaki kebaikan sekaligus menghilangkan kesulitan bagi
seorang hamba pada beberapa hukum guna kemaslahatan umat.
4. Bentuk perhatian dan kasih sayang Alloh pada kemaslahatan hamba-Nya, dimana hal tersebut merupakan tujuan pokok adanya syariat agama Islam Rahmatan lil 'Alamin.
5. Dapat menaikkan tingkat iman kita kepada Allah SWT tentang kejadian apapun yang telah berlalu atas seizin-Nya di dunia ini.
D. Naskh disertai pengganti dan tanpa pengganti
a. Penghapusan hukum tanpa adanya hukum pengganti
Contohnya adalah menghapus kewajiban memberikan sedekah saat hendak berbicara rahasia dengan Rasulullah yang disebutkan dalam firman Allah:
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul, hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum (melakukan) pembicaraan itu. Yang demikian itu lebih baik bagimu dan lebih bersih. Tetapi jika kamu tidak memperoleh (yang akan disedekahkan) maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. Al-Mujadilah 58: Ayat 12).
Ayat ini di hapus oleh firman allah:
Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum (melakukan) pembicaraan dengan Rasul? Tetapi jika kamu tidak melakukannya dan Allah telah memberi ampun kepadamu, maka laksanakanlah sholat, dan tunaikanlah zakat serta taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya! Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Mujadilah 58: Ayat 13).
Tanggapan: Ketika Allah menghapus hukum suatu ayat tanpa pengganti, ini sesuai dengan tuntutan hikmah-Nya, juga untuk menjaga maslahat hamba hambanya sehingga tidak adanya hukum lebih baik dari hukum yang dihapus tersebut dalam hal
manfaat bagi kaum muslimin.
b. Penghapusan hukum dengan adanya hukum pengganti yang lebih ringan.
contohnya adalah firman Allah:
Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu". (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 187).
Ayat ini menghapus hukum yang terkandung dalam firman-Nya:
Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa," (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 183).
ketika sedang berpuasa, seperti larangan makan, minum, dan berhubungan badan ketika sudah mengerjakan shalat Isya' atau tidur hingga malam berikutnya, seperti disebutkan dalam Riwayat Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Umar h, ia berkata,
"Ayat ini diturunkan, 'Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu ...'
Sebelumnya, ketika seseorang di antara mereka sudah mengerjakan shalat Isya' atau tidur, maka haram baginya makan, minum, dan berhubungan badan hingga sampai malam berikutnya."Hadits serupa juga diriwayatkan Ahmad, Hakim, dan lainnya. Di dalam hadits ini disebutkan: Lalu Allah menurunkan, "Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu."
c. Penghapusan hukum dengan adanya hukum pengganti yang sepadan.
Contohnya adalah penghapusan hukum shalat menghadap ke Baitul Maqdis, lalu diganti dengan kewajiban shalat menghadap Ka'bah, seperti yang disebutkan dalam firman Allah:
Maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 144).
d. Penghapusan hukum dengan adanya hukum pengganti
yang lebih berat.
Contohnya adalah penghapusan hukum pemenjaraan didalam rumah bagi wanita yang berzina, seperti yang disebutkan dalam firman Allah:
Dan para perempuan yang melakukan perbuatan keji diantara perempuan-perempuan kamu, hendaklah terhadap mereka ada empat saksi di antara kamu (yang menyaksikannya). Apabila mereka telah memberi kesaksian, maka kurunglah mereka (perempuan itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan (yang lain) kepadanya."(QS. An-Nisa' 4: Ayat 15).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H