Ketika seseorang meminjamkan barang tanpa memungut biaya, mereka menunjukkan bahwa mereka mempercayai orang lain untuk merawat barang tersebut dan mengembalikannya dalam kondisi baik.
2. Membangun hubungan yang lebih kuat :
Akad ‘Ariyah mendorong orang untuk berbagi tanpa pamrih, yang pada akhirnya mempererat ikatan sosial di komunitas.
3. Mengurangi beban ekonomi :
Dalam banyak kasus, seseorang mungkin tidak memiliki cukup uang untuk membeli barang tertentu. Dengan adanya peminjaman melalui akad ‘Ariyah, orang lain dapat memanfaatkan barang tanpa harus membeli.
Konsep ini mengajarkan bahwa dengan tolong-menolong dan saling mempercayai, masyarakat dapat membangun hubungan yang lebih baik dan harmonis.
CONTOH KASUS : Â
Misalnya, seorang tetangga meminjamkan sepeda kepada tetangganya yang belum mampu membeli sendiri, agar tetangga tersebut bisa pergi bekerja atau sekolah. Peminjam merasa tertolong tanpa harus berhutang, dan pemilik sepeda mendapatkan kepuasan batin karena membantu orang lain. Setelah digunakan, sepeda dikembalikan dalam keadaan baik kepada pemiliknya.
KESIMPULAN Â
Akad ‘Ariyah dalam Islam adalah akad peminjaman barang di mana pemilik barang (mu'ir) memberikan hak kepada peminjam (musta'ir) untuk menggunakan barang tersebut tanpa imbalan, namun kepemilikan barang tetap berada pada pemiliknya. Peminjam bertanggung jawab mengembalikan barang dalam keadaan baik, kecuali ada kerusakan yang terjadi akibat penggunaan normal atau di luar kontrol manusia (force majeure). Jika ada penyalahgunaan atau kerusakan akibat kelalaian, peminjam wajib mengganti atau memperbaiki barang tersebut.
Perbedaan antara ‘Ariyah dan hibah adalah pada objek yang dipinjam. Dalam ‘Ariyah, hanya manfaat dari barang yang boleh digunakan, sementara dalam hibah, baik barang maupun manfaatnya dapat diambil. Dalam Hukum Perdata Indonesia, pinjam-meminjam diatur dalam Pasal 1754, yang mirip dengan konsep ‘Ariyah, namun lebih formal dan bersifat kontraktual.
Dalam penerapan sehari-hari, akad ‘Ariyah memperkuat hubungan sosial dan kepercayaan di masyarakat. Peminjaman barang seperti alat, kendaraan, atau buku, tanpa biaya, merupakan wujud solidaritas dan tolong-menolong, yang memberikan manfaat ekonomi dan sosial. Islam juga menekankan pentingnya menjaga amanah dan segera mengembalikan barang yang dipinjam tepat waktu untuk menghindari tindakan zalim terhadap orang lain.
Kesepakatan dalam akad ‘Ariyah bisa dilakukan secara lisan atau tertulis. Secara syariah, kedua bentuk sah, namun perjanjian tertulis dianjurkan untuk menghindari konflik di masa depan, terutama untuk barang bernilai tinggi.