Mohon tunggu...
najwa alfia
najwa alfia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Pamulang

Hobi Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Riba Al -Yad dan Nasi'ah: Larangan, Contoh dan Alternatif Syariah

12 Oktober 2024   20:45 Diperbarui: 12 Oktober 2024   20:46 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
promediateknologi.id

ABSTRAK 

Riba merupakan salah satu konsep penting dalam hukum Islam yang merujuk pada penambahan yang tidak sah dalam transaksi ekonomi, terutama dalam konteks pinjaman atau jual beli. Menurut para ulama, riba terjadi ketika terdapat kelebihan nilai yang tidak sepadan atau penundaan serah terima barang dalam transaksi. Riba dibagi menjadi beberapa jenis, seperti riba fadl dan riba nasi'ah. Contoh utama dalam praktik modern adalah bunga yang dikenakan dalam sistem perbankan konvensional, yang dianggap sebagai riba dan dilarang dalam syariat Islam karena tidak melibatkan risiko nyata atau usaha produktif.

Riba al-yad, salah satu jenis riba, terjadi dalam transaksi jual beli yang disertai dengan penundaan serah terima barang atau uang. Contoh kasus umum adalah jual beli emas secara kredit atau cicilan yang mengandung potensi riba. Untuk menghindari riba, Islam menganjurkan transaksi yang sesuai syariat, seperti akad jual beli salam, yang melibatkan pembayaran di muka dengan spesifikasi dan waktu penyerahan yang jelas.

Bunga yang diperoleh dari tabungan di bank konvensional dipandang sebagai riba oleh mayoritas ulama. Sebagai alternatif, perbankan syariah menawarkan produk-produk seperti tabungan mudharabah dan wadiah yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Dalam kehidupan sehari-hari, umat Islam dianjurkan untuk menghindari riba dengan memilih layanan perbankan dan produk keuangan syariah, serta menerapkan prinsip-prinsip ekonomi yang adil dan bebas dari eksploitasi.

 

KATA KUNCI : Riba, Transaksi Ekonomi , Riba al-Yad , Riba Fadl , Riba Nasiah , Akad Salam , Wadiah , Bank Konvensional , Bank Syariah , dan Jual Beli

Riba adalah salah satu konsep dalam hukum Islam yang mengacu pada tambahan yang tidak sah dalam transaksi ekonomi, terutama dalam hal pinjaman atau jual beli. Berdasarkan pandangan para ulama yang disebutkan, definisi riba melibatkan kelebihan atau penambahan yang tidak diimbangi oleh nilai atau barang sepadan dalam transaksi, serta keterlambatan dalam pelaksanaan atau serah terima barang yang seharusnya berlangsung secara langsung.

Definisi Riba Menurut Para Ulama:

  1. Abdurrahman al-Jaziri: Riba adalah akad penukaran tertentu yang tidak jelas kesamaan nilainya atau keterlambatan penyerahan salah satu barang.
  2. Muhammad Abduh: Riba adalah penambahan yang diminta oleh pemberi pinjaman dari peminjam karena adanya penundaan dalam pelunasan utang.
  3. Badruddin al-Ayni: Prinsip utama riba adalah penambahan atas harta pokok tanpa adanya transaksi bisnis yang nyata.
  4. Imam Sarakhsi: Riba adalah penambahan yang diisyaratkan dalam suatu transaksi bisnis.

Jenis Riba Al-Yad

Riba Al-Yad adalah jenis riba yang terjadi dalam transaksi jual beli atau tukar menukar dengan penundaan penyerahan barang atau uang oleh salah satu pihak, atau kedua belah pihak, tanpa menentukan batas waktu yang jelas. Hal ini terjadi ketika transaksi dinyatakan selesai (akad), tetapi serah terima barang atau uang tidak dilakukan secara langsung.

Dalam konteks perdagangan, riba Al-Yad dapat terjadi jika:

1. Penundaan dalam penyerahan barang atau uang:

Jika kedua belah pihak setuju melakukan jual beli, tetapi baik barang maupun uangnya tidak diserahkan secara langsung pada saat transaksi, ini berpotensi menjadi riba Al-Yad.

2. Penundaan penyerahan barang atau uang satu pihak:

Jika satu pihak menerima barang atau uang secara langsung, tetapi pihak lain menunda penyerahan barang atau uang, ini juga termasuk dalam kategori riba Al-Yad.

Contoh Riba Al-Yad :

Contoh yang sering terjadi dalam praktik adalah jual beli emas dengan penundaan. Misalnya, seorang pembeli membeli emas dengan janji membayar besok, tetapi emasnya diterima langsung. Karena ada penundaan dalam pembayaran, transaksi ini mengandung riba Al-Yad karena tidak ada serah terima langsung dari kedua pihak secara tunai.

Dalam perspektif hukum Islam, bunga yang diterima dari tabungan di bank konvensional dikategorikan sebagai riba, yang jelas dilarang oleh syariat. Riba dilarang dalam Al-Qur'an karena dianggap sebagai bentuk penindasan ekonomi, dimana seseorang mendapatkan keuntungan secara tidak adil dari transaksi tanpa adanya usaha atau resiko nyata.

1. Pengertian Riba

Riba secara umum merujuk pada tambahan atau peningkatan yang tidak sah dalam transaksi, baik itu pinjaman uang maupun pertukaran barang. Tambahan ini dianggap tidak sesuai dengan prinsip keadilan ekonomi yang diatur oleh Islam.

Dalam perspektif fiqih, riba dibagi menjadi dua jenis utama:

  • Riba Fadl: Tambahan pada transaksi pertukaran barang sejenis (misalnya, emas dengan emas atau gandum dengan gandum) yang tidak setara berat atau nilainya.
  • Riba Nasiah: Tambahan yang dikenakan dalam transaksi utang piutang karena penundaan pembayaran.

2. Bunga dalam Tabungan Bank Konvensional

Sistem bunga yang diterapkan oleh bank konvensional biasanya bersifat tetap dan dihitung berdasarkan persentase tertentu dari saldo yang disimpan. Bunga ini diberikan secara periodik (misalnya bulanan atau tahunan) sebagai kompensasi atas uang yang disimpan di bank. Dari sudut pandang hukum Islam, bunga ini dianggap sebagai riba nasiah, karena:

  • Penambahan tersebut terjadi hanya karena penundaan dalam penggunaan uang (disimpan dalam bank).
  • Tidak ada aktivitas produktif atau resiko nyata yang menyertainya.

3. Perspektif Fiqih

Mayoritas ulama dari berbagai mazhab (Hanafi, Maliki, Syafi'i, Hanbali) sepakat bahwa bunga yang diterima dari tabungan di bank konvensional adalah riba. Argumentasi mereka didasarkan pada prinsip bahwa keuntungan finansial yang diperoleh tanpa adanya usaha, resiko nyata, atau transaksi yang produktif adalah bentuk penambahan yang tidak adil dan dilarang.

Namun, beberapa ulama modern mengakui bahwa dalam situasi darurat, ketika tidak ada alternatif syariah, penggunaan layanan bank konvensional dengan bunga bisa dianggap sebagai pengecualian. Akan tetapi, kondisi ini tetap dipandang sebagai situasi khusus yang tidak dapat dijadikan standar umum.

4. Alternatif Syariah

Untuk menghindari riba, kini banyak tersedia bank syariah yang menawarkan produk-produk tabungan yang sesuai dengan syariat. Contoh utama adalah:

  • Tabungan Mudharabah: Dalam produk ini, nasabah bertindak sebagai pemilik modal (shahibul maal), sementara bank bertindak sebagai pengelola (mudharib). Keuntungan yang diperoleh dari investasi dana nasabah dibagi berdasarkan nisbah atau rasio yang telah disepakati di awal, dan tidak ada jaminan pengembalian modal dengan tambahan bunga.
  • Tabungan Wadiah: Jenis tabungan yang berbasis titipan, di mana bank menjaga uang nasabah dan nasabah tidak mendapatkan bunga. Namun, bank bisa memberikan bonus sukarela (hibah) yang tidak mengikat.

Contoh Kasus:

Tabungan Konvensional di Bank X: Nasabah menyimpan Rp 10.000.000 dalam rekening tabungan. Bank menawarkan bunga sebesar 4% per tahun, sehingga dalam satu tahun, nasabah akan menerima Rp 400.000 sebagai bunga. Dalam hukum Islam, tambahan Rp 400.000 ini dianggap riba karena merupakan tambahan yang tidak didasarkan pada usaha atau kegiatan ekonomi nyata.

Dalam hukum syariah, emas termasuk dalam barang ribawi, sehingga transaksi yang melibatkan emas harus mematuhi aturan-aturan khusus, seperti transaksi tunai dan langsung (yadan bi-yad). Dalam konsep riba nasi'ah, tambahan biaya karena penundaan pembayaran dianggap sebagai bentuk riba yang dilarang dalam Islam.

Jual beli emas secara kredit atau cicilan dengan harga lebih tinggi dari harga tunainya mengandung risiko riba, karena kenaikan harga tersebut bisa dianggap sebagai imbalan atas waktu, mirip dengan bunga dalam transaksi konvensional. Oleh karena itu, agar terhindar dari riba, jual beli emas harus dilakukan dengan pembayaran penuh pada saat akad, tanpa ada penundaan dalam pembayaran atau penyerahan barang. Ini sesuai dengan prinsip syariah yang mengharuskan keadilan dalam transaksi dan menghindari eksploitasi finansial.

Contoh Kasus :

Emran ingin membeli emas seberat 10 gram di sebuah toko perhiasan. Harga tunai emas tersebut adalah Rp 10.000.000. Namun, karena Emran tidak memiliki cukup uang, ia memilih untuk membeli emas secara cicilan. Pihak toko menawarkan skema cicilan selama 12 bulan dengan harga total Rp 12.000.000 (yang berarti ada tambahan Rp 2.000.000 dari harga tunai). Dalam hal ini, Emran akan membayar Rp 1.000.000 per bulan selama satu tahun.

Akad jual beli salam adalah salah satu bentuk transaksi yang diperbolehkan dalam syariat Islam, terutama untuk memfasilitasi transaksi dalam kondisi di mana barang yang diinginkan oleh pembeli belum tersedia pada saat akad, tetapi akan tersedia di masa mendatang. Dengan pembayaran di muka dan kesepakatan yang jelas mengenai spesifikasi dan waktu penyerahan barang, akad ini bertujuan untuk memastikan transparansi, keadilan, serta mencegah unsur ketidakpastian (gharar) dan riba.

Berikut adalah mekanisme akad jual beli salam:

  1. Pembayaran di muka: Pembeli wajib membayar penuh di awal transaksi sebagai bukti keseriusan dan untuk menghindari gharar.
  1. Spesifikasi barang jelas: Harus ada kesepakatan yang rinci tentang jenis, kualitas, jumlah, dan waktu penyerahan barang.
  2. Waktu penyerahan barang ditentukan: Penyerahan barang dilakukan di masa mendatang pada waktu yang telah disepakati.
  1. Barang ada di pasar: Barang yang diperjualbelikan harus tersedia secara umum di pasar pada waktu penyerahan, guna menghindari risiko ketidakpastian.
  1. Tujuan menghindari riba: Transaksi ini melindungi dari riba, karena tidak ada kelebihan pembayaran atau bunga yang terlibat.

Contoh Transaksi Jual Beli Salam:

Seorang petani membutuhkan modal untuk menanam padi, namun belum memiliki dana yang cukup. Seorang pedagang setuju untuk membeli hasil panen padi dari petani tersebut dengan harga Rp 10.000.000, yang disepakati pada saat akad. Pedagang membayar uang tersebut secara tunai di awal akad salam, sementara hasil panen akan diserahkan oleh petani dalam waktu tiga bulan, ketika panen tiba. Spesifikasi padi, seperti kualitas, kuantitas (misalnya 1 ton padi), dan waktu penyerahan, telah ditentukan dan disepakati di awal.

Menghindari riba dalam kehidupan sehari-hari sebagai seorang Muslim adalah bagian dari upaya menjalankan perintah agama dan menjaga keberkahan dalam kehidupan finansial. Berikut adalah langkah-langkah praktis yang dapat dilakukan:

  • Memahami Konsep Riba
    Pelajari definisi riba dan jenis-jenisnya. Riba nasi'ah adalah bunga dari pinjaman, sedangkan riba fadhl terkait dengan pertukaran barang yang tidak sebanding. Memahami ini penting untuk menghindarinya.
  • Menggunakan Layanan Perbankan Syariah
    Pilih bank yang beroperasi sesuai prinsip syariah. Bank syariah menawarkan produk seperti mudharabah (bagi hasil) dan murabahah (jual beli dengan margin yang disepakati), yang tidak melibatkan riba.
  • Menghindari Pinjaman Berbunga
    Jangan mengambil pinjaman dari lembaga yang mengenakan bunga. Sebagai alternatif, carilah pembiayaan syariah atau pinjaman tanpa bunga dari keluarga atau teman.
  • Beralih ke Investasi Syariah
    Pastikan investasi Anda mengikuti prinsip syariah. Hindari yang menghasilkan keuntungan dari bunga atau aktivitas terlarang, seperti alkohol dan perjudian.
  • Menghindari Kartu Kredit Konvensional
    Kartu kredit konvensional sering kali memiliki bunga. Pilih kartu kredit syariah dengan akad ijarah atau kafalah, yang tidak mengenakan bunga.
  • Melakukan Jual-Beli yang Halal
    Pastikan transaksi Anda bebas dari riba. Hindari sistem kredit yang melibatkan bunga atau biaya tambahan tanpa dasar syar'i.
  • Memahami Akad yang Digunakan dalam Transaksi
    Selalu tanyakan jenis akad dalam setiap transaksi. Pastikan akad tersebut halal dan tidak melibatkan riba.
  • Memilih Asuransi Syariah
    Hindari asuransi konvensional yang mengandung riba dan gharar. Pilihlah asuransi syariah yang berbasis prinsip tolong-menolong tanpa bunga.
  • Menghindari Transaksi yang Tidak Jelas atau Gharar
    Pastikan semua transaksi jelas dan tidak mengandung unsur ketidakpastian. Ketahui harga, barang, dan syarat-syaratnya sebelum bertransaksi.
  • Berkonsultasi dengan Ahli Keuangan Syariah
    Jika ragu tentang suatu transaksi, berkonsultasilah dengan ahli fiqh atau konsultan keuangan syariah untuk mendapatkan panduan yang sesuai.

Contohnya : 

1. Menabung atau membuka rekening di bank syariah yang menawarkan akad bagi hasil atau akad mudharabah daripada di bank konvensional yang memberikan bunga tabungan.

2. Jika ingin membeli rumah, pilih KPR (Kredit Pemilikan Rumah) syariah yang menggunakan akad murabahah atau istishna (pembiayaan proyek dengan pembayaran bertahap) daripada KPR konvensional yang mengenakan bunga.

3. Sebelum menandatangani perjanjian jual beli rumah, periksa akad yang digunakan, misalnya apakah itu akad jual beli murabahah atau musyarakah mutanaqisah (kerja sama kepemilikan yang dapat diambil alih bertahap).

KESIMPULAN 


Riba adalah tambahan yang tidak sah dalam transaksi ekonomi, baik dalam pinjaman maupun jual beli, yang dilarang dalam Islam karena dianggap tidak adil dan mengeksploitasi pihak lain. Berdasarkan pandangan para ulama, riba terjadi ketika ada kelebihan nilai atau penundaan dalam serah terima yang tidak setara. Terdapat dua jenis riba utama: Riba Fadl, yaitu tambahan dalam pertukaran barang sejenis, dan Riba Nasiah, yaitu tambahan karena penundaan pembayaran.

Riba al-Yad terjadi dalam transaksi jual beli yang tidak melibatkan serah terima barang atau uang secara langsung. Contohnya adalah transaksi emas dengan pembayaran yang tertunda. Islam melarang praktik ini karena tidak memenuhi prinsip keadilan dan kesetaraan dalam transaksi.

Bunga dari tabungan di bank konvensional dikategorikan sebagai riba dalam hukum Islam, karena bunga merupakan tambahan yang diperoleh tanpa usaha nyata atau resiko. Sebagai alternatif, Islam mendorong penggunaan produk perbankan syariah seperti tabungan mudharabah dan wadiah yang sesuai dengan prinsip syariah, serta menghindari sistem bunga.

Untuk menghindari riba dalam kehidupan sehari-hari, Muslim disarankan untuk memahami konsep riba, menggunakan layanan perbankan syariah, menghindari pinjaman berbunga, serta melakukan jual-beli dan investasi yang sesuai dengan prinsip syariah.

DAFTAR PUSTAKA 


Abu Sura'i Abdul Hadi, Bunga Bank Dalam Islam. Terj M. Thalib, (Surabaya: Ikhlas, 1993) hlm. 2

Al-Maqrizi, Taqiuddin Ahmad bin Ali. Ighathah al-Ummah bi Kashf al-Ghummah. Al-Dar Al-Misriyah, 2010.

Al-Quran dan Terjemahnya. 2000. Depag RI. Jakarta : Gema Risalah Press. Djuwaini, Dimyauddin. 2010. Pengantar Fiqh Muamalah. Yogyakarta : Pustaka pelajar.

Al-Qardhawi, Yusuf. Bunga Bank, Riba dan Ekonomi Islam. Gema Insani, 1997.

Arif, M. Nur Rianto. Pengantar Ekonomi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI). "Fatwa No. 1 Tahun 2004 tentang Bunga Bank." Jakarta: Majelis Ulama Indonesia, 2004.

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) mengeluarkan beberapa fatwa terkait dengan transaksi ribawi dan jual beli emas secara tunai dan kredit. Fatwa yang terkait di antaranya adalah Fatwa DSN No. 77/DSN-MUI/V/2010 tentang Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai.

Dimyauddin, Djuwaini. 2010. Pengantar Fiqh Muamalah. (Yogyakarta: Pustaka pelajar) h. 128.

Hasan, Abdul Ghafar. (2006). Transaksi Jual Beli dalam Perspektif Fikih Muamalah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

https://www.google.com/imgres?imgurl=https://static.promediateknologi.id/crop/0x0:0x0/0x0/webp/photo/p2/73/2023/06/16/Investasi-Syariah-bagi-Mahasiswa-Menjadi-Alternatif-Bijak-dalam-Mengelola-Keuangan-159605107.jpg&tbnid=TBHsh_65Wn0FUM&vet=1&imgrefurl=https://www.suarhijrah.com/hijralife/731066023/investasi-syariah-bagi-mahasiswa-menjadi-alternatif-bijak-dalam-mengelola-keuangan&docid=iy2ElQ8oZWBk8M&w=700&h=465&itg=1&hl=in-ID&source=sh/x/im/m1/4&kgs=b7618e30d1485cde&shem=abme,trie

Ismail, Abdul Ghafar dan Nor Aznin Abu Bakar. "Bank Interest vs. Islamic Banking Profit: A Comparative Study on the Viability of Islamic Banking System in Indonesia." Journal of Islamic Banking and Finance, Vol. 21, No. 3, 2004.

Kasmir. (2004). Dasar-Dasar Perbankan Syariah. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Rozalinda. 2016. Fiqih Ekonomi Syariah. (Jakarta: Raja Grapindo Persada) h. 94.

Perbankan Syariah. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Sholah ash-Shawi dan Abdullah al-Muslich, Fikih Ekonomi... hlm. 267-269

Sohari Sahrani dan Ru'fah Abdullah, Fikih Muamalah, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), hlm. 56

Wiroso, Sutan Emir Hidayat dan Irfan Syauqi Beik. Ekonomi Islam: Pendekatan Ekonomi Makro Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 2015.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun