Mohon tunggu...
Najmie Zulfikar
Najmie Zulfikar Mohon Tunggu... Administrasi - Putra : Hamas-ruchan

Pe[ngen]nulis | Konten Kreator YouTube | Channel : James Kalica

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kotor dan Bau, Isi Dompet Siapa yang Tau

29 Juni 2020   12:41 Diperbarui: 29 Juni 2020   12:41 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keluarga berprofesi sebagai petani secara kasat mata kurang begitu istimewa di mata anak-anaknya dan sebagian besar umumnya. Jauh lebih mentereng dan bangga jika orang tua bisa mengenakan seragam dinas berlogo institusi pemerintahan, militer, kesehatan dan lainnya.  Takdir tak pernah diumumkan diawal, itulah mengapa indahnya seni kehidupan yang selalu penuh misteri dan menjadi rahasia Allah Yang Maha Kuasa.

Diawal, sedikit menyinggung tentang profesi. Sama sekali tak ada maksud untuk menjugde atau mengkerdilkan sebuah profesi seseorang. Namun, ingin memberikan sedikit angin kebahagian dari profesi seorang petani yang identik kotor, bahu dan berpendidikan rendah.

Kehidupan Anak Petani  

Terlahir sebagai seorang anak petani selalu merasa identik dengan kesusahan dan keprihatinan. Itulah yang penulis rasakan sejak kecil.

Di saat hari minggu libur, orang tua mengajak ke sawah "matun" (mencabuti rumput). Saat liburan sekolah tiba, jika pas waktu padi "mbudak" (padi semerbak keluar dari tangkainya) diperintah menunggu padi agar tidak dimakan burung. Tangan megang ketapel dan saku isinya batu. Dan setelah panen padi diminta membantu menjemur dan menunggu padi hingga kurang lebih empat hari. Tak bebas dan sedikit-sedikit datang pekerjaan.

Itu hanya sebagian dari sedikit pekerjaan anak petani yang penulis ilustrasikan. Padahal masih banyak pekerjaan-pekerjaan lainnya seperti "ulur" (menanam jagung/kacang hijau/kedelai) di ladang/sawah, nyedot air untuk mengaliri sawah, hingga menunggu benih saat malam hari agar tidak dimakan tikus.

Merasa terkekang dan tak sebebas anak-anak pada umumnya. Lagi-lagi mainnya di sawah. Liburan ya di sawah kemudian mandi di sungai. Berbeda dan tak seindah saat membayangkan liburan teman yang seusia yang orang tuanya berprofesi sebagai pegawai. Berangkatnya di jadwal, pagi-pagi bisa manasin kendaraan di halaman. Tiap bulan gajinya sudah ditransfer dan saat tuanya punya dana pensiunan.

Tiap minggu perginya ke pusat perbelanjaan. Mainan di wahana air yang ada prosotan dan ada tempat bilasnya. Kalaupun pas libur di rumah, tangannya nggak megang ketapel sama batu tapi megang stik PS dan koleksi game terbaru.

Perbedaan yang mencolok yang saat ini masih terekam jelas jika flashback ke belakang.

Dahulu vs Sekarang

Dahulu petani memang masih belum mengenal teknologi dan peradaban zaman. Mencangkul di sawah menggunakan cangkul hingga berhari-hari. Matun (mencabuti rumput) menggunakan tangan pun juga berhari-hari. Memanen padi menggunakan ani-ani dan atau bisa juga di dos (alat pemanen padi tradisional yang di tancapi paku dan di putar menggunakan pedal sepeda).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun