Manusia dalam hidupnya  tentu memiliki kebutuhan primer yaitu makan. Banyak cara yang telah dilakukan untuk memenuhi kebutuhan primer atau biasa disebut dengan sistem mata pencahariaan. Awalnya mata pencahariaan dilakukan sesuai dengan kemampuan dan pola pikir masyarakat saat itu, yaitu dengan berburu dan meramu makanan. Namun ketika manusia sudah mengenal hidup menetap, mereka mulai mengenal mata pencahariaan bercocok tanam dengan menggunakan berbagai macam peralatan dan perkakas.
Budaya sunda merupakan budaya yang hidup, tumbuh dan berkembang di kalangan orang sunda yang pada umumnya berdomisili di Jawa Barat. Budaya ini tumbuh dan hidup melalui interaksi yang terjadi terus-menerus pada masyarakat sunda. Dalam perkembangannya budaya sunda terdiri atas sistem kepercayaan, mata pencahariaan, kesenian kekerabatan, Bahasa, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta adat istiadat (Ekajati, 1993).
Dinamika sosial ekonomi kehidupan masyarakat sunda berdasarkan uraian Bemmelen (1949) tentang karakter geomorfologis Tatar Sunda dapat disetujui bahwa Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh merupakan kerajaan dari masyarakat agraris. Hal tersebut kemudian menumbuhkan keyakinan sebagian ahli bahwa ibu kota Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh terletak jauh di pedalaman. Hal itu terutama penemuan sejumlah prasasti yang isisnya sejalan dengan berita-berita bangsa asing yang pernah menerima kedatangan utusan dari Kerajaan Sunda. Namun demikian, bukan berarti bahwa sebagai sebuah kerajaan dari masyarakat agraris sendi-sendi kehidupan di luar kehidupan agraris tidak berlangsung di wilayah kekuasaan kedua kerajaan tersebut. Â
Kerajaan sunda ialah sebuah negara yang pada umumnya hidup dari pertanian terutama dari perladangan. Dalam naskah Sanghyang Siksakandang Karesian, sebuah naskah kuna dari Abad XVI Masehi. Naskah ini teha ditelaah oleh Saleh Danasasmita, terutama mengenai berbagai profesi yang dilakukan oleh masyarakat Sunda pada masa lampau, diantaranya yaitu pangalas, peladang, panyadap, panyawah, penangkap ikan, juru selam, dan lain-lain (Danasasmita, Saleh (dkk), Ekajati, 1987). Senada naskah Sanghyang Siksakandang Karesian (Atja, 1981) menjelaskan adanya kelompok- kelompok masyarakat Kerajaan Sunda masa itu. Kelompok-kelompok itu tidak disebutkan berdasarkan katajenjang (hierarki) di dalam sistem birokrasi pemerintahan, tetapi pembagiannya berdasarkan fungsi yang dimiliki tiap-tiap kelompok itu. Maka, ditemuai adanya kelompok ekonomi yang kemudian terbagi lagi ke dalam beberapa golongan, yakni kelompok rohani dan cendekiawan, kelompok alat negara, dan sebagainya.
Adapun kelompok masyarakat berdasarkan ekonomi ialah: pangalasan (= orang utas), juru lukis (= pelukis), pande dang (= pandai tembaga, pembuat perabot dari tembaga), pande mas (= pandai mas), pande glang (= pandai gelang), pande wesi (= pandai besi), guru wida(ng) medu wayang (= pembuat wayang?), kumbang gending (= penabuh gamelan, pembuat gamelan?), tapukan (= penari), banyolan (= badut), pahuma (= peladang), panyadap (= penyadap), panyawah (= penyawah), panyapu (= penyapu), pamanah (= pemanah), pangurang dasa calagara (= pemungut pajak di Pelabuhan), rare angon (= penggembala), pacelengan (= peternak babi), pakotokan (= peternak ayam), palika (= penangkap ikan, nelayan), preteuleum (= penyelam), puhawang (= pawang, pelaut), dan harep catra (= juru masak).
Dalam naskah tersebut disebutkan bahwa penyawah sekali saja. Alat yang disebutkan juga pada umumnya merupakan alat untuk bekerja di ladang, bukan di sawah. Salah satu alat yang disebut  adalah kored.
Kebudayaan Sunda termasuk salah satu kebudayaan suku bangsa di Indonesia yang berusia tua. Berbicara letak georafis tatar sunda akan selalu bersinggungan dengan Jawa Barat, bahwa "Jawa Barat merupakan wadah kebudayaan Sunda" (Ekajadjati, 1995). Kored merupakan perkakas pertanian berukuran kecil yang berasal dari daerah Majalengka, Jawa Barat. Kored sendiri terbuat dari kepingan besi baja dengan pegangan dari kayu. Awal mula kored digunakan adalah saat pengetahuaan masyarakat akan pertanian berkembang.
Pada tahun 670 M, Tarumanagara sebuah kerajaan besar di Jawa Barat telah berakhir, sekaligus mengakhiri Dinasti Warman. Sebagai penerusnya, muncul dua kerajaan baru di bumi Jawa Barat yaitu 1) di sebelah barat Citarum menjadi Kerajaan Sunda; dan 2) di sebelah timurnya menjadi Kerajaan Galuh (Iskandar, 2001). Kerajaan Galuh didirikan oleh Prabu Wretikandayun pada awal Abad VII Masehi, yang sebelumnya berkuasa di Kendan, suatu wilayah termasuk ke dalam Kerajaan Tarumanagara. Wretikandayun lalu memindahkan pusat kekuasaannya dari Kendan ke Bojong Galuh (Muhsin et al., 2012).
Pergantiaan zaman mengubah pola hidup berburu dan meramu menjadi mengolah lahan. Kegiatan ini diawali dengan membuka hutan, memotong semak belukar, membersihkan rumput dan menebang pepohonan dan mengolah tanah agar cocok untuk Bertani dan berkebun.
Selain Bertani, masyrakat pun piawai dalam berkebun. Mereka telah mengenali cara menanam palawijaya. Mereka juga mampu menciptakan alat yang berbeda untuk membersihkan tumbuhan di kebun. Mereka juga mampu menciptakan kored untuk menyiangi rumput sektar palawijaya.
Hingga saat ini, masih banyak masyarakat yang menggunakan kored dengan fungsi yang sama yaitu sebagai alat pemeliharaan tanaman. Kored biasa disebut sebagai "pacul mini" biasanya digunakan dengan cara dipegang satu tangan. Ukuran kored terbilang kecil sehingga memiliki keterbatasan dalam melakukan fungsinya.
Kata "budaya" berasal dari bahasa sansekerta buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi, yang berarti "budi" atau "kaal". Kebudayaan itu sendiri diartikan sebagai " hal-hal yang berkaitan dengan budi atau akal". Istilah culture, yang merupakan istilah bahasa asing yang sama artinya dengan kebudayaan, berasal dari kata "colere" yang artinya adalah "mengolah atau mengerjakan", yaitu dimaksudkan kepada keahlian mengolah dan mengerjakan tanah atau bertani. Kata colere yang kemudian berubah menjadi ulture diartikan sebagai "segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam" (Soekanto, 1996:188).
Seorang Antropolog yang bernama E.B. Taylor (1871), memberikan defenisi mengenai kebudayaan yaitu "kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan- kemampuan dan kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat". Antropolog ini menyatakan bahwa kebudayaan mencakup semua yang didapatkan dan dipelajari dari pola-pola perilaku normatif, artinya mencakup segala cara atau pola berpikir, merasakan dan bertindak (Soekanto, 1996:189).
Budaya di Indonesia sangat beranekaragam seperti suku, budaya, adat istiadat, agama dan sebagainya. Kita sebagai warga negaranya harus menjaga kekayaan dan warisan nenek moyang tersebut agar tidak punah. Seperti contoh banyak masyarakat Indonesia yang hingga saat ini masih menggunakan kored sebagai media penanaman. Itu artinya mereka dapat melestarikan budaya di Indonesia.
Penjagaan dan pemeliharaan peninggalan budaya, seperti museum dan situs bersejarah, dapat menjadi titik sentral dalam memfasilitasi komunikasi antar budaya. Pameran, pertukaran budaya, dan kolaborasi lintas budaya juga dapat menjadi sarana yang efektif dalam memperkuat hubungan antar masyarakat yang berbeda. Seperti hal nya kored ini kita dapat temukan di museum Sri Baduga, Bandung, Jawa Barat. Tak hanya perkakas, di museum Sri Baduga juga banyak sekali peninggalan khas Jawa Barat, seperti rumah adat, baju adat dan sebagainya.
Referensi
http://eprints.itenas.ac.id/570/1/Jurnal%20Patanjala%202018.pdf
https://elib.unikom.ac.id/files/disk1/530/jbptunikompp-gdl-febirusmay-26494-4-unikom_f-i.pdf
https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/artefak/article/view/10166
https://walungan.org/2021/12/17/membangun-pertanian-di-atas-kored-dan-etem/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H