Secara sosiologis, pernikahan pada wanita hamil menimbulkan stigma atau pandangan yang negatif dari masyarakat. Hal ini bersangkutan dengan adat dan budaya di Indonesia yang menjunjung tinggi etika dan kesucian. Oleh karena itu, pernikahan pada wanita hamil dianggap sebagai sebuah aib.
Secara Religious, pernikahan pada wanita hamil pada umumnya diperbolehkan dan sah hukumnya apabila sesuai dengan rukun dan syarat pernikahan. Meskipun demikian, ada sebagian ulama yang melarang pernikahan pada wanita hamil karena dianggap merusak nasan. Terkait nasab, anak yang dikandung tetap mengikuti nasab ayahnya selama ruhnya belum ditiup pada saat pernikahan kedua orang tuanya.
Secara yuridis, melangsungkan pernikahan pada saat hamil pun diperbolehkan dalam Undang-Undang dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) selama memenuhi kriteria dan persyaratan yang sesuai. Terkait kasus yang khusus yaitu pernikahan pada wanita hamil di usia dini perlu dilakukan tinjauan ulang dalam prosesnya sehingga harus mengajukan dispensasi pernikahan.
Untuk generasi muda sebaiknya saling memilah milih dalam hal pergaulan dalam kehidupan sehari-hari, jangan sampai kita berada dalam pergaulan bebas yang bisa mengakibatkan terjadinya kehamilan diluar pernikahan yang tidak sah sesuai dengan agama dan negara, ketika akan melangkah menuju pernikahan hendaknya dipikir dengan matang matang agar tidak terjadi perceraian, yaitu dengan mengikuti binwin (bimbingan perkawinan) di Kua. Ketika sudah menikah Sebaiknya sebagai pasangan pengantin saling menjalin hubungan dengan baik, saling melengkapi dan saling support satu sama lain agar hubungan tersebut bisa sakinah mawadah warahmah sampai akhir hayat.
ReferensiÂ
Andi, Mappiare. 1982. "PsikologiRemaja". Surabaya: UsahaNasional.
Divana perdana.2004. "Beautiful Sex".Jakarta: Diva Press Cet 111.
DivanaPerdana.2004."Cara MemaknaiSeksSebagaiAmanahKeimanandanKemanusiaan".Jakarta: Diva press.
Kelompok 2:
Ahmad jalal (192121185)
Kharisma Yogi Septiani  (212121039)
Najiha 'Ain Fatihah (212121059)