Sosiologi hukum Islam memiliki karakteristik yang mencakup deskripsi utuh pelaksanaan hukum Islam di masyarakat, penjelasan tentang alasan dan faktor yang memengaruhi praktik hukum tersebut, serta perspektif masyarakat yang menggali makna di balik perilaku hukum.Â
Selain itu, sosiologi hukum Islam menguji validitas empiris kaidah hukum dengan membandingkannya dengan kondisi sosial yang ada, dan melakukan penilaian objektif terhadap perilaku masyarakat dalam menerapkan hukum Islam. Pendekatan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang mendalam mengenai fenomena hukum Islam tanpa memberikan penilaian moral.
BAB Ketujuh, Peradilan merupakan objek penting dalam sosiologi hukum karena berperan krusial dalam penegakan hukum dan pencegahan konflik. Pengadilan membutuhkan input berupa analisis hubungan sebab-akibat, konsep kerja sama produktif, dan kemauan dari pihak-pihak untuk menerima keputusan. Kajian sosiologi pengadilan meliputi struktur, komposisi hakim, serta biaya proses peradilan.Â
Putusan pengadilan tidak hanya memengaruhi penegakan hukum, tetapi juga memiliki dampak sosial yang signifikan, sehingga memerlukan analisis lintas disiplin, termasuk sosiologi, politik, dan psikologi, untuk memahami faktor-faktor yang memengaruhi hakim dan efek sosial dari keputusan tersebut.
Hukum di Indonesia memiliki karakteristik yang unik, berbeda dengan di Eropa, karena dipengaruhi oleh hukum otonkton masyarakat pribumi dan hukum kolonial dari Belanda. Sistem hukum Indonesia bersifat manofaset, yang berarti terdiri dari berbagai sistem hukum yang diterapkan secara bersamaan, dikenal sebagai Sistem Hukum Pancasila.Â
Penegakan hukum dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk hukum itu sendiri, penegak hukum (hakim, jaksa, dan polisi), sarana penegakan hukum, masyarakat, dan budaya hukum. Hubungan antara hukum dan pengadilan sangat penting, karena hukum diterapkan dan disesuaikan melalui proses peradilan, yang mencerminkan relevansi hukum dalam kehidupan masyarakat.
BAB Kedelapan, Pluralisme hukum di Indonesia merujuk pada keragaman peraturan yang ada dalam masyarakat, berbeda dari sentralisme hukum yang hanya mengutamakan satu regulasi negara. Pengaruh positivisme hukum yang diadopsi dari Belanda dianggap menimbulkan kebuntuan hukum, karena cenderung kaku dan tidak fleksibel, sehingga banyak persoalan hukum yang tidak terlayani.Â
Meskipun Belanda mencoba mengakomodasi hukum masyarakat lokal, pluralisme hukum tetap memiliki kekurangan, seperti tidak mempertimbangkan aspek keadilan. Selain itu, pengakuan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat diatur dalam Pasal 18B UUD 1945 dan TAP MPR Nomor IX Tahun 2001, mendukung reformasi agraria terkait masyarakat adat.Â
Gerakan aktivis pluralisme hukum juga mendorong pengakuan lembaga penyelesaian hukum adat sebagai alternatif untuk menyelesaikan sengketa, dengan harapan masyarakat dapat menyelesaikan masalah mereka sendiri tanpa bergantung pada pengadilan negara.
KELEBIHAN BUKU
Buku ini unggul dalam menjelaskan sosiologi hukum dengan analisis mendalam tentang hubungan antara hukum dan masyarakat. Ia membedakan antara sosiologi mengenai hukum dan sosiologi dalam hukum, menawarkan wawasan yang relevan bagi praktisi dan mahasiswa. Dengan referensi beragam dan penyampaian yang jelas, buku ini mudah dipahami, sekaligus meningkatkan kesadaran sosial tentang peran hukum dalam mencerminkan nilai-nilai masyarakat. Kelebihan-kelebihan ini menjadikannya sumber berharga dalam kajian sosiologi hukum.