Mohon tunggu...
Nailul kamila BA
Nailul kamila BA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

Hai penuntun masa depan, yuk buka jendela dunia melalui membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Efektivitas Pertanian Organik dalam Menurunkan Emisi Gas Rumah Kaca

26 Desember 2023   21:13 Diperbarui: 26 Desember 2023   21:24 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

EFEKTIVITAS PERTANIAN ORGANIK DALAM MENURUNKAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DI INDONESIA

Nailul Kamila Birrokhadzatil Aisy

S1 Agroteknologi, FakultasPertanian Peternakan, Universitas Muhammadiyah Malang

email: nailulkamilaba@gmail.com

Abstrak

Dalam beberapa tahun terakhir, isu perubahan iklim secara signifikan menjadi perbincangan masyarakat. Dimana perubahan iklim secara signifikan disebabkan oleh kenaikan emisi gas rumah kaca yang terus naik tiap tahunnya. Upaya penurunan emisi gas rumah kaca sangatlah dibutuhkan, guna menyelamatkan alam dan mengurangi dampak perubahn iklim di berbagai sektor. Artikel ini bertujuan untuk mengidentifikasi praktik terbaik dalam penurunan emisi gas rumah kaca secara signifikan melalui praktik pertanian organik. Artikel ini mengeksplorasi dampak dari perubahan iklim terhadap berbagai sektor dan lebih berfokus pada sektor pertanian. Pertanyaan artikel melibatkan pentingnya upaya penurunan emisi gas rumah kaca dan pentingnya praktik pertanian organik dalam menyelamatkan alam serta membangun ketahanan pangan dan ekonomi yang berkelanjutan. Temuan ini memberikan landasan bagi para petani untuk memahami pentingnya peran sektor pertanian dalam keberlanjutan alam, ketahanan pangan dan ekonomi Indonesia. Selain itu, artikel ini mengusulkan pedoman praktis untuk penerapam penurunan emisi bagi masyarakan non petani melalui penerapan green wall sebagai bukti ketahanan pangan mandiri masyarakat. Kesimpulannya artikel ini berkontribusi pada pemahaman upaya penurunan emisi gas rumah kaca, merangsang pemikiran kritis terhadap dampak kenaikan emisi gas rumah kaca, dan mendorong petani untuk melakukan praktik pertanian organik yang lebih ramah linkungan.

Kata kunci: Emisi, iklim, pertanian organik

Abstract

 In recent years, the issue of climate change has significantly become a public conversation. Where climate change is significantly caused by the increase in greenhouse gas emissions that continue to rise each year. Efforts to reduce greenhouse gas emissions are needed to save nature and reduce the impact of climate change in various sectors. This article aims to identify best practices to significantly reduce greenhouse gas emissions through organic farming practices. The article explores the impact of climate change on various sectors and focuses on the agricultural sector. The article’s questions involve the importance of efforts to reduce greenhouse gas emissions and the importance of organic farming practices in saving nature and building food security and a sustainable economy. The findings provide a foundation for farmers to understand the important role of the agriculture sector in Indonesia’s natural sustainability, food security and economy. In addition, this article proposes practical guidelines for the implementation of emission reduction for non-farming communities through the application of green walls as evidence of community self-sufficient food security. In conclusion, this article contributes to the understanding of efforts to reduce greenhouse gas emissions, stimulates critical thinking about the impact of rising greenhouse gas emissions, and encourages farmers to carry out more environmentally friendly organic farming practices.

Keywords: Emissions, climate, organic farming

PENDAHULUAN

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor keunggulan bangsa Indonesia sebagai bangsa agraris. Menurut Badan Statistik (BPS) pada laporan tanggal 4 Desember 2023, jumlah masyarakat Indonesia yang berprofesi sebagai petani hanya 29. 342.202 unit petani, yang artinya terjadi penurunan 7,45% dari tahun 2013 yang mencapai sampai 31.705.295 unit petani. Meskipun sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia sebagai negara berkembang. Namun, nyatanya kontribusi sektor pertanian terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia kian menurun tiap tahunnya. Hal ini disebabkan banyaknya petani yang merugi akibat perubahan iklim secara signifikan. Dan menurunnya minat masyarakat pada sektor pertanian yang mempunyai dampak signifikan terhadap keberlangsungan perekonomian Indonesia.

Perubahan iklim terutama disebabkan oleh peningkatan secara pesat emisi gas rumah kaca (GRK) setiap tahunnya. Perubahan iklim dapat berdampak besar terhadap suhu, perubahan pola curah hujan, dan intensitas kejadian cuaca ekstrem (anomali iklim) seperti El Nino dan La Nino. Selain itu perubahan iklim secara signifikan juga dapat berdampak pada pergeseran musim yang menyulitkan petani menentukan masa tanam dan panen. Hal inilah yang menyebabkan munculnya wabah hama dan penyakit pada tanaman yang sebelumnya tidak ada (Syafitri dkk, 2023).

Melalui pemaparan sebelumnya, diperlukan kemampuan untuk menyikapi dengan bijak melalui upaya upaya penerapan pertanian organik sebagai wujud solusi dari peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK). Mengingat sektor pertanian merupakan salah satu sektor oenyumbang emisi gas rumah kaca terbesar yang mencapai 12% , namun masih banyak masyarakat yang belum menerapkan pertanian organik, dikarenakan kurangnya oemahaman peran sektor pertanian di berbagai aspek, mulai dari perekonomian, ketahanan pangan dan penurunan emisi. Salah satu anggapan kolot yang dipercaya kebanyakan masyarakat adalah dengan menerapkan pertanian organik akan memerlukan biaya yang banyak dibanding pertanian konvensional.

Tujuan dari artikel ini adalah untuk mengeksplorasi dan membahas keefektivitasan pertanian organik dalam menurunkan emisi gas rumah kaca di Indonesia.Tujuan utama adalah untuk memahami peran sektor pertanian organik dalam menurunkan emisi gas rumah kaca dan keberlangsungan perekonomian Indonesia. Selain itu, artikel juga memberikan penjelasan tentang praktik pertanian organik yang akan berdampak besar pada penurunan emisi gas rumah kaca (GRK).

PEMBAHASAN

Pemahaman emisi gas rumah kaca (GRK)

Panel antar pemerintah tentang perubahan Iklim atau yang dikenal dengan nama IPCC telah menegaskan bahwa pemanasan global memang disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer bumi. Gas rumah kaca adalah berbagai gas yang menangkap radiasi matahari. Gas ini seharusnya dipantulkan dari Bumi. Ketika konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer meningkat, jumlah radiasi energi matahari yang ditangkap meningkat, sehingga menyebabkan suhu atmosfer menjadi lebih tinggi. Kondisi ini disebut dengan efek gas rumah kaca (Hindarto et al., 2018)

Perubahan iklim tidak bisa dihindari akibat pemanasan global dan dapat berdampak luas pada berbagai aspek kehidupan, termasuk sektor pertanian (Syafitri et al., 2023). Perubahan iklim terjadi secara perlahan dalam jangka waktu yang panjang, sekitar 50 hingga 100 tahun.

Meskipun perubahan iklim terjadi secara perlahan, namun dampaknya signifikan terhadap kehidupan kita. Perubahan iklim tidak hanya berdampak pada perubahan pola curah hujan dan suhu permukaan laut, namun juga peningkatan frekuensi dan intensitas kejadian cuaca ekstrem (Nuraisah et al., 2019).

Kenaikan emisi tiap tahunnya disebabkan oleh banyak faktor, seperti perbuatan manusia yang konsumtif, penumpukan sampah yang berlebihan, penebangan hutan besar besaran, pemakaian pupuk kimia, dan penggunaan bahan bakar fosil. Kebutuhan manusia yang selalu meningkat tiap tahunnya dapat memicu meningkatkan emisi gas rumah kaca melalui industri pemenuh kebutuhan manusia, misalnya industri tekstil. Tiap tahun, kebutuhan tektil kian meningkat, dikarenakan banyaknya masyarakat yang selalu ingin tampil sesuai trend yang ada. Hal inilah yang membuat industri tekstil semakin banyak menghasilkan emisi gas rumah kaca.

           Pada sektor pertanian sendiri, banyak masyarakat yang masih menerapkan pertanian konversial dan mengandalkan pupuk kimia dalam praktik pertanian. Padahal penggunaan pupuk kimia dapat berkontribusi merusak lapisan ozon. Selain itu pembuangan sisa produksi tanaman yang sering kali dibakar oleh para petanni juga dapat menghasilkan emisi gas rumah kaca. Dan masih banyak lagi praktik pertanian konvensial yang dapat memicu kenaikan emisi gas rumah kaca, yang nantinya dapat mempengaruhi perubahan iklim secara signifikan.

Pemahaman dampak perubahan iklim secara signifikan terhadap sektor pertanian

Peningkatan emisi gas rumah kaca yang terus berlanjut dapat menyebabkan peningkatan frekuensi dan intensitas kejadian cuaca ekstrem, perubahan pola curah hujan, serta peningkatan suhu dan permukaan air laut. Pertanian, khususnya subsektor tanaman pangan, merupakan subsektor yang paling rentan terhadap perubahan iklim karena tiga faktor utama: faktor biofisik, genetik, dan pengelolaan.

Hal ini karena tanaman yang dapat dimakan biasanya merupakan tanaman tahunan yang relatif sensitif terhadap stres, terutama kelebihan atau kekurangan air. Secara teknis, kerentanan erat kaitannya dengan sistem penggunaan lahan dan sistem pertanahan, pola tanam, teknologi, dan pengelolaan lahan, air, tanaman pangan, dan varietas tanaman (Sumaini E., 2018).Perubahan pola curah hujan terjadi di beberapa wilayah Indonesia pada tahun 2018. Misalnya, beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa curah hujan telah berkurang di beberapa tempat dan meningkat di tempat lain. Tidak jarang ada beberapa tempat yang tidak turun hujan meski sedang musim hujan. Peningkatan suhu menyebabkan terjadinya peningkatan transpirasi yang selanjutnya menurunkan produktivitas tanaman pangan, meningkatkan konsumsi air, mempercepat pematangan buah atau biji, menurunkan mutu hasil, dan mendorong perkembangannya hama penyakit tanaman (Surmaini E,. 2018).

Selain itu, perubahan iklim secara signifikan juga dapat memainkan peran penting dalam keberlangsungan sektor pertanian konversial. Oleh sebab itu, perlunya upaya upaya yang dilakukan guna meminimalisi emisi gas rumah kaca, yang nantinya dapat memperbaiki kondisi perubahan iklim. Memahami dampak dari aktivitas penghasil emisi dan dampak peningkatan emisi gas rumah kaca dapat membuat para petani sadar akan pentingnya pertanian organik yang ramah lingkunagan dan rendah emisi.

Pemahaman pentingnya peran pertanian organik

Sistem pertanian organik didasarkan pada hukum pengembalian. Yang merupakan sistem yang bertujuan mengembalikan segala jenis bahan organik, baik berupa sisa maupun limbah penghijauan dan peternakan, ke dalam tanah guna menyuburkan tanaman. Pertanian organik merupakan teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan kimia sintetis. Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk pertanian khususnya pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumen serta tidak membahayakan lingkungan (Mayrowani H., 2022). Selain itu, pertanian organik juga dapat meminimalkan emisi gas rumah kaca dari sektor pertania..

Keberlanjutan pertanian organik tidak lepas dari aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial. Pertanian organik bukan hanya tentang menghindari bahan mentah sintetis, namun juga tentang penggunaan sumber daya berkelanjutan, memproduksi makanan sehat, dan menghemat energi. Aspek ekonomi berkelanjutan apabila produksi pertanian dapat memenuhi kebutuhan dan memberikan pendapatan yang cukup bagi petani (Mayrowani H., 2022).

Memahaman praktik pertanian organik sangat penting untuk meminimalisir emisi gas rumah kaca yang dapat menyebabkan perubahan iklim secara signifiakan. Masyarakat yang sadar akan pentingnya praktik pertanian organik dapat membangun ketahanan pangan Indonesia yang berkelanjutan yang akhirnya dapat berkontribusi pada perekonomian Indonesia juga. Pertanian organik memungkinkan penurunan emisi gas rumah kaca secara signifikan.

Praktik pertanian organik memungkinkan untuk memberikan manfaat terhadap masa depan alam yang kita wariskan pada anak cucu. Dari situlah tercetusnya pemahaman bahwa tujuan utama seorang petani bukanlah mencari keuntungan, tetapi bertujuan untuk menjaga alam kita. Selain itu, pertanian organik juga bertujuan untuk menyediakan pangan yang tidak berbahaya bagi kesehatan.

Upaya penurunan emisi gas rumah kaca (GRK)

1.Upaya pemerintah

pemerintah perlu mengambil tindakan lebih lanjut, terutama dalam memerangi kebakaran hutan dan pembakaran limbah pertanian. Hal yang sama juga berlaku pada komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, dan memastikan bahwa hal ini benar-benar dilaksanakan. Dengan kata lain, bukan sekedar aturan, tetapi juga bertanggung jawab atas pelaksanaannya.

Selain itu, pemerintah juga harus memberikan dukungan keuangan yang tepat dan bermakna untuk mencapai tujuan pengurangan emisi gas rumah kaca (Bambang et al., 2019). Pemerintah juga dapat mendorong terwujudnya pertanian yang tangguh bersaing, berkelanjutan, berwawasan lingkungan dan mendorong peningkatan kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian nasional melalui peningkatan PDB, ekspor, penciptaan lapangan kerja, penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, serta memperjuangkan kepentingan dan perlindungan terhadap petani dan pertanian Indonesia dalam sistem perdagangan Internasional. Produk pertanian harus mampu bersaing dan memberikan nilai positif yang dapat dirasakan oleh konsumen baik nasional maupun Global. Produk pertanian tidak akan mampu bersaing bila sistem pertanian tidak mampu menghasilkan produk pertanian yang berkualitas dan aman sesuai dengan tuntutan konsumen saat ini.( Mayrowani H., 2022).

Pemerintah dapat memberikan wawasan tentang pertanian organik yang berkelanjutan dan dapat berdaya saing di kancah internasional. Salah satu cara memberikan wawasan pada masyarakan luas adalah dengan membentuk kelompok tani, yang nantinya diberikan penyuluhan secara berkala. Tujuan utama dari kegiatan tersebut adalah terjadinya pemerataan wawasan pada para petani. Hal tersebut dapat tercapai apabila terdapat kerjasama antara pemerintah masyarakat dan instansi pendidikan.

2.Upaya masyarakat

Upaya masyarakat dalam penurunan emisi juga tak kalah penting dengan kebijakan pemerintah. Hal ini dikarenakan pemerintah hanya memberi kebijakan, dan tercapainya kebijakan tak lepas dari peran masyarakat dalam menjalankannya. Oleh karena itu, pentingnya kesadaran masyarakat akan dampak dari kenaikan emisi gas rumah kaca, terutama oada perubahan iklim secara signifikan. Upaya upaya tersebut dapat di mulai dengan tindakan kecil, seperti membudayakan kebiasaan naik kendaraan umum, membatasi penggunaan alat pendingin ruangan, menghindari penggunaan plastik sekali pakai.

Selain itu, pembangunan green wall juga menjadi solusi alternatif bagi masyarakat untuk mengatasi permasalahan gas rumah kaca (GRK). Dengan menerapkan green wall, mitra masyarakat dapat memanfaatkan botol bekas untuk menanam sayuran yang dibutuhkan keluarga mereka, yang jika dikelola dengan baik dapat menghasilkan pendapatan tambahan (Yolanda et al., 2022). Konsep green wall adalah menciptakan suatu struktur yang ramah lingkungan, hemat energi dan sumber daya, hemat biaya, serta memperhatikan kesehatan dan kenyamanan penghuninya, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pemanfaatan penanaman. Semuanya mengikuti prinsip berkelanjutan (Kurniastuti, 2016).

Masyarakat dapat pula membudayakan lebih banyak makan makanan nabati di banding makanan hewani, hal tersebut dapat meminimalisir emisi. Makanan nabati umumnya memiliki emisi gas rumah kaca yang lebih rendah dan membutuhkan lebih sedikit energi, lahan, dan air. (Satwiko, 2021). Hal ini dapat meningkatkan kesehatan masyarakat dan penghematan biaya hidup dengan menerapkan green wall sebagai pemenuh kebutuhan sehari hari.

Upaya di atas dapat dilakukan pada masyarakat non petani, bagi masyarakat petani memiliki lebih banyak peluang untuk ikut andil dalam upaya penurunan emisi. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan penerapan pertanian organik, mendaur ulang sisa produksi pertanian, mengurangi konsumsi pupuk kimia dan obat obatan kimia.

Cara praktik bertani organik

Menurut Siregar (2020) cara praktik bertani organik meliputi beberapa pendekatan, antara lain:

1.Pertanian berkelanjutan, yaitu praktik pertanian yang memperhatikan efisiensi penggunaan sumber daya, pelestarian lingkungan, dan keberlanjutan jangka panjang.

3.Pertanian presisi, yaitu dengan penggunaan teknologi digital, pemetaan spasial, dan Analitik untuk mengoptimalkan penggunaan pupuk, air, dan pestisida.

4.Agroforestri, yaitu Integrasi tanaman pohon dengan tanaman pertanian atau peternakan untuk Meningkatkan keanekaragaman hayati, menjaga kualitas tanah, dan menyediakan sumber Pendapatan tambahan.

5.Pertanian terpadu, dengan penggabungan berbagai kegiatan pertanian dan peternakan dalam satu Sistem terintegrasi untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas.

6.Pertanian vertikal, dengan mebudidaya tanaman dalam lingkungan tumpangsari menggunakan teknologi Seperti pencahayaan buatan dan hidroponik, yang memungkinkan produksi pangan di daerah Perkotaan dengan ruang terbatas

7.Pertanian organik, yaitu sistem pertanian yang menghindari penggunaan pupuk kimia dan pestisida sintetis, dengan fokus pada keberlanjutan dan kualitas produk organik.

Selain itu, inovasi seperti penggunaan dron dalam pemantauan tanaman, teknologi bio informatika untuk pemuliaan tanaman, dan pengembangan varietas unggul juga termasuk dalam praktik pertanian organik. Penerapan pendekatan dan inovasi ini dapat memberikan manfaat signifikan dalam hal produktivitas pertanian, efisiensi penggunaan sumber daya, keberlanjutan lingkungan dan ketahanan pangan.

KESIMPULAN

Kesimpulan dari artikel ini adalah bahwa perlunya penurunan emisi gas rumah kaca, terutama di sektor pertanian. Sektor pertanian memainkan peran penting dalam membentuk ketahanan pangan dan ekonomi Indonesia, hal ini dapat dilakukan dengan penerapan pertanian organik yang lebih ramah lingkungan dibaanding dengan pertanian konversial. Selain itu, perkembangan pola hidup manusia yang cenderung bersifat konsumtif juga memiliki dampak yang signifikan pada penyumbangan emisi gas rumah kaca, oleh karena itu perlu adanya pembudayaan pangan mandiri melalui penerapan green wall.

Penerapan praktik pertanian organik di Indonesia dapat menjadi sarana yang signifikan dan berkelanjutan untuk mengatasi perubahan iklim. Setelah melakukan berbagai upaya menghadapi perubahan iklim dalam menurunkan emisi gas rumah kaca, petani juga dapat memilih tanaman yang dapat bertahan di berbagai iklim, untuk mengantisipasi terjadinya perubahan iklim secara signifikan.

Namun, solusi untuk menurunkan emisi gas rumah kaca tidak hanya terbatas pada pertanian organik. Upaya yang komprehensif dan terintegrasi lain juga dibutuhkan, termasuk pengurangan emisi di sektor lain seperti energi, transportasi, dan industri juga diperlukan untuk mengatasi perubahan iklim secara efektif. Upaya tersebut bukan hanya menjadi tanggung jawab petani saja, melainkan adanya kolaborasi antara pemerintahan, masyarakat, dan instansi pendidikan untuk mendorong tercapainya target penurunan emisi gas rumah kaca di Indonesia. Dengan pendekatan holistik ini, diharapkan negara Indonesia dapat mencapai ketahanan pangan dan ekonomi yang berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Asnawi, R. (2015). Perubahan Iklim dan Kedaulatan Pangan di Indonesia Tinjauan Produksi dan Kemiskinan. Lisensi Internasional Cerative Commons Attributtion-Non Commercial Share Alike,1(2), 295-302.

 Desiasni, R., Tqnggasari, D., & Yolanda, Y. (2022). Pemberdayaan Masyarakat dalam Green World Training di Kawasan Permukiman Sammota, Upaya Pengurangan Emisi gas rumah kaca. Jurnal pengabdian magister pendidikan IPA, 5(4), 291-296.

Efendi, E. (2016). Implementasi Sistem Pertanian Berkelanjutan dalam Mendukung Produksi Pertanian. Jurnal Warta Dharmawangsa, 1(4), 25-28.

 Elza, R. (2018). Upaya Sektor Pertanian dalam Menghadapi Perubahan Iklim. Jurnal Litbang Pertanian,30(1),2-5.

 Harahap, M. & Syafitri, N. (2023). Sektor Pertanian dalam Menghadapi Perubahan Iklim. Communnity Development Journal,4(4), 7479-7483.

 Hindiarto, Dicky, E., Samyanugraha, Andi, Natalia, (2022). Pasar karbon untuk mengendalikan perubahan iklim. Jurnal penelitian komunikasi dan opini publik, 4( 2), 156 -170.

Masturi, H. (2021). Sinergi dalam Pertanian dalam Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim. Jurnal Inovasi Penelitian,1(10), 2-5.

 Mayrowan, H. (2022). Pengembangan pertanian organik di Indonesia. forum penelitian Agro ekonomi, 30(2), 91-108.

Nuraisah, G. Dan Kusuma, R. (2019). Dampak Perubahan Iklim Terhadap Usaha Tani Padi di Desa Wanguk Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu. Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis,5(1),60-71.

 Pramono, A. (2016). Potensi penurunan emisi gas rumah kaca pada pengelolaan kotoran hewan sapi melalui pemberian pakan tambahan. Jurnal Hutan Pulau-Pulau Kecil, 1(2), 111-116.

 Saharjo, P. H. & Yungan, A. ( 2019). Pengaruh kebijakan dalam upaya penurunan kebakaran hutan dan lahan terhadap penurunan emisi gas rumah kaca. Jurnal silvikultur Tropika, 5(2), 124-130.

Saidi, A. R. M. (2021). Stabilisasi Bahan Organik Tanah : Peningkatan Kesuburan Tanah dan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca. Deepublish Publisher. (Online),

(https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=_VosEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&dq=i nfo:m4QuwBq-r8oJ:scholar.google.com/&ots=0FEEEEdrxy&sig=ioqjwymDvbOpsC08Ptz_gYHgV0&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false). Diakses pada 19 Desember 2023.

 Satwiko, P. (2021). Saya Vegan : Mengapa Perlu Beralih ke Menu Nabati. (Online), (https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=Iy7LEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&dq=in fo:5zQbW-zvEZUJ:scholar.google.com/&ots=FTVMvBQ3tR&sig=KPfdc0A2AXHoQsMABpCwf5asTY&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false) diakses pada 19 Desember 2023.

 Siregar, M. A. R. (2023). Peningkatan Produktivitas Pertanian Melalui Penerapan Sistem Pertanian Terpadu. Jurnal Universitas Medan area, 1(4), 4-8.

Surmaini, E. (2019). Upaya sektor pertanian dalam menghadapi perubahan iklim. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 30(1), 1–7.

 Widiarto, R. (2019). Analisis Keberlanjutan Praktik Pertanian Organik di Kalangan Petani. Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi dan Ekologi Manusia, 7(1):71-89.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun