Mohon tunggu...
Naila Salsabila
Naila Salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/S1 Akuntansi/ Universitas Mercu Buana

NIM : 43222010003 Jurusan : Akuntansi (S1) Kampus : Universitas Mercu Buana Dosen pengampu : Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB 2 _ Diskursus Kepemimpinan Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV pada Upaya Pencegahan Korupsi

11 November 2023   08:09 Diperbarui: 11 November 2023   08:09 601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.canva.com/design/DAFzz7IPtgc/KraEewCqIhFSXt394vgedg/edit

Nama                 : Naila Salsabila

NIM                    : 43222010003

Nama Dosen   : Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Mata Kuliah    : Pendidikan Anti Korupsi dan Etika UMB

Serat Wedhatama Mangkunegara IV

Serat Wedhatama merupakan karya sastra Jawa baru yang dapat digolongkan sebagai karya moralistik-didaktis yang mendapat pengaruh Islam. Karya ini ditulis oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara IV pada abad ke-19. Serat Wedhatama berisi ajaran yang ditulis oleh Mangkunegara IV sebagai seorang raja yang ahli dalam menulis sastra Jawa, benang merah ini berasal dari budaya Jawa itu sendiri. Serat Wedhatama memuat ajaran  nilai-nilai luhur yang memberikan keteladanan bagaimana menjalani hidup yang baik. Serat Wedhatama terdiri dari beberapa bagian yang dapat dilihat sebagai kritik terhadap konsep ajaran Islam  ortodoks, yang mencerminkan perjuangan budaya Jawa dengan gerakan pemurnian Islam (gerakan Wahhabi) yang berkuasa saat itu. 

Menurut Mujibatun (2013: 46),  Serat Wedhatama karya KGPAA Mangkunegara IV didirikan sebagai ajaran utama keluarga internal keraton untuk  mendidik anak-anaknya  dengan bahasa yang indah melalui karya sastra agar menarik bagi siswa. Namun nilai-nilai yang terkandung dalam Serat Wedhatama tetap sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat. Pentingnya kandungan nilai  Serat Wedhatama dalam kehidupan saat ini terlihat dari penerapan dan urgensi untuk menghidupkan kembali nilai-nilai tersebut dalam kehidupan masyarakat. Saat ini, sebagian besar masyarakat  Jawa nampaknya sudah kehilangan arah dan tujuan hidup. Hal ini menyebabkan  banyak permasalahan yang berkaitan dengan kepribadian orang Jawa seperti  kriminalitas, rendahnya moral generasi, maraknya penipuan, korupsi, kekerasan, tawuran dll. Ada beberapa hal yang menunjukkan bahwa karakter bangsa Indonesia saat ini sedang mengalami kemunduran yang tercermin dari peningkatan kasus dari tahun ke tahun. Permasalahan ini menunjukkan betapa pentingnya nilai-nilai karakteristik bagi setiap individu. 

KGPAA Mangkunegara IV dikenal sebagai pemimpin yang memiliki integritas tinggi dan komitmen yang kuat dalam pencegahan korupsi. Salah satu langkah konkrit yang diambil oleh beliau adalah dengan membentuk Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) pada tahun 2013. Keberadaan TP4D ini merupakan bukti nyata dari komitmen beliau dalam mengawasi dan mencegah terjadinya korupsi di lingkungan pemerintahan Kesultanan Mangkunegaran.

 TP4D memiliki peran yang sangat penting dalam mendeteksi potensi kasus korupsi, mengawasi penggunaan anggaran negara dengan cermat, serta mengadakan pelatihan dan sosialisasi anti-korupsi kepada pegawai pemerintah. Melalui pendekatan ini, KGPAA Mangkunegara IV tidak hanya sekadar menjadi pemimpin, tetapi juga menjadi teladan bagi para pemimpin lainnya dalam upaya memerangi korupsi.

Selain itu, kepemimpinan yang bersih dan berintegritas juga menciptakan budaya organisasi di mana setiap anggota masyarakat, termasuk para pejabat pemerintah, sadar akan pentingnya menjaga integritas dan menghindari perilaku koruptif. Dengan membangun budaya anti-korupsi yang kuat, masyarakat dapat bersama-sama melawan praktik korupsi dan menciptakan lingkungan yang lebih adil, transparan, dan berkeadilan bagi semua. 

Dalam menghadapi tantangan korupsi, penting bagi negara dan masyarakat untuk terus mendukung dan menginspirasi kepemimpinan yang bersih dan berintegritas seperti yang telah ditunjukkan oleh KGPAA Mangkunegara IV. Melalui kerjasama antara pemerintah, lembaga anti-korupsi, dan masyarakat, bersama-sama kita dapat menciptakan masa depan yang lebih baik tanpa korupsi, di mana keadilan, integritas, dan kejujuran menjadi landasan utama dalam pembangunan negara.

Definisi Korupsi

Korupsi berasal dari bahasa Latin yaitu korupsi dari kata kerja corrumpere yang berarti membusuk, merusak, menggoncang, menggulingkan, menyuap. Melalui transparansi Internasional diperuntukkan bagi PNS, baik politikus/ politisi atau pegawai negeri yang secara tidak adil dan ilegal memperkaya diri mereka sendiri atau orang yang mereka cintai dengan menyalahgunakan kekuasaan publik  dipercayakan kepada mereka. korupsi (corrupt, corruptie, corruption) juga dapat berarti kebusukan, keburukan dan keburukan. Definisi tersebut didukung oleh Acham yang mengartikan korupsi sebagai suatu kegiatan yang menyimpang dari norma-norma sosial dengan cara menguntungkan diri sendiri dan merugikan kepentingan. umum Pada dasarnya korupsi adalah penyalahgunaan kepercayaan yang diberikan masyarakat atau pemilik untuk kepentingan pribadi, sehingga korupsi mempunyai dua fungsi. tidak konsisten, yaitu ia menerima yurisdiksi publik yang seharusnya demi kebaikan bersama gunakan untuk keuntungan diri sendiri.

Kata korupsi sudah dikenal luas oleh masyarakat, namun definisinya belum tertulis secara lengkap. Makna korupsi berkembang di setiap zaman, peradaban dan wilayah. Komposisinya bisa berbeda tergantung tekanan dan pendekatan, baik politik maupun sosiologis, ekonomi dan hukum. Korupsi sebagai fenomena penyimpangan dalam masyarakat, budaya, masyarakat dan kenegaraan telah dipelajari dan dipandang secara kritis oleh banyak ilmuwan dan filosof. Aristoteles Misalnya disusul Machiavelli yang  merumuskan sesuatu yang disebutnya  korupsi moral (moral korupsi).

 Korupsi menurut para ahli :

1. Jeremy Pope
 Sebagai seorang aktivis Selandia Baru, Jeremy Pope mendefinisikan korupsi sebagai perilaku pejabat publik yang secara tidak wajar dan ilegal membiarkan dirinya sendiri dan orang lain mendapatkan keuntungan dengan menyalahgunakan kekuasaannya. 

2. Guy Benveniste
 Menurut Guy Benveniste, pengertian korupsi  terbagi menjadi tiga jenis, yaitu korupsi ilegal (yang melanggar undang-undang atau peraturan  tertentu), korupsi tentara bayaran (jenis korupsi yang digunakan untuk  keuntungan pribadi), dan korupsi ideologis. (korupsi yang dilakukan untuk kepentingan suatu kelompok sebagai akibat dari penganut ideologi tertentu). 

3.Graham Brooks
 Menurut Brooks, pengertian korupsi  adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan sengaja karena kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan suatu tugas yang dikenal dengan tugas. Jadi, tindakan ini mengacu pada sesuatu yang bersifat nirlaba dan biasanya bersifat pribadi. 

4.Haryatmoko
 Menurut Haryatmoko, guru besar filsafat  Universitas Sanata Dharma (USD), pengertian korupsi adalah upaya mengganggu kekuasaan yang diperoleh dengan cara menyalahgunakan informasi, keputusan, pengaruh, uang dan/atau kekayaan untuk kepentingan pribadi. keuntungan dan keuntungan. 

5.Robert Klitgaard
 Menurut Robert Klitgaard, pentingnya korupsi dilihat dari sudut pandang administrasi publik. Korupsi merupakan perilaku yang menyimpang dari tugas resmi  negara. Tindakan tersebut mencakup kepentingan pribadi, status, dan uang, serta melanggar aturan kepatuhan yang ada.

Korupsi memang merupakan masalah yang sangat serius di Indonesia. Dampak korupsi terhadap perekonomian, pemerintahan, dan masyarakat sangat merugikan, sehingga upaya pencegahan korupsi menjadi sangat penting untuk dilakukan. Salah satu pendekatan yang efektif dalam pencegahan korupsi adalah dengan membangun kepemimpinan yang bersih dan transparan.

Pertama-tama, penting untuk memahami bahwa korupsi tidak hanya berdampak pada tingkat nasional, tetapi juga pada tingkat lokal. Oleh karena itu, upaya pencegahan korupsi perlu dilakukan di semua tingkatan pemerintahan, mulai dari pemerintah pusat hingga pemerintah daerah. Kepemimpinan yang bersih dan transparan harus menjadi prinsip yang dipegang teguh oleh para pemimpin di semua tingkatan ini. Kepemimpinan yang bersih mengacu pada integritas dan etika dalam kepemimpinan. Para pemimpin harus menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, keadilan, dan akuntabilitas. Mereka harus menjadi contoh bagi bawahan dan masyarakat dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka. Selain itu, mereka juga harus menjaga diri dari godaan korupsi dan memastikan bahwa keputusan-keputusan yang mereka buat selalu didasarkan pada kepentingan masyarakat, bukan kepentingan pribadi atau kelompok. 

Transparansi adalah kunci dalam membangun pemerintahan yang bersih. Informasi mengenai pengelolaan keuangan negara dan pengambilan keputusan harus mudah diakses oleh masyarakat. Proses penganggaran dan pengadaan barang/jasa harus dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan transparansi, masyarakat dapat mengawasi dan memeriksa tindakan pemerintah, sehingga potensi terjadinya korupsi dapat diminimalkan. Selain itu, penting untuk melibatkan semua pihak, termasuk sektor swasta, LSM, dan masyarakat sipil dalam upaya pencegahan korupsi. Mereka dapat berperan sebagai pengawas independen, pengkritik konstruktif, dan mitra dalam memastikan tindakan pemerintah bersih dan transparan. 

Pencegahan korupsi bukanlah tugas yang mudah, tetapi dengan membangun kepemimpinan yang bersih dan transparan, kita dapat membuka jalan menuju pemerintahan yang lebih adil, efisien, dan berpihak pada rakyat. Hal ini akan berdampak positif pada pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

https://www.canva.com/design/DAFzphiNEwc/DigLTVbok0a9fRJzWujPOQ/edit
https://www.canva.com/design/DAFzphiNEwc/DigLTVbok0a9fRJzWujPOQ/edit

Kepemimpinan Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV 

Dalam kepemimpinan Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV, hidup manusia ada tiga perkara, yaitu :

1. Wirya atau Keluhuran ;

2. Arto atau Kekayaan kemakmuran ; dan

3. Winasis atau Ilmu pengetahuan. 

          Terdapat juga tiga kategori leadership, yaitu :

1. Nistha yaitu memikirkan diri sendiri dan kelompoknya sendiri.

2. Madya yaitu Tahu akan Kewajiban, dengan baik, dan haknya dia ambil.

3. Utama yaitu istimewa, tidak ada pamrih apapun, melampaui keutamaannya.

           Syarat leadership pada tindakan "Raos Gesang" (Ki Ageng Suryamentaram) yaitu :

1. Bisa rumangsa, ojo rumangsa bisa artinya  sebagai manusia kita wajib bisa merasa (berempati), bukan merasa bisa (sombong)

2. Angrasa Wani artinya berani bersikap dalam mengambil risiko, mampu berinovasi, dan bertindak tegas.

3. Angrasa Kleru artinya berani mengaku jujur ketika ada kesalahan.

4. Bener Tur Pener artinya pener itu berbeda dengan benar. 

            Serat Wedotomo KGPAA Mangkunegara IV adalah salah satu tokoh yang memegang peran penting dalam sejarah Jawa Tengah. Sebagai pemimpin yang sangat dihormati, beliau memimpin dengan bijaksana sebagai kepala Keraton Mangkunegara selama lebih dari dua dekade. Selama masa pemerintahannya, Mangkunegara IV telah mendedikasikan dirinya untuk mengembangkan dan memelihara warisan budaya dan tradisi Jawa, serta melakukan banyak upaya proaktif untuk memperkuat etika dan moral di dalam keraton. 

Salah satu pencapaian luar biasa yang patut disebutkan adalah komitmennya dalam memerangi korupsi di lingkungan keraton. Beliau menyadari bahwa korupsi adalah ancaman serius terhadap integritas dan stabilitas sebuah kerajaan, dan oleh karena itu, Mangkunegara IV mengambil langkah-langkah konkret untuk mencegahnya. Dengan ketelitian dan pengawasan yang ketat, beliau memastikan bahwa sumber daya keraton digunakan dengan transparansi dan kejujuran yang tinggi, serta mempromosikan etika yang kuat di kalangan para pejabat dan anggota keraton. 

Selain itu, Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV juga terkenal sebagai pelindung seni dan budaya. Ia mendukung seniman dan kesenian tradisional Jawa, serta mengorganisir berbagai acara budaya yang mempromosikan warisan seni dan budaya Jawa. Dengan demikian, ia tidak hanya memimpin keraton dengan tangan besi yang bijaksana, tetapi juga melestarikan dan memperkaya kekayaan budaya Jawa. Pengabdian dan kepemimpinan Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV telah meninggalkan jejak yang mendalam dalam sejarah Jawa Tengah. Ia tetap menjadi contoh yang dihormati dalam menjalankan pemerintahan yang adil dan etis serta memperkaya warisan budaya yang berharga.

https://www.canva.com/design/DAFz0C1GFlQ/YRVOWSosZY-R0ymnhetIOQ/edit
https://www.canva.com/design/DAFz0C1GFlQ/YRVOWSosZY-R0ymnhetIOQ/edit

Upaya Pencegahan Korupsi

Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV telah mengambil serangkaian langkah yang cermat dan efektif dalam upaya pencegahan korupsi di lingkungan keraton Mangkunegara. Salah satu langkah utama yang diambilnya adalah membangun sistem pengawasan yang sangat ketat. Dengan sistem ini, setiap aspek operasional dan keuangan keraton Mangkunegaran dapat dipantau secara cermat, sehingga setiap potensi penyalahgunaan kekuasaan atau keuangan dapat terdeteksi dengan cepat.

Pentingnya menjaga integritas anggota keraton Mangkunegaran tidak pernah diabaikan oleh Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV. Dia memastikan bahwa semua anggota keraton tunduk pada kode etik yang ketat, yang mencakup larangan keras terhadap tindakan korupsi. Adanya aturan yang jelas dan konsekuensi yang tegas untuk melanggarnya membuat anggota keraton memiliki insentif kuat untuk menjaga integritas dan menghindari praktik korupsi.

Selain upaya internal, Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV juga berfokus pada membangun hubungan yang harmonis dengan masyarakat sekitar. Melalui kegiatan sosial yang sering dilakukan dan pemberian bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan, ia telah berhasil memenangkan hati dan kepercayaan masyarakat. Dengan cara ini, masyarakat merasa memiliki keterlibatan dan kedekatan dengan keraton Mangkunegaran, yang pada gilirannya membantu menciptakan atmosfer di mana tindakan korupsi menjadi semakin tidak mungkin terjadi.

Semua tindakan ini bersama-sama menciptakan lingkungan di mana integritas dan pencegahan korupsi menjadi prioritas utama, dan keraton Mangkunegaran dapat mempertahankan reputasi sebagai entitas yang terpercaya dan terhormat dalam komunitasnya. Upaya pencegahan korupsi ini memiliki dampak positif yang mendalam pada stabilitas dan kemakmuran keraton serta masyarakat sekitarnya.

Ciri-ciri Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV

Kepemimpinan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam setiap organisasi, termasuk dalam pencegahan korupsi. Kepemimpinan yang baik dapat menjadi kunci dalam mencegah terjadinya tindakan korupsi. Salah satu contoh kepemimpinan yang dianggap sukses dalam upaya pencegahan korupsi adalah kepemimpinan Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV.

Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV adalah seorang pemimpin yang memiliki ciri-ciri kepemimpinan yang kuat dan efektif dalam mencegah terjadinya korupsi. Berikut adalah beberapa ciri-ciri kepemimpinan yang dimiliki oleh Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV:

1. Kepemimpinan yang Bersih dan Berintegritas

KGPAA Mangkunegara IV, atau yang dikenal sebagai seorang pemimpin yang bersih dan berintegritas, memberikan inspirasi yang kuat tentang bagaimana menjalankan pemerintahan dengan jujur dan adil. Filosofi hidupnya tercermin dalam kutipan bahasa Jawa yang sering diucapkan oleh beliau, yaitu "Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani," yang secara harfiah dapat diterjemahkan sebagai "Di depan memberi contoh, di tengah membangkitkan semangat, di belakang memberi dorongan."Kutipan ini merupakan panduan penting dalam kepemimpinan yang baik. Pertama, "Di depan memberi contoh" menggarisbawahi pentingnya pemimpin sebagai teladan. Mangkunegara IV mengingatkan kita bahwa seorang pemimpin harus menunjukkan integritas, kejujuran, dan etika yang tinggi, sehingga bawahan dapat mengambil contoh dari perilaku dan sikap positifnya. Selanjutnya, "Di tengah membangkitkan semangat" menunjukkan peran pemimpin dalam memberikan motivasi dan dorongan kepada timnya. Pemimpin yang baik harus mampu menginspirasi, memotivasi, dan menggerakkan orang-orang di sekitarnya agar mencapai tujuan bersama. Terakhir, "Di belakang memberi dorongan" menyoroti pentingnya dukungan pemimpin kepada bawahannya. Pemimpin tidak hanya mengarahkan, tetapi juga harus siap memberikan dukungan dan bantuan saat diperlukan. Hal ini menciptakan lingkungan kerja yang positif dan harmonis. Keseluruhan filosofi ini mencerminkan prinsip-prinsip kepemimpinan yang kuat, yang mencakup kejujuran, integritas, kemampuan untuk menginspirasi, dan kemauan untuk mendukung orang-orang di bawah kepemimpinan. KGPAA Mangkunegara IV memberikan contoh yang luar biasa tentang bagaimana seorang pemimpin dapat menciptakan dampak positif dalam pemerintahan dan masyarakat dengan mengikuti prinsip-prinsip ini.

2. Transparansi dan Akuntabilitas

KGPAA Mangkunegara IV adalah seorang pemimpin yang luar biasa dalam hal menjalankan pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Ia tidak hanya sekadar menekankan pentingnya transparansi, tetapi juga menjadikan prinsip ini sebagai landasan utama dalam kepemimpinannya. Kutipan dalam bahasa Jawa yang sering diucapkan oleh beliau, "Sapa ngendi ngerti, sapa ngendi nglayani," mencerminkan filosofi kepemimpinan yang memprioritaskan keterlibatan masyarakat. Dalam praktiknya, KGPAA Mangkunegara IV selalu membuka pintu untuk menerima masukan dan kritik dari berbagai pihak, termasuk bawahan dan masyarakat luas. Ia memahami bahwa kebijakan yang baik dan berkelanjutan hanya dapat terwujud melalui partisipasi aktif dari semua pihak yang terlibat. Kepedulian dan kesediaannya untuk mendengarkan suara rakyat adalah ciri khas kepemimpinan beliau. Pentingnya transparansi dalam pemerintahan adalah fondasi utama yang ditanamkan oleh KGPAA Mangkunegara IV. Transparansi tidak hanya mencakup pengungkapan informasi, tetapi juga keterbukaan dalam pengambilan keputusan. Ia memastikan bahwa kebijakan dan program pemerintahannya dapat dipahami oleh semua pihak, sehingga masyarakat merasa memiliki peran penting dalam proses pembuatan kebijakan. Akuntabilitas juga menjadi prinsip yang sangat dipegang teguh oleh beliau. KGPAA Mangkunegara IV tidak hanya menuntut dirinya sendiri dan bawahannya untuk bertanggung jawab atas tindakan dan keputusan yang diambil, tetapi juga memberikan contoh yang baik dalam hal ini. Ia menekankan bahwa pemerintah harus bersedia dipertanggungjawabkan kepada rakyat, dan ini menciptakan kepercayaan yang kuat di antara pemimpin dan masyarakat. Dalam keseluruhan, kutipan bahasa Jawa yang sering diucapkan oleh KGPAA Mangkunegara IV, "Sapa ngendi ngerti, sapa ngendi nglayani," memancarkan esensi dari kepemimpinan yang inklusif dan bertanggung jawab. Ia adalah sosok pemimpin yang tidak hanya berbicara tentang transparansi dan akuntabilitas, tetapi juga hidupkannya dalam tindakan sehari-hari. Prinsip-prinsip ini tidak hanya menginspirasi, tetapi juga menciptakan fondasi yang kokoh bagi pemerintahan yang efektif dan berpihak pada kepentingan rakyat.

3. Kepedulian terhadap Masyarakat

KGPAA Mangkunegara IV merupakan seorang pemimpin yang luar biasa dalam menjalankan pemerintahannya. Salah satu ciri khas beliau yang sangat mencolok adalah perhatiannya yang tak tergoyahkan terhadap kepentingan masyarakat yang dipimpinnya. Beliau senantiasa berusaha keras untuk memberikan pelayanan terbaik kepada seluruh warga, dan ini bukan sekadar retorika semata. Kutipan bahasa Jawa yang sering kali diucapkan oleh KGPAA Mangkunegara IV, "Sapa ngendi ngayomi, sapa ngendi nglayani," menjadi landasan moral dan filosofi dalam pemerintahannya. Kutipan tersebut mengandung pesan kuat yang menyiratkan bahwa seorang pemimpin yang bertanggung jawab harus memiliki kualitas utama, yaitu kepedulian yang tinggi terhadap masyarakatnya. Beliau paham betul bahwa kepentingan masyarakat harus selalu menjadi prioritas utama. Tindakan nyata yang diambil oleh KGPAA Mangkunegara IV adalah upaya konkret dalam memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Beliau tidak hanya berbicara, tetapi juga bertindak untuk memastikan bahwa warga mendapatkan layanan yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan mereka. Ini termasuk berbagai inisiatif untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, termasuk dalam bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan keamanan. Melalui pendekatan "Sapa ngendi ngayomi, sapa ngendi nglayani," KGPAA Mangkunegara IV menciptakan ikatan emosional yang kuat antara pemimpin dan masyarakatnya. Ini membantu membangun kepercayaan yang mendalam di antara mereka, sehingga masyarakat merasa didengar, dihargai, dan diayomi oleh pemerintahannya. Dalam semua tindakan dan kebijakan yang diambil, beliau selalu mempertimbangkan dampaknya pada rakyat, sehingga keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat menjadi prioritas utama. Kisah kepemimpinan KGPAA Mangkunegara IV adalah sebuah teladan yang tak terlupakan tentang bagaimana seorang pemimpin yang peduli dan bijaksana dapat membawa perubahan positif dalam kehidupan masyarakatnya. Kutipan bahasa Jawa ini tidak hanya sekadar kata-kata, melainkan filosofi yang dijalankan dengan penuh dedikasi dan integritas. Semangat "Sapa ngendi ngayomi, sapa ngendi nglayani" akan terus menginspirasi generasi-generasi selanjutnya dalam menjalankan tugas kepemimpinan dengan penuh tanggung jawab dan kepedulian.

4. Konsistensi dan Kepatuhan pada Aturan

Konsistensi dan kepatuhan pada aturan adalah dua elemen penting dalam karakter kepemimpinan yang mampu secara signifikan mencegah terjadinya korupsi. Contoh nyata dari kepemimpinan yang mencerminkan nilai-nilai ini adalah ketika kita mengamati kepemimpinan KGPAA Mangkunegara IV, yang terkenal dengan kebijakan-kebijakan yang selalu berlandaskan pada kepatuhan terhadap aturan yang berlaku.Ketika kita membahas konsistensi, maka kita merujuk pada kemampuan seorang pemimpin untuk menjaga langkahnya sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan. Konsistensi adalah fondasi yang kuat dalam mencegah penyalahgunaan kekuasaan, karena pemimpin yang konsisten akan selalu bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah diatur, tanpa terpengaruh oleh tekanan eksternal atau dorongan pribadi. Ini memberikan keyakinan kepada bawahan dan masyarakat bahwa kebijakan dan tindakan pemimpin selalu dapat diprediksi. Sementara itu, kepatuhan pada aturan adalah landasan yang mendasar dalam menjaga integritas kepemimpinan. Seorang pemimpin yang patuh pada aturan akan senantiasa mengikuti norma-norma dan regulasi yang berlaku dalam menjalankan tugasnya. Kepatuhan ini menciptakan landasan yang kuat untuk mencegah korupsi, karena pemimpin tidak akan melanggar aturan demi keuntungan pribadi atau kelompok tertentu. KGPAA Mangkunegara IV adalah contoh yang nyata dari kepemimpinan yang menggabungkan konsistensi dan kepatuhan pada aturan. Kebijakan-kebijakan yang diambilnya selalu selaras dengan peraturan yang berlaku, dan ini merupakan bukti bahwa ia tidak hanya berbicara, tetapi juga bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip integritas dan keadilan. Pemimpin seperti ini menciptakan lingkungan di mana korupsi sulit berkembang, karena konsistensi dan kepatuhan pada aturan adalah pilar-pilar kuat yang menopang tugas kepemimpinan.

5. Kemampuan dalam Mengambil Keputusan

Kemampuan dalam mengambil keputusan merupakan salah satu ciri kepemimpinan yang sangat penting dalam mencegah terjadinya korupsi di lingkungan pemerintahan. Seorang pemimpin yang mampu membuat keputusan dengan cepat dan tepat dalam situasi yang sulit dapat menciptakan lingkungan kerja yang transparan dan akuntabel. Contoh nyata dari pemimpin yang memiliki kemampuan ini adalah Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV. Beliau dikenal sebagai seorang pemimpin yang memiliki keberanian dan kebijaksanaan dalam menghadapi berbagai tantangan. Dalam mengambil keputusan, Mangkunegara IV tidak hanya mempertimbangkan aspek-aspek teknis, tetapi juga nilai-nilai integritas dan keadilan. Dengan keputusan yang tepat, pemerintahannya mampu mengatasi berbagai masalah kompleks dengan baik. Selain itu, kemampuan ini juga mencerminkan integritas dan komitmen seorang pemimpin terhadap kepentingan publik. Dengan memastikan bahwa setiap keputusan diambil berdasarkan pertimbangan yang obyektif dan adil, pemimpin dapat membangun kepercayaan masyarakat dan meminimalisir peluang terjadinya praktik korupsi. Penting untuk dicatat bahwa kemampuan dalam mengambil keputusan tidak hanya melibatkan pengetahuan dan keahlian teknis, tetapi juga kemampuan untuk mendengarkan pendapat dan masukan dari berbagai pihak. Pemimpin yang inklusif dan terbuka terhadap berbagai sudut pandang akan dapat membuat keputusan yang lebih holistik dan berkelanjutan. Dengan demikian, dalam upaya mencegah terjadinya korupsi, penting bagi para pemimpin untuk mengembangkan kemampuan dalam mengambil keputusan yang bijaksana dan bertanggung jawab. Hal ini bukan hanya menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan transparan, tetapi juga membangun fondasi yang kuat untuk pembangunan berkelanjutan dan kemakmuran bagi seluruh masyarakat.

https://www.canva.com/design/DAFz0A5TEwE/ibZm9jPw5touzUhoU_-1LQ/edit
https://www.canva.com/design/DAFz0A5TEwE/ibZm9jPw5touzUhoU_-1LQ/edit

Reaktualisasi ajaran kepemimpinan dalam Serat Wedhatama

A. Krisis kepemimpinan yang terjadi di Indonesia adalah isu yang kompleks, memiliki akar penyebab yang beragam. Salah satu faktor utama yang dapat diidentifikasi adalah model pemimpin yang salah. Model kepemimpinan yang tidak memadai dalam hal integritas, kepemimpinan moral, dan kapasitas untuk memahami serta merespons kebutuhan masyarakat menjadi penyebab utama krisis ini. Salah satu aspek penting dalam mengevaluasi model pemimpin yang salah adalah perilaku korupsi yang merajalela di berbagai lapisan pemerintahan. Kepemimpinan yang korup cenderung mengorbankan kepentingan rakyat demi kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Hal ini menyebabkan kerugian finansial yang besar dan mengurangi sumber daya yang seharusnya digunakan untuk memajukan negara. Selain itu, ada juga masalah kekurangan kepemimpinan moral. Pemimpin yang tidak memiliki moral yang kuat cenderung melakukan tindakan yang merugikan, seperti menyalahgunakan kekuasaan, mengeksploitasi rakyat, atau terlibat dalam praktek-praktek ilegal. Kepemimpinan yang tidak memiliki integritas moral juga merusak citra negara di mata dunia dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Proses seleksi dan pendidikan pemimpin juga perlu dievaluasi. Jika proses untuk menghasilkan pemimpin tidak mendukung pengembangan kepemimpinan yang berkualitas, maka kita akan terus menghasilkan pemimpin yang tidak kompeten. Pendidikan kepemimpinan yang lebih baik, termasuk pembelajaran tentang etika dan tanggung jawab sosial, perlu menjadi bagian integral dalam membentuk pemimpin yang benar. Krisis kepemimpinan Indonesia juga mencerminkan kurangnya perhatian terhadap representasi yang adil. Penting untuk memastikan bahwa pemimpin yang terpilih mewakili keragaman masyarakat Indonesia, termasuk gender, etnis, agama, dan latar belakang sosial. Kekurangan representasi dapat menciptakan ketidakpuasan dan ketidaksetujuan yang dapat memperburuk krisis kepemimpinan. Oleh karena itu, mengatasi krisis kepemimpinan memerlukan upaya yang komprehensif. Diperlukan perubahan dalam model kepemimpinan, peningkatan integritas dan moral pemimpin, reformasi proses seleksi dan pendidikan kepemimpinan, serta peningkatan representasi yang adil. Hanya dengan langkah-langkah ini kita dapat berharap untuk menghasilkan pemimpin yang benar dan mampu memimpin Indonesia ke arah yang lebih baik.

B. Salah upaya untuk mengatasi krisis kepemimpinan yang sedang dihadapi adalah dengan menggali serta menerapkan nilai-nilai kearifan lokal yang berkaitan dengan kepemimpinan dan kebijakan hidup. Kearifan lokal ini merupakan warisan budaya dan tradisi yang telah ada dalam masyarakat selama berabad-abad. Dengan memanfaatkan nilai-nilai ini, para pemimpin dapat memperoleh pedoman yang kuat dalam mengemban tugas mereka. Salah satu aspek kunci dalam penerapan nilai-nilai kearifan lokal adalah kepemimpinan yang berlandaskan pada nilai-nilai etika, kejujuran, dan keadilan. Pemimpin yang memegang prinsip-prinsip ini akan mampu memperoleh kepercayaan dan dukungan dari masyarakat yang dipimpinnya. Selain itu, mereka juga akan lebih efektif dalam mengambil keputusan yang menguntungkan banyak pihak dan mempromosikan kesejahteraan bersama. Selain nilai-nilai etika, nilai-nilai kebijakan hidup juga memiliki peran penting dalam mengatasi krisis kepemimpinan. Hal ini berkaitan dengan cara pemimpin membuat keputusan yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Dengan memahami nilai-nilai kebijakan hidup yang telah terbentuk dalam budaya lokal, pemimpin dapat merancang kebijakan yang lebih berkelanjutan, berkeadilan, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Untuk mencapai hal ini, diperlukan upaya untuk mengkaji lebih dalam nilai-nilai kearifan lokal yang ada di berbagai wilayah dan komunitas. Ini melibatkan kerja sama antara pemerintah, tokoh-tokoh masyarakat, akademisi, dan pemimpin lokal. Selain itu, pendidikan dan pelatihan pemimpin juga dapat memasukkan elemen-elemen kearifan lokal ke dalam kurikulum mereka. Dalam rangka mengatasi krisis kepemimpinan, penting untuk tidak hanya melihat pada model kepemimpinan global yang seringkali berbeda dengan konteks lokal. Dengan menghormati serta menerapkan nilai-nilai kearifan lokal, pemimpin dapat membangun fondasi kepemimpinan yang kuat, berkelanjutan, dan dapat memenuhi kebutuhan serta aspirasi masyarakat yang mereka pimpin.

C. Serat Wedhatama karya Mangkunegara IV adalah salah satu karya sastra Jawa klasik yang mengandung ajaran mendalam tentang kepemimpinan yang harus dipegang teguh. Dalam karya ini, Mangkunegara IV menyajikan konsep kepemimpinan yang dikenal sebagai "wirya-arta-winasis," yang merupakan tiga nilai inti yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin yang efektif dan bijaksana.

  • Wirya (Keluhuran atau Kekuasaan)

Bagian pertama dari konsep ini adalah "wirya," yang mencerminkan keluhuran atau kekuasaan. Seorang pemimpin harus mampu memahami dan menghormati nilai-nilai keagungan dan martabat dalam kepemimpinannya. Hal ini mencakup kemampuan untuk mengendalikan kekuasaan dengan bijak, menghindari penyalahgunaan kekuasaan, dan menjalankan tanggung jawabnya dengan penuh rasa hormat terhadap warganya.

  • Arta (Harta)

Komponen kedua adalah "arta," yang merujuk pada kekayaan atau harta. Seorang pemimpin harus memahami pentingnya sumber daya dan kekayaan dalam kepemimpinannya. Ini termasuk pengelolaan kekayaan secara efisien dan adil, serta penggunaannya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Pemimpin yang bijak harus mampu mengelola sumber daya dengan keadilan dan memastikan distribusi yang seimbang.

  • Winasis (Kebijaksanaan)

Ketiga, "winasis," mencerminkan kebijaksanaan. Seorang pemimpin harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang tindakan yang diambilnya dan dampaknya terhadap masyarakat. Kebijaksanaan dalam kepemimpinan mencakup kemampuan untuk membuat keputusan yang bijak, memahami konsekuensi jangka panjang, dan mengambil tindakan yang menguntungkan bagi semua pihak.

Dengan menggabungkan tiga nilai ini, seorang pemimpin diharapkan dapat mencapai keselarasan antara kekuasaan, harta, dan kebijaksanaan dalam kepemimpinannya. Konsep "wirya-arta-winasis" memberikan panduan yang kuat bagi pemimpin untuk memastikan bahwa kepemimpinan mereka menguntungkan masyarakat secara luas dan menghindari penyalahgunaan kekuasaan atau ketamakan dalam pengelolaan harta. Keseluruhan, Serat Wedhatama karya Mangkunegara IV mengingatkan kita akan pentingnya kepemimpinan yang bijak, adil, dan berlandaskan nilai-nilai moral dalam memimpin sebuah komunitas.

Dalam konteks pencegahan korupsi, mengadopsi kepemimpinan berlandaskan pada nilai-nilai kearifan lokal, seperti yang terdapat dalam Serat Wedhatama, dapat dianggap sebagai solusi yang relevan dan berharga. Serat Wedhatama, sebuah karya sastra Jawa klasik, mengajarkan prinsip-prinsip moral, etika, dan tata nilai yang mendalam, yang dapat membentuk karakter individu dan masyarakat secara positif.

Salah satu nilai utama dalam Serat Wedhatama adalah "kearifan lokal," yang mencakup kebijaksanaan dalam bertindak, kejujuran, serta rasa tenggang rasa dan empati terhadap sesama. Ketika nilai-nilai ini menjadi dasar kepemimpinan, para pemimpin cenderung mempraktikkan transparansi, akuntabilitas, dan integritas dalam tindakan dan keputusan mereka. Mereka memimpin dengan teladan, memperlihatkan integritas tanpa cela, dan menginspirasi orang lain untuk mengikuti jejak mereka.

Penerapan nilai-nilai kearifan lokal dalam kepemimpinan juga melibatkan pendekatan partisipatif terhadap pengambilan keputusan. Para pemimpin yang memahami dan menghargai kearifan lokal melibatkan masyarakat dalam proses pembuatan keputusan yang bersifat transparan dan adil. Mereka mendengarkan aspirasi dan masukan dari berbagai lapisan masyarakat, menciptakan ruang bagi partisipasi publik yang aktif dalam mengawasi tindakan pemerintah, dan mendorong keterlibatan masyarakat dalam membangun kebijakan yang bertujuan untuk kesejahteraan bersama.

Selain itu, nilai-nilai kearifan lokal juga mengajarkan pentingnya membangun rasa solidaritas dan persatuan di dalam masyarakat. Dengan memperkuat hubungan antarwarga dan mempromosikan rasa memiliki terhadap lingkungan sekitar, korupsi dapat dicegah dengan mengurangi peluang tindakan koruptif. Masyarakat yang kuat dan bersatu memiliki kecenderungan untuk melawan korupsi bersama-sama, serta mendukung tindakan pemberantasan korupsi yang diambil oleh pemerintah dan lembaga penegak hukum.

Dalam menghadapi tantangan korupsi, penting bagi pemerintah dan pemimpin untuk merangkul nilai-nilai kearifan lokal sebagai landasan moral dan etika dalam kepemimpinan. Dengan menerapkan nilai-nilai ini secara konsisten dalam tindakan sehari-hari, diharapkan dapat diciptakan budaya integritas yang kuat di seluruh lapisan masyarakat. Melalui pendekatan yang menghargai kearifan lokal, kita dapat bersama-sama membangun masyarakat yang bersih dari korupsi, adil, dan berkeadilan.

Daftar Pustaka

Putro, R. P. (2023). Representasi Nilai Integritas dalam Serat Wedhatama Pupuh Gambuh Sebagai Metode Pendidikan Masyarakat oleh KGPAA Mangkunegara IV dengan Media Tembang Macapat. 1(1), 166–174.

Liow, M. R., Laloma, A., & Pesoth, W. (2015). Peranan Pemimpin Informal dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan di Desa Malola. Unsrat.Ac.Id, 31, 1–9.

Eliezar, D. (2020). Pendidikan Anti Korupsi Dalam Budaya Jawa Anti-Corruption Education in Javanese Culture. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 10(1), 66–72.

Ardisasmita, M. S. (2006). Definisi Korupsi Menurut Perspektif Hukum Dan E-Announcement Untuk Tata Kelola Pemerintahan Yang Lebih Terbuka, Transparan Dan Akuntabel. Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia, 1–21.

Satria, H. S. (2020). Kebijakan kriminal pencegahan korupsi pelayanan publik. Integritas: Jurnal Antikorupsi, 6 (2), 169–186. 6(2), 169–186. https://doi.org/10.32697/integritas.v6i2.660

Komarudin, A. (2014). Konsep Kepemimpinan Jawa K.G.P.A.A. Mangkunegara IV (Studi Terhadap Serat Wedhatama). Diakses pada 8 November 2023, dari https://www.academia.edu/87658716/Konsep_Kepemimpinan_Jawa_K_G_P_A_A_Mangkunegara_IV_Studi_Terhadap_Serat_Wedhatama

Tululi, I. (2022). Eksplorasi Konsep - Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid. http://www.imrantululi.net/berita/detail/33a4-eksplorasi-konsep--pengelolaan-program-yang-berdampak-pada-murid

Fadlan. (2017). KEPEMIMPINAN YANG MEMBANGUN TIM EFEKTIF AKAN MENINGKATKAN PERFORMA ORGANISASI. https://sumbarprov.go.id/home/news/10929-kepemimpinan-yang%20membangun-tim-efektif-akan-meningkatkan-performa-organisasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun