Mohon tunggu...
Naila Aurellia
Naila Aurellia Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Politik

Strategi Komunikasi Politik Kampanye Calon Walikota No Urut 02 "UU Saeful dan Nurul Sumarheni" dalam Pilkada 2024 Melalui New Media

10 Januari 2025   20:26 Diperbarui: 10 Januari 2025   20:33 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Komunikasi telah mengalami perubahan yang signifikan seiring berjalannya waktu, terutama dengan kehadiran media sosial yang telah merevolusi cara kita berinteraksi. Pada awalnya, komunikasi dilakukan secara tatap muka atau melalui cara tradisional seperti mengirimkan pesan menggunakan merpati untuk berhubungan dengan kerabat yang jauh. Namun, kini kita dapat berkomunikasi dengan mudah dan cepat tanpa terbatas jarak, hanya dengan memanfaatkan teknologi media sosial. Selain itu, komunikasi melalui platform ini memiliki jangkauan audiens yang jauh lebih luas dibandingkan dengan interaksi langsung (Yeger, 2015).

Perkembangan teknologi komunikasi telah menjangkau berbagai aspek kehidupan manusia di seluruh dunia. Media sosial muncul sebagai alat komunikasi online yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dan memenuhi berbagai kebutuhan. Selain itu, media sosial juga memiliki pengaruh signifikan terhadap komunikasi di berbagai bidang, termasuk politik. Saat ini, banyak partai politik yang memanfaatkan platform media sosial untuk melaksanakan kampanye mereka secara daring (Anshari, 2013).

Salah satu contoh di Indonesia terdapat di wilayah Kota Bekasi, yaitu pasangan calon Walikota Bekasi, UU Saeful dan Nurul Sumarheni. Mereka diusung oleh Partai Golkar dan Partai Nasdem dalam Pilkada 2024. Pasangan calon ini telah menunjukkan kemampuan untuk mengikuti perkembangan zaman dalam kampanye mereka, dengan aktif memanfaatkan media sosial dan media cetak. Penggunaan media sosial, khususnya di platform seperti Facebook, Instagram, dan YouTube oleh kedua partai tersebut, sudah dilakukan secara optimal dan berkelanjutan. Saat ini, Partai Golkar memiliki 267 ribu pengikut, sementara Partai Nasdem memiliki 173 ribu pengikut di akun resmi Instagram mereka. Namun, kelemahan Partai Golkar dan NasDem dalam mendukung UU Saeful dan Nurul Sumarheni terletak pada minimnya kampanye tatap muka langsung dengan masyarakat. Akibatnya, masyarakat lanjut usia kesulitan untuk memahami program-program yang akan dilaksanakan oleh pasangan calon nomor urut dua (Fitria&Febryan, 2024). (Nambo, 2005)

Pemilihan umum (Pemilu) merupakan salah satu sarana penting dalam berdemokrasi dan menjadi ajang nyata bagi kedaulatan rakyat. Dalam sebuah negara demokratis, Pemilu berfungsi sebagai cerminan suara rakyat dan menjadi penentu masa depan serta arah suatu bangsa. Suara rakyat ini akan diwakili oleh partai politik yang berpartisipasi dalam pemilu, yang berperan sebagai wakil rakyat. Pilkada atau pemilihan kepala daerah juga memegang peranan krusial dalam menjaga kedaulatan rakyat. Dalam konteks ini, rakyat dianggap sebagai sumber utama yang mengendalikan kekuasaan negara. Pilkada dilaksanakan setiap lima tahun dan diatur oleh Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2020, yang mengatur pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota, dan lainnya. Proses pelaksanaan pemilihan ini diatur melalui Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) dan diawasi oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), memastikan bahwa setiap tahapan berjalan dengan transparan dan adil.

Pemilihan umum (Pemilu) dan pemilihan kepala daerah (Pilkada) akan dilaksanakan secara langsung oleh masyarakat, sebagai wujud nyata pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam upaya membangun pemerintahan yang demokratis. Hal ini sejalan dengan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Penyelenggaraan Pilkada dilakukan dengan prinsip serentak, umum, bebas, rahasia, dan adil. Diharapkan pula agar Pilkada ini mencerminkan integritas, profesionalitas, dan akuntabilitas yang tinggi (Rosaria, 2024).

Menurut Komisi Pemilihan Umum (KPU), Indonesia telah melaksanakan pemilihan kepala daerah secara serentak sebanyak lima kali dalam rangka pemilu legislatif dan empat kali setelah reformasi, yakni pada tahun 1999, 2004, 2009, 2019, dan 2024. Proses pemilu ini melibatkan sejumlah aktor serta lembaga vital yang berperan sebagai penggerak dalam penyelenggaraan pemilu di negara ini. Para aktor pemilu bekerja sama dan saling berinteraksi untuk bertukar informasi, sehingga diharapkan tercipta penyelenggaraan pemilu yang demokratis. Dalam rangka pelaksanaan pemilu, kampanye juga akan diadakan. Kampanye ini merupakan bentuk interaksi langsung antara calon kandidat dan masyarakat, di mana mereka menyampaikan program-program yang akan diimplementasikan di masa depan.

Komunikasi politik melibatkan beberapa elemen penting. Pertama, terdapat aktor politik yang berperan sebagai kandidat. Kedua, ada penerima pesan yang terdiri dari masyarakat atau pemilih. Selain itu, ada pesan yang ingin disampaikan, dan yang tak kalah pentingnya, peran media dalam melaksanakan kampanye.

Komunikasi politik dalam konteks kampanye dilakukan dengan beragam cara dan strategi, dengan tujuan utama memberikan informasi kepada pemilih. Selain itu, diharapkan bahwa audiens akan terpengaruh oleh informasi yang disampaikan kepada mereka. Metode komunikasi politik yang diterapkan sering kali disesuaikan dengan sistem politik yang ada di Indonesia. Proses ini mencakup pembuatan, penyebarluasan, penerimaan, serta dampak dari informasi politik, baik melalui interaksi antar manusia maupun melalui media baru. Tujuan utama dari komunikasi politik adalah untuk menyebarkan informasi, membangun citra politik, serta membentuk opini publik. Lebih dari itu, komunikasi politik juga berperan dalam melaksanakan kampanye guna menarik simpati masyarakat, yang pada gilirannya bertujuan untuk meningkatkan partisipasi politik menjelang pemilihan umum (pemilu). Pada akhirnya, kemenangan atau kekalahan seorang calon sering kali ditentukan oleh strategi komunikasi politik yang diterapkan selama proses tersebut.

Pasangan calon (paslon) seringkali menerapkan berbagai strategi untuk menarik perhatian pemilih. Dalam konteks kampanye politik, mereka cenderung memanfaatkan identitas diri, seperti suku, etnis, agama, dan kelompok sosial tertentu. Pendekatan ini banyak dipilih oleh berbagai paslon dalam upaya meraih suara. Dengan melakukannya, partai politik dapat lebih mudah menganalisis respons masyarakat dalam menentukan pilihan mereka (Dhani, 2019).

Namun, fenomena komunikasi politik ini menimbulkan perdebatan serius di kalangan masyarakat. Banyak rakyat berpendapat bahwa paslon yang terlalu menekankan identitas tertentu, seperti suku, etnis, atau agama, menunjukkan kurangnya tanggung jawab. Dalam pandangan ini, paslon cenderung dianggap lebih memprioritaskan kepentingan pribadi dan menggunakan nama serta identitas rakyat untuk mendapatkan simpati dalam kampanye mereka.

PERTANYAAN PENELITIAN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun