Syifa yang mendengar hal itu, mengelus -- elus punggungku untuk berusaha menenangkanku.
" Sama -- sama kai, kamu tenang aja, pelan -- pelan aja lupakan hal itu kai, udah dong  jangan nangis, kita kan udah sahabatan lama banget, dari kecil malah, udah nggak seharusnya kamu punya perasaan seperti itu, aku itu sudah menganggapmu itu seperti saudara ku sendiri, jadi jangan ada pikiran seperti itu lagi ya".  Aku pun mengangguk, sambil mengusap air mataku yang masih berjatuhan.
"makasih banyak ya " ucapku lalu memeluk syifa.
" udah ah, dari pada kita sedih -- sedih gini, mending kita bayangin yang seru dan yang lucu -- lucu aja, gimana? " usulnya.
Aku mengangguk sebagai pertanda setuju. Mulai dari menceritakan masa -- masa kecil kita yang sama -- sama masih polos. Dengan ditemani senja yang kian lama kian menghilang. Entah setelah curhat dengan syifa, ada perasaan yang cukup tenang dan lega, hingga membuat perasaan was -- was, gelisah, takutku, makin menghilang.
" dulu waktu kita kecil, sering banget ya main di lapangan itu, seru banget sampai lupa waktu untuk pulang dan mengaji " ucapku memulai cerita
" iya ya, sering banget mencuri -- curi waktu tidur siang hanya untuk bermain di lapangan itu"Â
Mengingat zaman itu, memang banyak kenangan kita waktu kecil di lapangan itu. Beragam permainan tradisional zaman dulu dengan teman -- teman yang lain juga.
" aku juga kangen deh sama temen -- temen kita yang lain, kira -- kira bagaimana ya kabarnya mereka " tanyaku
" aku sendiri juga kangen sih, tapi kayaknya bakalan susah juga untuk kumpul -- kumpul lagi, ya mungkin memang mereka sudah ada kesibukan masing -- masing"Â
" iya juga ya, tapi memang masa -- masa itu sungguh seru ya, jadi kangen lagi kan"Â