Mohon tunggu...
Ahmad Nahrowi
Ahmad Nahrowi Mohon Tunggu... Jurnalis - Santri, Proletar

Pegiat Jurnalisme Pesantren

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Nadzom Alfiyah di Saku Temanku

31 Desember 2019   14:36 Diperbarui: 31 Desember 2019   17:44 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Satu,  Dua, Tiga, Empat,..... Innalilllah, ini baru 4 langkah, rasanya sudah pegal banget ni ."

"Heh Husen lu jangan sambat, ayolah kita tetap kuat dan semangat ."

"Gimana ndak sambat, pergelangan sendi-sendiku sudah pada ngilu  mi..."

Fahmi coba memotivasi Husen yang tampak sambat menjalani takziran jalan jongkok oleh Mustahiq, gara-gara hafalan Alfiyahnya tidak target. Santri asal Jabot yang terkenal usil itu sebenarnya cerdas, sayang saja kecerdasanya tertutup oleh kemalasan yang menyelimuti Jati Dirinya.

Angin sepoi-sepoi khas dari arah gedung barat Muktamar, menembus melalui jendela dan ventilasi gedung An-Nahdoh, yang seketika mengeringkan keringat.

Fahmi dan Husain yang lagi jalan jongkok didepan kelas sepanjang gedung Ah-Nahdo, bila diukur kurang lebih panjangnya 300 M. Memanjang dari Utara keselatan, bisa dibayangkan betapa Gobyosnya keringat mereka berdua.

"Teeng, teng, teeeeeng, teng,." Lonceng panjang berbunyi, tanda waktu untuk pulang, namun si Husen dan Fahmi tidak langsung menyelesaikan takziran jongkoknya, Fahmi dan Husen musti menunggu perintah selesai dari Mustahiknya, meskipun Fahmi dan Husen terkenal malesan, tapi masalah adab tatakrama kepada Guru, mereka berdua Nomor satu, ditakzir model apapun rasanya tak pernah menggerutu dan menerima saja, hitung-hitung sebagai konsekuensi kenakalan.

"Sampun Kang Mbrangkangipun."

Setelah 15 Menit dengan bahasa kromo alus khasnya, bapak Mustahik mempersilahkan Fahmi dan husen untuk pulang dan memungkasi takziran.

Mereka Langsung lari ke, Warung Nafis "Kang Kopi ireng 2 saset gulone sesendok". Siap kang. "heeeeeh, miii, liat noh ada Ahmad, ayoh duduk di sampingnya."

"Madddd!!! Sehat lu Madddd?." Bentak husen

"Alhamdulillah Sehat, pripun mas fahmi."

Sembari nunggu kang barista ngudek kopinya, Fahmi & Husen Menyempatkan ngobrol dengan Ahmad diteras Kantin Nafis, yang tampak santuy sedari tadi.

"Heh Maddd, Lu hafalaanya dapet berapa kok damaimen." Tanya husen masih dengan Logat Jakselnya.

"Alhamdulillah mas." 

"Alhamdulillah Gimana lho Mad?" Fahmi turut penasaran.

"Pokoknya cekap."

Ahmad dengan dialek Surakartaanya halus menjawab.

"Mad Mad, gak usah tawadu' ah, bene kene termotivasi karo pencapaianmu."Fahmi yang masih penasaran jua.

" Alhamdulullah sampun 900 Mas."

Akhirnya Ahmad buka suara.

"Whatttt, Ba'da Mulud bisa  nyewu lu Mad?." Tanya husen, "Pandungane mawon mas."

"Jossssss koen mad, 3 minggu nkas  liburan mulud, koen iso liburan kanti tenang yo." Fahmi memuji ahmad "Aaaminnnnn".

Husen sambil nyeruput kopi pahitnya masih geleng-geleng dengan pencapaian Ahmad, dia baru menyadari, dibalik diamnya penuh dengan pikiran dan hafalan.

FYI Seminggu lagi kelas 2 Aliyah Tam-taman dan Mumi (Muhafadhoh Mini) paralel terus agendanya hingga tiga minggu mendatang baru liburan mulud. Maka tak heran disepanjang pojok pondok, hingga dibalik bilik pesantren, tangan santri nampak tegang memegang kitab minimal  nadzom. Sibuk dengan sendirinya.

 Tiga Hari menjelang Mumi

"Af'ilaton af'uluuuuuunnn tsumaa, tsuma..."

Fahmi lalaran diatas  serambi hitam," Tsumaa Fi'lah". Husen langsung nyaut, karena sedari awal tahun yang dilalar husen langsung ke bab Jama' taksir. Bab paling sulit dihafal. "halah miiii, jek bulet ae konnn Jama' taksirmu, Ngono peen melok Nyewu".

" Proses Bosss, Prosesss tungguen hasile".

Sejurus Kemudian...

"Monggo kang.....".

Ahmad lewat didepan fahmi dan husen, sambil nyanking kopi Brontoseno hitamnya. Namun saking sepanengnya mereka berdua mengabaikan sapaan Ahmad. baru 3 jengkal lewat " Loh, sen itu tadi bukane Ahmad?". " Lah iya miii....".

"kok damaimen ya, kita pusing hafalan, dia malah enak-enak Ngopi".

"haiisss , jarnooo, lanjutkeun Hafalanmu."

"Husnudzon aja miii, lihat noh diselempitan pecinya, ada Nadzomnya kan".

Nampak di selimpitah peci sisih kanan Ahmad ada Nadzom alfiah ukuran setelapak tangan, sudah lusuh, covernya hampir cerai dengan isinya, tinggal satu staples yang masih nempel,  tanda kalau sering dipegang dan dilalar.

Detik-detik Mumi

Selesai Ngaji Bandongan kitab Bidayatul Hidayah, yang dibacakan oleh Ustadz Ghozali, sepanjang perjalanan menuju kamar U 9 , raut muka  husen agak aneh, mimik wajahnya terlihat geregetan mangkel, tangan kanannya erat memegang kitab muroqil ubudiyah, syarah dari kitab Bidayatul Hidayah, yang dibalut sajadah warna merah, tangan kirinya nampak sibuk garuk-garuk bokong, jari jemarinya menari-nari diatas sarung atlas." Wonten nopo kang Husen?"

Ahmad yang berjalan membuntuti dari belakang bertanya kepada Husen " ini Lho sen, guatelll poll  Poll bokongku, di cokoti tinggi (Tungau) koyaknya".

"Haluahh, ndak usah nyalahno tinggi, koen ae seng ra tau ados sen". Fahmi ngentahi, sambil meloncati bancik demi bancik yang menghubungkan gedung Muhafadhoh dan warung Akrab 2. " Dapuranmu mii, kayak lu tidak aja ". "Mpon kang monggo lanjut mlampah teng kamar, keburu surup, mangke dalu mumi lho". Ahmad nyoba melerai mereka berdua. 

Gedung Al-Ikhlas tempat ngaji bandongan mereka, sudah terkenal sedari dulu banyak tungaunya, apalagi lantai 2 dan 3,  yang masih berlantai kayu Jati. Praktis jika tidak memakai Sajadah tebal, harus rela shodaqoh darah kepada tungau-tungau.

Selepas nyeker kurang lebih 300 M. Dari Gedung Al-Ikhlas hingga Kamar U-9,mereka bertiga bergegas menyiapkan Alutista mandi, buru-buru lari ke jeding sewu, sambil ngantri.


Malam ini merupakan penentuan bagi mereka, jika berhasil setor 900 Nadzom, maka bisa ikut nyewu yang akan dilaksanakan Ba'da Mulud mendatang, jika kurang 900, otomatis gugur, dan harus menanggung konsekuensi takziran.

Nyewu bagi santri merupakan puncak prestasi hafalan, sebuah pencapaian yang tidak bisa ditunaikan oleh sembarang santri, disamping harus setor 1002 Nadzom, proses hafalanya penuh dengan drama, cobaan acapkali datang bagi mereka yang menghafal. Harta, Tahta, dan Wanita. Menjadi momok menakutkan, jika terlena, jangan harap khatam 1002.

"Kang, sakderenge berangkat ampun supe teng Maqbaroh mbah yai sepuh, nyuwun Ridho".  Kang Ahmad mengingatkan Husen dan Fahmi, respon mereka berdua
 Nampak senyap, terdiam, hatinya seolah tergugah. Namun pada akhirnya Ba'da Jama'ah Mahrib mereka ke Maqbaroh, tawasul ke mbah yai sepuh. Dengan perasaan was-was, berkecamuk dengan kantuk, Fahmi dan Husen siap berlaga dimedan perang, mengalahkan kebodohan dengan cara menghafal. Sedangkan Kang Ahmad dengan Optimis bisa melibas habis 900 Nadzom lebih.

"Mas, kok ketingal gobyos kengeng nopo njenegan ?". Husen dan Fahmi diam, kowah kowoh sambil bersandar dibawah pohon trembesi depan Aula Al-Muktamar, 2 kancing baju teratas mereka terbuka, menandakan lagi  ngisis "Alhamdulillah mad, aq seh ra nyongko, iso apal 900+1 Nadzom". " Iyo mad, masio oleh syafaat ko Penyimak, akhirnya sesuai target". Fahmi mengiyakan rintihan Husen, yang masih lemas tanpa dinyana mereka lolos 900 Nadzom, kunci untuk bisa nyewu.

 " perjuangan njenengan berdua sudah tertuangkan oleh Syekh Muhammad bin Abdullah Al-Andalusi, dalam Motivasinya yang berbunyi #
  .   .
"Aku takan putus asa dalam meraih cita-cita sejati, walau cobaan datang silih berganti menghadangku. Aku tidak akan duduk bertopang dagu karena pertempuran, meski menghadapi gelombang musuh yang datang silih berganti".

 Fahmi dan Husen masih bengong saja, masih belum percaya dengan hasil Mumi tadi, mereka sadar bahwasanya kalam-kalam Alfiyah itu penuh motivasi, maka tak ada alasan untuk berhenti.

"Nggeh mpun kang lek ngoten, kulo bade pamit rien, ampun supe teng maqbaroh, tawasul maleh dateng beliau." Kang Ahmad ndloyor pergi, entah kemana arahnya. (La ya'rifal wal ilal wal ).

Pagi Harinya

"Mad, lagi ngapain koen?" "niki kang Fahmi,  Bade nenggo jemuran". "Haishhh Mad-mad, oh ya mad, ini kita ada undangan laga persahabatan, Alumni MA Vs Kelas 3 MA nya". Fahmi mengajak Ahmad main bola di MAnya dulu, yang masih seatap dengan pesantren Induk ini. "Mboten ah mas, njenengan Berangkat mawon".

"Haduh mad-mad, eman iki mek setahun pisan lagane." " Mboten Mpon". Ahmad ndak biasany nolak diajak main bola, dulu waktu MA paling semangat main bola, posisinya biasanya Play Maker,  tapi semenjak Nyewu ini agak ogah-ogahan main bola, hingga badanya terlihat kerempeng, tanda jarang olahraga.

Liburan Maulud Tiba

"Yesss liburrr, sennn koen meh nandi liburan 10 dino iki?". "Meh nonton Derby Jatim nuw, mari  ngunu Awaydays ndek Sleman ". " Lha koen Mad, liburan kok malah tura-turu ?"
 "Kulo Gampil Liburane Mas, njenengan rien mawon".

 "oh yawes lek ngunu,".  Fahmi & Husen Pamitan mau pulang, sedangkan Ahmad masih  rebahan.
Ahmad  berniat untuk tidak pulang, dia ingin memanfaatkan waktu liburan ini untuk menghatamkan Alfiahnya, lumayan 10 hari, 1 hari 10 Nadzom, dapat 100 . Bisa segera khatam.

Namun semenjak berlaga dimedan mumi, kesehatan Ahmad nampak turun, nafsu makanya berkurang, pergerakanya lamban, sampai puncaknya Ahmad harus mengurungkan niatnya hafalan dan menghatamkan dipondok. Ahmad terpaksa pulang jauh-jauh ke Sumatera, karena kesehatanya memburuk. Diantar kedua temanya, Faisal dan Tejo.

Pulang

Setiba dirumah, suhu badan Ahmad Naik, tetapi tidak mau diperiksakan ke Dokter,  raut mukanya menunjukan pucat pasi, setelah berusaha menyembunyikan rasa sakitnya, Kang Ahmad mau juga diperiksakan kedokter spesialis penyakit dalam, setelah di rotgen tidak terlihat penyakitnya, disela-sela treatmen ke Dokter,  Nadzom Alfiyah Kang Ahmad tak mau lama-lama lepas dari tanganya, Kang Ahmad tetap ikhtiar lalaran, demi cita-cita mulia 1002 Nadzom.

Saran Dokter, Kang Ahmad supaya dirujuk ke Rumah Sakit, benar saja setelah di scan, diantara paru-paru dan Jantung terdapat tumor yang menghambat saluran pernapasan dan saluran makanan.

Sewaktu jatah liburan habis, Kang Ahmad Memaksa untuk kembali ke Pondok walaupun kondisi badan tidak fit, dikarenakan masih ada  ujian lagi di pondok. Karena tekad kang Ahmad kuat, sebesar apapun rintangan tetap diterjang.

Selesai Ujian Pondok, Kang Ahmad menyempatkan Ngobrol dengan 2 teman kocaknya, bertukar cerita, kisah selama liburan, namanya Kang  Ahmad tetap Kang Ahmad, dia tak menceritakan betapa pedihnya menahan tumor yang mencokol  dijantung dan paru-parunya.

Kang Ahmad kemudian pulang lagi, tetap diantar sama Faisal dan Tejo, karibnya dari satu Jam'iyah. Melanjutkan pengobatan. Lagi-lagi keistiqomahanya hafalan tak pernah lepas, sakunya tak pernah kosong dari Nadzom maupun buku persiapan hijau.

Khatam Alfiyah

Di hari Minggu kelabu itu, suasana kota Jambi agak redup, tidak cerah seperti biasanya, Allag SWT. Memanggil Pulang Kang Ahmad ke haribaanya.

Kang Ahmad sebelum perang datang, sudah dipanggil pulang oleh Allah, Nyewu kurang 40 Hari, tapi kang Ahmad meninggalkan Dunia ini terlalu dini.

Tapi, manakala kang Tejo mengambil Nadzom Kang Ahmad disakunya sebelum di tahjiz mayitnya, dilembar terakhir tertulis" " 16 Robi'ul awal 1441 H" . Menandakan satu hari sebelum dipanggil, Kang Ahmad sudah Selesai Hafalanya, meskipun tidak ikut festifal Nyewu, bisa saja Kang Ahmad mengalami hal yang pernah dialami Syekh Jalaludin As-Suyuthi, Wakila kitab hadits karanganya Jami' Shoghir di tashih langsung oleh Rosulullah SAW.  Bisa saja selesai Hafalan 1 hari Full Kang Ahmad disimak langsung oleh Syekh Muhammad Bin Abdullah Al-Andalusi, sang pengarang Nadzom Alfiyah. Wallahu A'lam.

Setelah turut Hurmat tahlilan sampai hari ke-7. Kang Faisal dan Kang Tejo kembali Pondok, sampai dipondok langsung meminta surat permintaan do'a,

." Hai jo, endi dapurane Ahmad". Belum sempat tejo duduk, langsung dicerca pertanyaan oleh Husen. " lha yoo, endi Bocahe, aku wes kadung semangat hafalan Alfiah iki, ndi wonge tak kon nyimak!".

 Seperti biasa, fahmi ikut bersuara. " Punten kang, Ahmad sampun Wafat!". Suara lirih faisal terdengar perih bagi warga kamar U 9. Mereka yang lagi wira-wiri umek persiapan Madin terdiam sejenak, waktu seoalah berhenti berputar, sejurus kemudian Faisal dan Tejo dikerumuni oleh 20-an warga kamar yang hanya berluas 4x5 ini, Faisal & Tejo dicerca berbagai Pertanyaan, bak pengacara yang habis menjalani sidang . Apalagi Fahmi dan Husen yang pertanyaanya amat Frontal.
"Sen, Mi nanti bubar madin kita ngopi di Lapangan Muktamar, .mumpung malam Kamis, malam yang panjang, nanti tak ceritain kisah berpisah Kang Ahmad dengan kita."

Wasiat Terakhir

Treteng....  tengg.... tengg......
( Bel Pulang terdengar )
" Mengenai perubahan kang Ahmad 2 tahun terakhir, sebenarnya bukan dia Ja'im maupun sok Alim, gegara Kang Ahmad memendam Tumor Ganas di area Paru-parunya". Kang Tejo membuka Obrolan mereka bertiga dibawah pohon mangga barat muktamar.

Sementara Fahmi dan Husen tatapanya hampa," bahkan penyakitnya semenjak masih MA, ditahanya sendiri jauh sebelum itu sejak sebelum Mondok sudah mengidap penyakit misterius ini, puncaknya ya 2 tahun terakhir ini, badanya kurus, mudah lemas, tapi untuk semangat mempeng, kalian berdua tak ada apa-apanya ".

 Fahmi dan husen geleng-geleng, mereka merasa bersalah karena sebagai teman seangkatan ndak faham jika Kang Ahmad punya riwayat sakit.

" 2 hari sebelum kepergianya, Ahmad berpesan pada kalian, untuk melanjutkan Nyewu, dia bilang jangan ngaku santri jika tidak bisa nyewu, apalagi kalian bisa meneruskan cita-cita kang Ahmad untuk Mondok setidaknya 12 tahun". Husen menghela napas panjang , mendengar pernyataan Tejo, mencoba merelakan seorang yang telah 5 tahun berjuang bersama dalam  menuntut ilmu.
Kemudian Fahmi dan Husen bergegas ke pondok  MAanya dulu, guna  tahlilan bersama teman seangkatan, Aryamada Berduka.

Al-fatihah untuk Kang Ahmad Hidayat Maulana yang wafat pada 15 Desember 2019 kemarin. Cerita ini ditulis atas inspirasi kisah Ahmad Hidayat yang menghafal Alfiyah Hingga Akhir Hayat.

@Elnahrowi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun