Dalam penerapan Kurikulum Merdeka, banyak guru mengeluhkan beban administratif yang semakin berat, terutama untuk membuat RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) dan mengevaluasi pembelajaran berbasis proyek.
Penelitian menunjukkan bahwa beban administratif sering kali menyita waktu guru yang seharusnya digunakan untuk fokus pada pengembangan materi ajar yang kreatif. Administrasi yang berlebihan ini pada akhirnya mengurangi efektivitas pengajaran.
4. Kurangnya Sosialisasi dan Pemahaman tentang Kurikulum Merdeka
Sebagian besar guru dan kepala sekolah masih merasa belum cukup memahami konsep dan tujuan utama Kurikulum Merdeka. Sosialisasi yang kurang mendalam menyebabkan pemahaman yang tidak seragam di antara tenaga pendidik, sehingga penerapan di lapangan menjadi berbeda-beda.
Akibatnya, murid di sekolah A bisa mendapatkan pengalaman belajar yang sangat berbeda dari murid di sekolah B, meskipun keduanya mengikuti Kurikulum Merdeka.
Tantangan dalam Mewujudkan Kurikulum Merdeka
1. Kebutuhan Penyelarasan dengan Sistem Evaluasi
Kurikulum Merdeka pembelajaran yang lebih kreatif dan mendalam, tetapi sistem evaluasi yang digunakan masih seringkali mengandalkan metode ujian standar.
Tantangannya adalah menemukan sistem evaluasi yang mampu mengukur kemampuan berpikir kritis dan kreativitas siswa secara efektif. Meskipun sistem penilaian berbasis proyek sudah diterapkan, banyak sekolah masih kesulitan menyelaraskannya dengan pola evaluasi yang sudah ada.
2. Pengembangan Materi Pembelajaran yang Relevan dan Kontekstual
Dalam Kurikulum Merdeka, materi pembelajaran diharapkan bisa disesuaikan dengan konteks dan kebutuhan daerah masing-masing. Namun, tidak semua daerah memiliki sumber daya yang memadai untuk mengembangkan materi lokal yang relevan.
Misalnya, sekolah di pedalaman mungkin kesulitan mengakses materi pembelajaran berbasis teknologi atau mencari referensi terkini untuk siswa mereka. Keterbatasan ini menjadi tantangan besar dalam menciptakan pembelajaran yang sesuai dengan kondisi lokal.