Banyak keluarga yang jarang sekali mengajarkan anak-anak mereka tentang manajemen keuangan, seperti bagaimana mengelola uang, menabung, atau memahami perbedaan antara kebutuhan dan keinginan.
Ketika anak tumbuh dewasa, mereka cenderung tidak memiliki dasar kuat untuk mengelola keuangan pribadi, yang berujung pada perilaku boros atau doom spending.
3. Budaya Materi sebagai Bentuk Cinta Â
Beberapa orang tua menunjukkan rasa cinta kepada anak-anak mereka dengan cara membelikan barang-barang mahal. Ini tanpa sadar mengajarkan anak-anak bahwa kebahagiaan terletak pada materi, dan mereka mungkin akan tumbuh dengan mengandalkan konsumsi sebagai bentuk pelarian atau cara mendapatkan validasi.
4. Tidak Memberikan Contoh yang Baik
Anak-anak belajar dari apa yang mereka lihat. Jika orang tua memiliki kebiasaan berbelanja berlebihan atau sering membeli barang-barang secara impulsif, anak-anak akan meniru pola perilaku tersebut. Mereka tidak akan memahami konsep pengelolaan keuangan yang baik jika tidak ada contoh yang jelas dari orang tuanya.
Mengapa Doom Spending Semakin Marak di Kalangan Gen Z?
Selain faktor pola asuh, teknologi dan media sosial juga memainkan peran besar dalam meningkatkan doom spending di kalangan Gen Z. Platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube dipenuhi dengan iklan yang menargetkan anak muda, serta influencer yang terus mempromosikan gaya hidup konsumtif.
Gen Z, yang selalu terhubung dengan dunia digital, menjadi kelompok yang sangat rentan terhadap tekanan sosial dan godaan konsumerisme.
Selain itu, pandemi juga memperparah situasi ini. Dengan berkurangnya interaksi sosial dan meningkatnya rasa bosan serta kecemasan, banyak anak muda beralih ke belanja online sebagai bentuk pelarian. Mereka merasa belanja bisa memberikan kepuasan instan di tengah ketidakpastian yang mereka hadapi.
Tips untuk Orang Tua: Membentuk Pola Konsumsi yang Sehat pada Anak