Berolahraga, misalnya, tidak hanya baik untuk kesehatan fisik, tetapi juga bisa membantu mengurangi stres dan meningkatkan mood.
Aktivitas fisik melepaskan endorfin, hormon yang dapat membuat Anda merasa lebih bahagia dan rileks. Selain itu, meditasi dan praktik mindfulness bisa membantu Anda menjaga ketenangan dan mengendalikan emosi di tengah situasi yang penuh tekanan.
5. Bicarakan dengan Orang yang Dipercaya
Menghadapi lingkungan toxic di kampus bukanlah hal yang mudah, dan terkadang, Anda membutuhkan dukungan dari orang lain. Jangan ragu untuk berbicara dengan teman dekat, anggota keluarga, atau bahkan konselor kampus jika Anda merasa terbebani.
Berbagi cerita atau curhat dapat membantu meringankan beban mental dan memberi Anda perspektif yang lebih baik dalam menghadapi situasi.
Jika perlu, Anda juga bisa mencari bantuan profesional seperti psikolog kampus. Banyak kampus kini menyediakan layanan konseling yang bisa diakses oleh mahasiswa secara gratis atau dengan biaya terjangkau.
Jangan biarkan tekanan dari lingkungan toxic membuat Anda merasa sendirian atau tidak berdaya---dukungan selalu ada jika Anda mencarinya.
Menghadapi lingkungan toxic di kampus memang bisa menjadi tantangan besar, tetapi dengan strategi yang tepat, mahasiswa dapat tetap berkembang dan menjaga kesehatan mental mereka.
Dengan tetap fokus pada tujuan akademis, menetapkan batasan yang jelas, membangun pergaulan yang positif, mengelola stres, serta berbicara dengan orang yang dapat dipercaya, mahasiswa bisa tetap produktif dan menjalani masa perkuliahan dengan lebih baik.
Ingatlah, kesehatan mental dan kesejahteraan pribadi jauh lebih penting daripada terjebak dalam drama atau tekanan sosial yang merugikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H