Setiap kali warga menanyakan janji kampanyenya, Pak Joko selalu punya alasan: anggaran tidak cukup, waktu tidak memungkinkan, atau masalah teknis yang tidak terduga. Warga desa mulai merasa kecewa.
"Apa janji-janji itu hanya untuk kampanye saja, Pak?" tanya Bu Siti, seorang pedagang pasar yang dulu sangat antusias mendukung Pak Joko.
Pak Joko tersenyum getir. "Tentu saja tidak, Bu Siti. Hanya saja, ada banyak hal yang harus diurus, dan semua butuh waktu."
Tetapi, waktu terus berlalu, dan perubahan yang dijanjikan tak kunjung datang. Kecurigaan mulai muncul di benak warga.
Mereka melihat Pak Joko semakin sering pergi keluar kota, hidupnya semakin mewah, dan jarang terlihat di kantor desa.
Setahun setelah pemilihan, berita mengejutkan menyebar di seluruh desa. Pak Joko ditangkap oleh polisi karena dugaan korupsi.
Uang yang seharusnya digunakan untuk pembangunan desa ternyata dialirkan ke kantong pribadinya. Kehebohan pun terjadi. Warga yang dulu mendukungnya kini merasa ditipu.
Di balai desa, Pak Darto yang sudah lama tak terlibat dalam urusan politik, menatap pemandangan itu dengan sedih. "Saya sudah menduga ini akan terjadi," gumamnya.
"Kenapa Bapak tidak bicara dari dulu?" tanya seorang warga yang berdiri di sampingnya.
"Saya pernah mencoba," jawab Pak Darto. "Tapi tidak ada yang mendengarkan."
Warga desa akhirnya menyadari bahwa mereka telah tertipu oleh janji-janji manis yang tak pernah ditepati.