Dalam kesendirian dan kesedihannya, Satria menyadari satu hal: meski ia telah meninggalkan desa itu, belenggu diskriminasi dan prasangka masih menghantuinya.
Kebebasan yang ia dambakan tak pernah benar-benar ia rasakan. Baginya, kebebasan adalah hak yang seharusnya dimiliki oleh semua orang, namun kenyataannya, masih banyak yang hidup dalam penjara tak kasat mata, terbelenggu oleh aturan dan pandangan yang mengekang.
Di akhir hidupnya, Satria hanya bisa berharap bahwa suatu hari nanti, cinta dan kebebasan bisa berjalan berdampingan tanpa ada lagi diskriminasi.
Hingga saat itu tiba, ia hanya bisa menerima takdirnya, hidup dalam belenggu yang tak pernah terlihat oleh mata, namun sangat nyata di hatinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H