Mohon tunggu...
nagekeo bersatu
nagekeo bersatu Mohon Tunggu... -

nagekeo bersatu, pemilik forum di grup facebook nagekeo bersatu dan pemilik www.nagekeopos.blogspot.com, juga pemilik tabloid nagekeo pos ..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketika Anak Domba Bersengketa dengan Burung Merpati

25 Februari 2014   03:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:30 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13932486531954067619

CERITA KONYOL DARI PESTA REBA NGADA DI JAKARTA

[caption id="attachment_324451" align="alignnone" width="960" caption="di anjungan NTT, taman mini indonesia indah, jakarta"][/caption]

JAKARTA - Derasnya hujan yang mengguyur kota metropolitan Jakarta sejak pagi hingga menjelang malam pada Sabtu, 22 Februari 2014, berikut kemacetan jalan raya yang meresahkan, tak menghalangi niat publik Ngada dan Flores menghadiri pesta REBA di anjungan NTT, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Sabtu pekan lalu.

Terbukti sekitar 2000 warga Flores di Jakarta hadir dan mengalami event budaya yang pertama dan sangat berkesan di Jakarta, ibukota negara Indonesia juga ibukota yang bersahabat dengan seluruh etnis termasuk etnis Ngada dan Flores.

"Kementrian pariwisata dan ekonomi kreatif mengucapkan apresiasi (penghargaan) yang setinggi-tingginya kepada masyarakat Ngada karena yang pertama kali (dalam sejarah) merayakan seremoni adat (Reba) di Taman Mini ini," kata Hari Oentoro, Dirjen Sejarah dan Purbakala Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dalam sambutannya.

Hari juga menandaskan bahwa kebudayaan adalah sebuah kekuatan yang soft power yang bisa masuk (mempengaruhi) sektor lainnya termasuk ekonomi.

Abraham Runga Mali, tokoh budaya kelahiran Nagekeo, juga menekankan pentingnya eksistensi sosial dan budaya di tengah dunia yang cenderung mengutamakan atau berorientasi pada ekonomi ini.

"Narasi (Reba) luar biasa dan menopang sangat kuat eksistensi sosial masyarakat Ngada. Jadi social capital orang Ngada sangat tinggi," ujarnya.

Seperti orang Ngada, nenek moyang setiap etnis di Flores dan Indonesia ini telah memberi regulasi budaya atau adat, namun tidak banyak etnis punya generasi yang taat/patuh pada nasihat/petuah nenek moyangnya.

"Pesta ini (Reba) adalah karya terpuji karena memberi wawasan bagi anak-anak tentang adat istiadat Ngada, tradisi yang luhur dan mulia," ujar Uskup Mgr Vinsensius Poto Kota, dalam sambutannya. "Selama upacara ini, saya hanya pikirkan tentang anak-anak Ngada yang lahir di Jakarta."

"Reba masyarakat Ngadha Jakarta di Taman Mini Indonesia Indah. Kesannya sakral, anggun dan indah. Top abis.." tulis tokoh budaya asal Nagekeo Yosef Juwa Dobe Ngole di akun facebooknya.

Nagekeo Bersatu menyaksikan sendiri betapa besarnya animo dan antusiasme seluruh undangan. Meski tidak 100% seremoni Reba ditampilkan di Taman Mini, seluruh rangkaian acara itu berhasil menyatukan hati, pikiran, dan perasaan seluruh undangan ke dalam satu cinta yakni cinta ala MAKI REBA (nasi reba).

LEBU DEWA versus LEBU RAYA

Nagekeo Bersatu tiba di pesta Reba kemarin ketika Romo Ronnie Netto Wuli, Pr tengah dengan gagah dan bersemangat menyampaikan seruan/kotbah pada perayaan ekaristi kudus.

SUWIO .. UWI.., demikian Romo Ronnie selalu mengucapkan frasa ini sebelum mengartikulasi bagian-bagian penting dari makna pesta Reba bagi kehidupan rohani anak manusia.

"Dalam kehidupan kita, jagalah nama baik orang!" demikian salah satu poin yang diucapkan Romo Ronnie dalam kotbah itu.

Suasana mulai berbeda ketika, setelah kotbah usai, kelompok paduan suara melantunkan lagu Anak Domba Allah (ANA LEBU DEWA) diringi tarian uwi (ubi). Nyanyian yang lembut dan mendayu-dayu, dimotori oleh tokoh NTT Marselinus Ado Wawo, menghadirkan sebuah ekaristi kudus yang lebih sakral, tentu karena dukungan ritual Reba yang sakral itu.

Sayangnya, seketika itu pula, konsentrasi awak Nagekeo Pos buyar oleh kedatangan gubernur NTT, Frans Lebu Raya. Tiba-tiba ada yang nyeletup: "Ya..lagu LEBU DEWA untuk LEBU RAYA". Sempat tersenyum sebentar, awak Nagekeo Pos kembali ke suasana batin.

Lebu Raya, Uskup Mgr Vinsensius Poto Kota, Romo Edu Dopo, SY, Pater Hubert Muda, SVD, ECW Neloe (tokoh NTT), Anton Tifaona (tokoh NTT), Sonny Pago (tokoh NTT), Berto Lalo (kepala kantor perwakilan NTT di Jakarta) lalu bergabung dalam tarian uwi bersama penari dan umat usai komuni. Tarian Uwi tak kalah pamor dari Tarian Ja'i berkat dukungan koreografi Emanuel Sebo dan Karel Dae.

John Billy dan Syprianus Bate Soro, keduanya adalah master of ceremony (MC) atau pembawa acara terkenal di Jakarta ini, menjelaskan bahwa Tarian Uwi adalah puji-pujian kepada ubi, personifikasi seorang ibu (tokoh perempuan) ontologi. Ibu yang memberi keselamatan hidup, menyelamatkan dari kelaparan.

MERPATI MELECEHKAN

Agak di luar konteks, tapi Marsel Muja, tokoh masyarakat Ngada di Jakarta, justru menggunakan momen pesta Reba di Jakarta ini untuk mengekspresikan kekesalan pada ulah maskapai penerbangan milik negara bernama Merpati belum lama ini.

"Penerbangan (burung = baca: pesawat) Merpati telah melecehkan masyarakat Ngada," tandasnya saat memberi sambutan jelang penutupan upacara Ekaristi Kudus. "Tapi kami tetap mendukung tuntutan hukum atas bupati Marianus Sae."

Meski di luar konteks, Marsel Muja sangat piawai karena sukses menyedot perhatian undangan lalu mendoktrin makna Upacara Reba Ngada.

"Modhe ne'e soga woe, meku ne'e doa delu." Seruan SALING MENCINTAI yang menjadi makna inti dari Reba Ngada.

NAGEKEO TIDAK KEBAGIAN MAKI REBA

Tidak banyak warga Nagekeo di Jakarta menghadiri acara Reba Ngada kemarin. Beruntung bagi warga Nagekeo di Kupang, karena dilibatkan aktif saat upacara Reba Ngada beberapa waktu lalu.

Mungkin Jakarta sudah lebih jauh dari Ngada dan Nagekeo, dibanding Kupang, maka demikian adanya kesadaran mempertahankan tali kasih antar kedua kakak adik kandung ini mulai hilang di Jakarta.

Banyak sesepuh Nagekeo di Jakarta tidak mendapat undangan. Padahal mereka memiliki kerinduan yang besar untuk memperoleh momentum terbaik membangun tali kasih antara masyarakat Ngada dan Nagekeo pasca dipisahkan 7 tahun silam oleh negara melalui kebijakan otonominya.

MAKI REBA (Nasi Reba) sebenarnya bisa menjadi media paling efektif untuk membangkitkan kembali tali kasih. "Maki Reba, bagi saya, adalah menu paling istimewa dari kuliner sebuah etnis yang saya alami selama hidup dan perantauan saya," ujar Peppy Wuda, guru dan pemerhati sosial yang tinggal di Jakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun