Mohon tunggu...
Amerta Raya
Amerta Raya Mohon Tunggu... Petani - Petani

Catatan Manusia Pelosok Desa

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Berkah Jumat Kemerdekaan Tanah Surga Indonesia Raya

18 Agustus 2023   20:36 Diperbarui: 18 Agustus 2023   20:51 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh.

selamat sore, jumat merdeka!!!

shalom, om swastyastu, namo buddhaya, wei de dong tian.

Salam sejahtera bagi kita semua, salam kebajikan.

Rahayu rahayu rahayu.

Alhamdulillah ketemu jumat lagi, cepete puolll, ujug-ujug mak bedhundhug jumat. 

Tidak terasa, jumat kemarin belum ngapa-ngapain ini sudah datang jumat lagi.

Semoga saja masih bisa bertemu dengan jumat depan.

Kangen dengan hari jumat itu, karena banyak berkah. 

Sore ini Jumat 18 Agustus 2023 pukul 16:47 WIB aku baru mulai latihan menulis. 

Baru saja pulang dari makam, menghadiri undangan tahlil. 

Pagi ini aku ke makam tiga kali, sudah seperti makan obat saja.

Eh kalau obat itu dimakan atau diminum? 

Ya pokokmen wis koyo nguntal obat.

Pagi aku bangun jam tiga lebih beberapa mrnit, langsung mandi. 

Cukup lama gebyar-gebyur mandi, pokokmen sampai tak terasa dingin karena saking dinginnya. 

Terus minum air hangat satu gelas, bawa ke kamar segelas lagi air panas, sekalian nyencem kopi buat usai sahur. 

Lanjut sholat sunah taubat dan tahajud, dzikir iztighfar sampai jam empat lebih beberapa menit. 

Kemudian aku sahur masih dengan sayur bayam, tapi nasinya aku ganti pakai lepet ketan. 

Lepet itu isinya ketan dicampur parutan kelapa dan garam. 

Kalau di kampung ku dibungkus dengan daun bambu muda, kemudian direbus. 

Seharusnya bungkusnya janur bukan daun bambu muda. 

Jika menggunakan pakem Jawa dari yang diajarkan mbah Sunan Kalijaga. 

Yang sudah mateng terus dibakar juga enak banget, gurih.

Fillosofi terpopulernya kata lepet itu gabung an dari dua kata. 

Kata pertama berasal dari kata "silep" yang berarti "kubur, tutup atau simpan"

Yang kedua dari kata "rapet" yang berarti "rapat". 

Peribahasa yang terkenal tentang lepet adalah "monggo dipun silep ingkang rapet". 

Yang memiliki arti "mari kita kubur yang rapat". 

Peribahasa lain "ngaturaken sedoyo kelepatan kulo ingkang agung"

Dipopulerkan oleh mbah Sunan Kalijaga, beliau kreator kupat dan lepet sebagai fillosofi Jawa. 

Makna bahan yang digunakan dalam pembuatan lepet.

  • Ketan, menggambarkan ikatan yang kuat.
  • Kelapa parut, menggambarkan sopan santun.
  • Garam, menggambarkan keseimbangan hubungan umat manusia yang harmonis.
  • Janur, upaya yang dilakukan umat muslim dalam mencapai kesucian.
  • Tali bambu, menggambarkan pertemanan yang kuat.

Nah kalau daun bambu itu kurang faham fillosofinya apa, tapi cuma daun bambu muda yang bisa digunakan. 

Mungkin dulu inovasi baru dari orang kampung ku karena susah melipat janur.

Jadi diinovasikan menggunakan daun bambu muda yang masih lemes.

Kalau daun bambu tua karakternya kaku jadi mudah pecah sobek dan teksturnya kasar. 

Lepet versi kampung ku. Dokpri
Lepet versi kampung ku. Dokpri

Kemarin sore biyung bikin lepet sama nasi urab megono untuk selamatan panen padi. 

Selamatan ba'da subuh tadi di mushola, aku ikut mengamini do'a tok dan langsung pulang. 

Biasa keluar pintu mushola ya merapihkan sandal, kalau senyum saja bernilai sedekah. 

Semoga merapihkan sandal juga bernilai sedekah.

Sampai rumah langsung ke kakus, pipis dan wudhu sejenak. 

Kemudian mengisi air tiga botol dan jalan ke makam, karena kemarin sore lupa tidak ke makam. 

Kumandang adzan maghrib, alhamdulillah, waktu ku untuk berbuka puasa. 

InsyaAlloh latihan menulis lanjutkan nanti ba'da sholat maghrib usai tadarus. 

Tulisan ini aku simpan dulu biar aman, dan aku salin ke WhatsApp untuk duplikat.

Alhamdulillah, sholat dan tadarus sudah selesai. 

Buka puasa tadi nasi urab megono, nasi yang diurab beserta lauknya. 

Enak gurih, nasi, parutan kelapa, bumbu komplit, sayur dan ada teri. 

Terus makan pepaya yang aku petik disamping jendela kamar. 

Makan pisang berkat tahlil, pokokmen berkah semua. 

Kembali ke makam, tadi sampai makam pagi sudah ada biyung Misinah di makam mbah Suwarsan sebelahnya mbah Sutimi.

Yang ada rumputnya makamnya mbah Sutimi, langsung aku siram dua botol air.

Terus aku siram pohon melati di makam mbah Suwarsan. 

Terus mulai baca tiga surah andalan ku beserta tahlil. 

Selesai tahlil aku pangkas ranting pohon diatas malam, biar rapih. 

Sengaja pagi tadi aku bawa sabit.

Terus aku potong pohon melati turur aku rapihkan juga. 

Potongan pohon melatinya aku bawa pulang, untuk aku tanam di halaman gubuk. 

Sama biyung ngobrol nasab-nasab dulu di makam sambil menyapu.

Ada mbokde Mus juga masih satu buyut satu canggah dengan aku.

Terus kami pulang bersama, aku membawa pohon melati, sabit, tiga botol seliteran.

Sampai rumah aku letakkan semua dan bergegas aku persiapkan barang bawaan.

Tas dan hape dan satu buku.

Aku keluarkan motor, tas dan hape aku cangklong, pohon bunga melati aku jepit di leher motor. 

Didepan rumah ada suwo Pandoli dan kami saling sapa. 

Jalan menuju gubuk langsung ke gubuk tidak mempir ke Simbah. 

Sampai di jalan setapak tengah sawah sempat aku video sejenak sambil jalan naik motor. 

Sampai parkiran atas dekat turunan jalan setapak, aku parkirkan motor disitu, tidak aku bawa ke gubuk. 

Jalan kaki ke gubuk sekitar 50 meter. 

Sampai gubuk langsung masuk, naik dan ngecas hape, nyalakan radio dan gati pakaian dinas ku. 

Matahari belum nampak, udara pagi masih berembun. 

Aku turun nyemplung ke sungai pipis dan wudhu. 

Terus menanam pohon bunga melati ketemu Petani mas Aliman dan mas Alimi. 

Atau populer dikampung mereka disebut ipin-upin, kakak beradik tapi selisih umurnya tidak jauh.

Mereka membenahi aliran irigasi, dan kami sempat basa-basi ngobrol. 

Terus aku nyemplung kali lagi untuk berwudhu dan naik gubuk lagi. 

Sambil mendengarkan radio sambil membaca buku sampai sekitar jam delapan. 

Kemudian aku menyiram tanaman disekitar gubuk.

Terus nyemplung kali lagi, pipis lagi, wudhu lagi, naik gubuk lagi. 

Sholat dzuha dan nyicil qodho sholat wajib yang dulu aku tinggalkan. 

Betapa bodohnya aku, aztaghfirulohal adzim, ternyata sebodoh-bodohnya manusia itu ya aku. 

Usai sholat aku berkemas untuk pulang.

Lihat ada suwo Bukhaer sambil memikul sebitan kayu bakar. 

Aku panggil sambil bercengkrama sambil menutup pintu. 

Suwo Bukhaer naik keparkiran dulu, aku menyiram tanaman sedikit lagi. 

Kemudian jalan keatas, ketemu diparkirkan.

Ada Solikhin Bolkek (tukang berburu) lagi mengikat ramban alias pakan kambing. 

Pakan kambing asal memetik di ladang orang. 

Si Bolkek ini populer dengan caranya yang ngawur mencari ramban alias pakan kambing. 

Kata suwo Bukhaer "wah koyo ngono kae nek luru ramban, wis koyo tandurane dewe ae, asal ngrempel ae, jen ngawur tenan, wis koyo sawahe dewe" sambil ngelinting tembakau. 

"iyo yo wo, mranggali wit saingohonan wae, barang subhat sing marakno ora berkah kui" jawab dan tegas ku. 

Terus kami ngobrol sampai cukup lama, aku dan suwo Bukhaer sampai beliau habis dua lintingan terus aku jalan pulang. 

Ketemu petani sedang panen, kami saling sapa aku sempat berhenti sejenak untuk basa-basi. 

Kemudian jalan lagi, sampai lapangan voli ketemu pemuda lagi gerakannya kerja bakti membuat track lintasan lomba balap karung. 

Tadi seharian lomba anak-anak dan beberapa pemuda, besok lagi bapak, ibu dan pemuda.

Aku berhenti sejenak, ngobrol basa-basi dengan mereka, tanya jawab terkait persoalan yang muncul. 

Sampai hampir jam sepuluh baru aku pamit pulang. 

Sampai dirumah langsung aku potong kuku, tidak sempat tahalul menggundul rambut karena waktu sudah jam sepuluh lebih seper empat.

Langsung aku mandi, wudhu dan ganti baju dan siap jemput Simbah. 

Aku ambil plastik kresek dan aku isi dua bungkus keripik pisang dan sisan dua jeruk aku masukkan. 

Aku bawa dan sengaja lewat lapangan voli lagi, plastik kresek beserta isinya aku kasihkan ke pemuda yang sedang semangat bekerja. 

Terus aku sltinggal kerumah simbah. 

Aku masuk dan Simbah sedang makan di ruang tengah. 

Aku yakin Simbah lupa kalau hari ini jumat. 

Aku prancing obrolan karena tidak enak kalau langsung mengingatkan ke simbah. 

"wah rame kae pemuda mbah podo arep lomba koyone" kata ku. 

"ho'o lomba opo kae, kapan lombane?" tanya simbah sambil menikmati makan. 

"mboh engko, werno-werno koyone lombane, opo mulai mengko bar jumatan opo ngesuk, nyong ora ngerti" jawab ku sambil senyum. 

Aku lihat mimik muka simbah saat aku bilang jumatan, simbah terlihat senyum dan baru ingat kalau ini jumat. 

"oh mulai engko bar jumatan, hehe, sign ah tak njukuk lawuh tempe" jawab Simbah agak malu-malu sambil pergi kedapur. 

Usai dari dapur, Simbah langsung ke mushola untuk berwudhu dan langsung kembali masuk kamar untuk ganti baju. 

Beliau tidak mandi, karena kesiangan dan lupa kalau ini hari jumat. 

Soalnya Simbah ingat ini hari jumat pasti sarapannya lebih pagi. 

Biasa aku jemput jam setengah sebelas sudah didepan mushola berjemur atau kadang masih mandi. 

Ganti baju cukup lama, maklum sudah sepuh, 20 menitan. 

Menunggu sambil ngobrol dengan sepupu dan paklik dan mboklik, pun ada Muslih.

Dua puluh menit sudah, simbah baru keluar dan langsung kami berangkat. 

Starter motor dan bonceng Simbah ke masjid. 

Sampai masjid masih longgar, baru empat jamaah yang hadir. 

Ketemu lik Imbuh yang biasa mampir gubuk kalau kesawah, beliau sedang membentangkan karpet masjid, kami saling senyum tok. 

Aku dan simbah jalan kedepan dan aku bentangkan sajadahnya Simbah, kemudian sajadah ku. 

Kami sholat tahyatal masjid dan sholat mutlaq. 

Terus menunggu khutbah, masuk khutbah tema kemerdekaan. 

Pulang jumatan usai wirid dzikir bersama imam kemudian mengantar Simbah. 

Sampai teras aku langsung pamit pulang kerumah Simbok.

Sampai rumah parkir motor dan meletakkan sajadah kemudian langsung jalan ke makam menghadiri undangan tahlil dari keluarga mboklik Rohimah. 

Berangkat bareng pakde Mustaqim, sampai dimakam sudah banyak jamaah. 

Aku ambil mushaf Yasin dan ikut kerumunan, cari tempat yang nyaman. 

Duduk disebelah bapak-bapak sepuh, entah namanya siapa sepertinya undangan dari luar dukuh. 

Aku jabat dan cium tangan beliau dan aku duduk disampingnya, diantara kami ada batu yang sudah berlumut. 

Siang tadi sangat terik, semua jamaah mencari tempat yang teduh. 

Banyak duduk dibawah pohon, jarak jauh dengan makam.

Hanya para Kyai dan beberapa keluarga yang dekat dengan makam. 

Aku turut kepanasan, tapi aku membelakangi matahari agar tidak silau. 

Kalau mau neduh sebenarnya bisa, tapi jauh, khawatir kalau tidak dengar suara tahlilnya. 

Hampir satu jam badan turut dijemur, tapi asyik aja sih. 

Imam tahlil bacanya buru-buru karena sudah kepanasan, terik banget. 

Dampak EL NINO, tapi bagus sih, jadi corona bener-bener mati kepanasan. 

Terima kasih EL NINO, musnahkan corona, bakar habis. 

Pulang tahlil biasa ke rumah pemilik hajat untuk ambil berkat besek tahlil dengan bungkus plastik hitam. 

Terus pulang sampai rumah sekitar jam setengah dua. 

Nonton berita sejenak, biasa TVRI Klik Indonesia Siang sambil tiduran sampai bablas tidur beneran. 

Bangun kumandang adzan ashar, langsung beranjak ke kakus ambil air wudhu. 

Sholat qobliyah dan sholat ashar kemudian menunggu orang-orang lewat depan rumah. 

Kami pun ke makam lagi menghadiri undangan tahlil lagi, dari keluarga mbah Poni. 

Aku duduk dibelakang pakde Mustaqim dan pak Kyai Munajat. 

Sore masih cukup terik, jadi jamaah masih duduk jauh-jauhan karena mencari yang teduh. 

Yang dekat makam yasebagian saja, keluarga dan para Kyai. 

Usai tahlil pulang ke rumah pemilik hajat ambil berkat besek makanan lagi, kantung plastik putih. 

Hari ini dapat dua berkat, tapi isi lauknya ayam semua, yang satu ayam bakar, satunya ayam semur. 

Dua-duanya tidak aku makan lauknya, aku tidak suka demgan ayam. 

Aku makan tempe bacem yang rasanya sedikit hambar dan pelas kentangnya saja buat berbuka puasa, ayamnya biar dimakan oleh Bapak. 

Alhamdulillah, sampai dengan petangnya ini aku menikmati latihan menulis ku. 

Tadi sejenak nonton TVRI Klik Indonesia Petang pas nyala pas berita kapal kebakaran dan karhutla. 

Kapan itu kebakaran rumah, gedung perkantoran, banyak banget berita kebakaran.

Innalillahi wa inna illaihi roji'un.

Seni dan sastra hidup dalam kehidupan. 

Asyiknya tinggal di tanah surga yang memeberi kenikmatan hidup yang nyata. 

Semua makanan datang sendiri tanpa dibeli.

Buah dan sayur tinggal petik, nasi ada yang memberi.

Betapa nikmatnya, merdeka ditanah surga, tanah Indonesia Raya. 

Sudah pukul 20:35 WIB, latihan menulis aku akhiri sampai disini. 

InsyaAlloh lanjut latihan menulis lagi besok. 

Sekarang sholat isya' juga borong sepaket rowatib dan witirnya.

Mohon maaf lahir dan batin atas tulisan ku yang tidak bermutu ini. 

Salam dari pelosok Desa, terus melaju untuk Indonesia maju, Indonesia sehat, Indonesia hebat, Indonesia cerdas, Indonesia emas. 

Matur sembah nuwun. 

Nitip sehat, semangat dan jangan lupa bahagia. 

Alhamdulillah. 

Barokalloh. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun