Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh, selamat sore, shalom, om swastyastu, salam sejahtera bagi kita semua, namo buddhaya, wei de dong tian, salam kebajikan, rahayu rahayu rahayu.
Sore ini Rabu 9 Agustus 2023 pukul 16:00 WIB, bismillah mau bermesraan bersama kompasiana.
Seperti sebuah monolog saja ini, bercengkrama sendiri dengan diri sendiri.Â
Cuaca dikampung ku sangat cerah, silau, sorot surya menerpa kubah mushola.
Aku duduk diteras belakang sambil mendengarkan RRI Semarang, informasi berita lokal seputar Jawa Tengah.
Yok mari lari ke pagi hari, pagi dimana iler/jigong ku masih kering dipipi.Â
Aku melek sekitar jam dua lebih sperempat tapi bangunnya jam tiga, Hawa dingin walau mengenakan jacket, selimut.Â
Langsung aku beranjak ke kakus, keluar kamar udaranya dingin banget, masuk kakus semakin dingin.
Merespon hawa dingin, kandungan kemih ku reflek terperas jongkok dan pipis.Â
Cebok dan aku berwudhu, kemudian aku ambil air panas setengah gelas besar dan aku penuhi dengan air rebusan teresede.
Aku minum sampai habis dan aku ambil lagi satu gelas aku bawa ke kamar.
Aku sholat taubat dan tahajud dan dzikiran sambil menahan kantuk.
Sampai jam empat, aku habiskan minum dan beranjak sahur.
Aku makan sahur dengan sayur jamur dan lalap petai, alhamdulillah.
Aku bikin minum kopi satu gelas kecil, dan air rebusan teresede lagi satu gelas.
Kopi aku habiskan dan air rebusan teresede pun aku habiskan, aku tutup dengan air putih satu gelas.
Kemudian aku cuci piring dan gelas kotor, dan bergegas ke kakus pipis dan gosok gigi.
Tak lama kumandang adzan subuh, aku berwudhu dan segera kekamar sholat qobliyah.
Usai sholat qobliyah, aku unggah dua video pendek ke YouTube.Â
Aku tinggalkan hape karena kebelet pup, baru masuk kakus baru jongkok, suara mu'adzin iqomah.
"duh mesti ora uman jamaah pagi ini" gumam ku, menikmati pup sampai selesai.
Cebok dan kemudian wudhu, beranjak ambil handuk, malah rasanya keluar pipis lagi sedikit banget, setetes.
Kekakus lagi, pipis lagi, cebok lagi, wudhu lagi dan handukan lagi.
Aku ambil sajadah dan kupluk, dan sedikit pakai minyak wangi, jalan ke mushola.
Walau aku sudah tahu pasti sampai mushola jamaah selesai.
Lihat dari jendela sudah pada rukuk, aku benahi sandal jamaah untuk merapihkan semua.
Kemudian baru sampai depan pintu sudah salam "ternyata rukuk rokaat kedua" dan langsung aku pulang saja.
Aku sholat subuh dirumah, sampai dengan usai, wirid sejenak.
Langsung aku nyiapin tas kecil dan buku yang belum selesai aku baca.
Tak luput hape aku bawa, kalaunya ada moment menarik yang bisa aku abaikan.Â
Aku jalan kerumah simbah lebih pagi dari biasanya.
Sampai di mushola keramat/punden didalam masih ada lima jamaah yang wiridan, dua jamaah perempuan dan tiga jamaah pria.
Aku sempatkan mampir untuk merapihkan sandal mereka dan langsung kabur.
Aku jalan kerumah Simbah, aku masuk rumah dan biasa Simbah masih duduk disinggasananya.
Masih sambil udud lintingan tembakau juga, sambil batuk-batuk.
Tapi aku sudah malas mengingatkan untuk mengurangi atau berhenti merokok.
Suka ngeyel soalnya Simbah ku kalau aku ingetin.
Paling jawabannya "nek rokok iki ora sing marakke watuk-watuk, nek mangan sing kasap-kasap kae sing marakke watuk", iyo lah, iyain saja.
Dijelasin detail pun terkait buruknya rokok ya tetep tidak tedas, jadi sudahlah.
Aku nyalakan tipi saja, sembari numpang ngecas hape dan nonton TVRI Serambi Islami, sembari menghindari asap rokok.
Serambi Islami tadi pagi tayangan ulang jaman masih trand covid 19 varian delta, dimana muka masih mengenakan kaca.
Tema "Islam dan politik", politik yang islami, bukan politik uang, atau politik yang memicu konfik.
Bukan olitik yang memuja-muja dukungannya seolah tidak ada kekurangan.
Didalam politik jangan terlalu benci dengan yang lain siapa tahu suatu saat yang dibenci berbelok dan justru menjadi sahabat.
Pun sebaliknya, jangan terlalu baik, nanti yang dibaik-baikin disanjung-sanjung berbelok malah jadi musuh.
Takar seporsinya saja, politik itu ajang untuk saling sinergi, bukan malah memicu permusuhan karena beda pilihan.
Sekiranya demikian pemaparan Prof. Dr. H. M. Asrorun Ni'am Sholeh, M.A.
Beliau adalah ulama dan akademisi Indonesia.
Beliau menjabat Deputi Bidang Pengembangan Pemuda Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia.
Tak lama acara break, sekitar pukul setengah enam aku pamit kepada Simbah untuk ke gubuk.
Simbah sudah duduk disamping ku, turut menyimak tipi.
"mbah pamit tak mudun" kata ku sambil menggapai tangannya, ku jabat dan ku cium.
"mbok mengko isih peteng" kata simbah, aku ketawa saja, sambil ambil hape dan buku.
Aku salam dan jalan keluar rumah, diluar sudah terang, walau matahari belum keluar, didalam rumah ya masih gelap.
Aku jalan, sampai pesawahan menikmati udara pagi yang sangat segar.
Hamparan sawah seperti diselimuti mutiara, embun yang gemerlip.
Gunung-gunung tidak terlihat, tertutup kabut.
Matahari tak jua nampak, suara kuliah subuh juga sangat tidak jelas, hilang-hilang.
Dari suaranya pembicara kuliah subuh di masjid pagi tadi pak Imam Marzuki.
Aku jalan sambil menghirup dalam-dalam segarnya udara pagi bercampur embun.
Terus jalan sampai di gubuk, aku letak kan tas, buku dan hape diteras samping.
Aku nyemplung ke kali untuk pipis dan berwudhu, airnya jernih, dingin pula.
Aku masuk gubuk, biasa baca mantra, kemudian ganti baju, aku ambil tas dan hape di teras, aku bawa masuk.
Naim ke lantai dua dan ngecas hape, menyalakan radio dan tadarus sejenak.
Nah pas tadarus ini kesempatan olah vocal, mbengak-mbengok dengan suara lantang mengalahkan volume radio.
Bernostalgia dengan masa kecil latihan Qiroati dulu, aku ulang lagi.
Latihan Qiroati dengan me maksimalkan nada suara ku sampai habis, tenggorokan sakit, serak, tapi tidak kapok, terus aku ulang-ulang tiap digubuk.
Karena sepi ditengah hutan, jadi bebas suara kecang, kalau dirumah kasihan tetangga.
Genting rumah bisa runtuh semua karena suara falls ku yang tidak lebih merdu dari suara ember dan tong kosong.
Asyik teriak-teriak habiskan suara membaca surat Yasin.
Sampai hidung terasa plong, lendir-lendir sinus keluar sendiri dari tenggorokan.
Pokokmen sampai lantang, latihan A-I-U-E-O juga sabil senam muka.
Usai latihan olah vocal kemudian aku memungut kayu bakar dijalan depan gubuk, lalu aku bawa masuk ke pawon gubuk.
Aku obong-obong alias among geni alias nyalain api untuk genen alias menghangatkan badan dan merebus air.
Sampai semua ruangan gubuk mulek alias ngabluk alias dipenuhi asap.
Menjadi pemandangan apik kala asap bertemu dengan sorot surya yang menembus sela-sela pagar bambu.
Kemudian aku mencabuti rumput liar dihalaman depan teras.
Semua yang liar terkendali ku cabut semua, yang ngeyel alot ya potong.
Ku kumpulkan rumputnya dan kusapu halaman sampai bersih dan tampak elok.
Usai menyapu aku nyemplung ke kali lagi, cuci tangan sampai bersih dan pipis lagi, wudhu lagi.
Sekitar jam delapan lebih selesai, cukup capek jongkok mbedoli suket alias mencabuti rumput.
Rehat aku manfaatkan waktu rehat ku untuk membaca buku.
Buku yang asyik bisa menyita waktu ku, tidak terasa sampai jam sembilan lebih aku baca buku.
Aku tutup sejenak, aku ke kali lagi, pipis lagi, wudhu lagi dan meneruskan sedikit baca buku lagi beberapa lembar.
Sampai jam sembilan lebih dua puluh lima menit aku beranjak sholat dzuha.
Naik ke lantai dua, ganti baju dan matikan radio, kemudian sholat, sajadah selalu terbentang digubuk ku.
Pun kadang ada orang mancing yang numpang sholat di gubuk.
Kadang paklik Makhdum, kadang paklik Tohir, dek Dawam, dan sering orang mancing mampir untuk numpang sholat.
Jika aku ada kopi ya aku bikinkan kopi, usai sholat ngopi sambil ngobrol, duduk diteras samping.
Pun tak jarang pak tani kesawah juga menyempatkan untuk mampir.
Kalau pemuda kampung memang sengaja main ke gubuk, kadang bawa kawan-kawannya dari luar desa.
Sering juga bocil-bocil bolang cari ikan disungai, pasti mampir ke gubuk, terik-teriak memanggil ku untuk minta plastik.
Kadang minta kopi juga, kalau ada jajan ya aku bagikan.
Seru ada bocil-bocil itu mengeksplor alam, mengingatkan masa kecil ku yang suka tlisik alias bolang.
Usai sholat dzuha, aku lanjut tanggung jawab ku untuk nyicil qodho sholat lima waktu yang dulu aku tinggalkan.
Ditengah baca buku tadi ada pak ustadz Mataris juga, mau keladang meneruskan besik alias membersihkan gulma dikebun kopinya.Â
Beliau nyamperi aku yang barusan me tas dari kali dari berwudhu.
Aku jabat dan cium tangannya, sejenak kami ngobrol sepuluh sampai lima belas menit sambil berdiri dipinggir kali.
Beliau sambil besik bersihin gulma sambil dzikir sholawat, dapat kerjanya, dapat ibadah dzikirnya.Â
Singkroninasi hubungan manusia dengan alam dan hubungan dirinya dengan Alloh SWT.Â
Hubungan manusia dengan manusianya yakni selama berjalannya beliau dari rumah sampai diladang telah bertemu dengan berapa orang.Â
Sampai dengan beliau bertemu dengan ku juga bagian hablum minan nas.Â
Tak ubahnya diri ku, jalan dari rumah Simbok sampai dengan gubuk, ketemu berbagai macam perkara yang mendetail.
Daripada dzikir diatas sajadah sambil ngitung tasbih malah ngantuk, sambil aktifitas kan lebih asyik.Â
Sampai beliau pamit, dan aku meneruskan membaca buku, sampai selesai dan sholat.
Usai sholat, beresin buku sejenak, di teras literasi ku, dulu aku bikin gasebo sendiri untuk menaruh beberapa buku.
Dulu selagi masih ada, sekarang sudah ambruk.Â
Adem sejuk dibawah pohon nangka dan pohon durian, tepat disamping curug kedung dalan.
Usai aku sholat dzuha dan qodho, aku beres-beres sejenak, dan bergegas jalan pulang kerumah Simbok.Â
Ditengah jalan setapak ketemu pakde Mustaqim, mengendarai motor membawa tikar dan jaring untuk menutupi padi.Â
Sempatkan berhenti sejenak kami basa-basi ngobrol.
Ternyata beliau pagi-pagi sudah pergi ke kota pesisir, untuk membeli jaring yang benangnya tebal.Â
Cukup jauh ke Tawang Kendal, jarak tempuh memakan waktu tiga jam pulang pergi.
Beliau berkendara menggunakan sepeda motor honda grand, mana sudah lumayan sepuh.Â
Pun penglihatan sudah sambung dengan kaca mata, kemungkinan tadi perjalanan lebih lama, mungkin tempat jam lebih.Â
Tidak ada rasa capek pakde Mustaqim ini, sampai rumah langsung kesawah pasang jaring, sendirian pula.Â
Aku salut dengan tenaga beliau, walau sudah banyak cucu, tapi masih kiyeng, kendel, sosok yang tangguh.Â
Berhenti ngobrol cukup lama, kemudian beliau pamit menuju sawahnya dan aku berjalan pulang.Â
Sampai di rice mill aku lewat depannya, ketemu mbah Muslimin bersama istrinya mbah Sa'inah.Â
Mereka sedang membenahi jaring pekarangan rumahnya.Â
Kami saling sapa basa-basi sejenak dan sambil berjalan.Â
Jalan sampai dirumah aku langsung lewat teras belakang, meletakkan buku dan ngecas hape dan meletakkan tas.Â
Duduk sejenakenunggu kumandang adzan dzuhur, sembari leyeh-leyeh, nganginke badan ngeringin keringat.Â
Memetik pepaya dari jendela kamar, sebagian kecil sudah dimakan burung kutilang.Â
Tak lama burungnya datang dan kasihan pepayanya sudah tidak ada, sudah aku petik.Â
Kemudian kumandang adzan dzuhur, dan bergegas aku melaksanalan ibadah sholat.
Beberapa hari ini yang adzan bukan mbah Samiron yang biasa menjadi mu'adzin andalan kampung ku.Â
Beliau ku kira sakit atau meriang, nampaknya sedang sibuk disawah menjaga padi dari serbuan burung pipit.Â
Sedari pagi sebelum matahari muncul sampai sore hampir maghrib menjaga padi.Â
Pulang untuk sholat, biasanya gantian dengan istrinya.Â
Jadi yang adzan, kadang mbah Nasori, kadang paklik Muhammad Ihsan, kadang pak Kyai Jamzuri dan pak Kyai Samsudi.Â
Usai sholat dzuhur, sempat nonton TVRI Klik Indonesia Siang sejenak.Â
Berita vonis Hakim terhadap Ferdy Sambo CS, terus kasus Panji Gumilang, terus Lukas Enembe dll.Â
Memang benar hukum yang dibuat dan ditentukan oleh manusia itu tak seadil hukumnya Alloh SWT.Â
Ya namanya cuka manusia, kalau pun sekarang tidak disuap secara langsung bisa jadi.Â
Nanti beberapa tahun kedepan baru proses pencairan dananya, jadi bisa main rapih.Â
Jadi jejaknya akan samar atau bahkan sama sekali tidak membekas.Â
Manusia menghadapi manusia mah dengan beribu cara untuk menyelamatkan diri.Â
Didunia bisa berkelit menyelamatkan diri, di akhirat apakah bisa demikian? Bmenyelamatkan diri?Â
Kocar-kacir dan mukanya menghitam kala manusia menghadapi hukum Alloh SWT, menghadapi bala tentara-Nya, para malaikat yang tidak bisa disuap.
Tak lama nonton tipi, sampai tidak sadar kebangun sudah sekitar jam dua kurang beberapa menit.
Tidur lagi masih ngantuk, matiin tipi tok dan langsung tidur lagi, bangun pas kumandang adzan ashar.Â
Beranjak bangun dan langsung ke kakus, pipis dan berwudhu kemudian sholat ashar, wirid sejenak dan mulai latihan menulis.Â
Alhamdulillah, sampai dengan petang ini, pukul 19:47 WIB, belum sholat isya'.
Tadi sholat maghrib selesai wirid sejenak langsung kumandang adzan isya', belum tadarus.Â
Buka puasa cukup lama tadi, alhamdulillah, minum air rebusan daun teresede, makan pepaya yang aku petik dari jendela.Â
Makan lontong dengan sayur kulitso dan ikan manyung asap, lalap petai.
Terus cuci piring dan gelas kotor, masuk kakus pipis dan gosok gigi, wudhu, nulis sedikit kemudian sholat maghrib.Â
Sampai disini dulu sudah pukul 20:04 WIB, insyaAlloh lanjut latihan menulis lagi besok.Â
Sekarang sholat isya' kemudian istirahat.Â
Banyak kesalahan, mohon maaf lahir dan batin.Â
Salam dari pelosok Desa untuk Indonesia maju, Indonesia cerdas, Indonesia emas.Â
Matur sembah nuwun.Â
Nitip sehat, semangat dan jangan lupa bahagia.Â
Alhamdulillah.Â
Barokalloh.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H