Mohon tunggu...
Amerta Raya
Amerta Raya Mohon Tunggu... Petani - Petani

Catatan Manusia Pelosok Desa

Selanjutnya

Tutup

Diary

The Power of Writing Resume Buku Kang Ngainun Naim

26 Juni 2023   15:29 Diperbarui: 29 Juni 2023   04:27 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kegiatan ku dua hari ini latihan meresum, sedari kemarin siang sampai dengan sore ini. Begitu asyik dan bagi ku ini sangat mengesankan. Barokalloh.

Hahaha, walau membaca ku lambat, setengah lembar, selembar, maksimal bisa membaca sampai lima lembar, disela aktifitas sehari-hari, sering kali sembari kesawah aku tenteng buku, kadang mancing sambil bawa buku, besik alias bersihin kebon kapulaga dari gulma rumput liar sambil bawa buku, nyiram tomat, cabe, cukra-cakri buku selalu ku bawa, cari kayu pun bawa buku. Wajar jika banyak orang menganggap ku nyeleneh alias tidak wajar banyak celotehan yang mengatakan "cah edan ming sawah kok gawane buku, gowo buku kui ra yo ming sekolahan ora ming sawah ora ming kali, opo apan sinau karo medi?" hahaha. Ku anggap sebuah lelucon gonggongan seperti itu, tidak aku masukkan hati, justru mencari cambuk semangat ku untuk terus menenteng buku. Book is my bestie, no!!! Book is my darling, I love it. Hahaha. Minggu 25 Juni 2023 pukul 12:35 aku mulai latihan menulis, kali ini aku sajikan bentuk latihan resume dari bukunya kang Ngainun Naim  dengan judul "The Power of Writing" yang alhamdulillah sudah selesai dan khatam aku baca. Sebelumnya aku mohon maaf terkhusus untuk kang Ngainun Naim atas resume ku yang tentunya banyak kesalahan. Mohon koreksinya, matur sembah nuwun. Barokalloh. 

Aku awali di BAB I "Spirit Menulis" disini aku katakana sebuah passion alias gairah, yakni sebuah tulisan akan bermutu apabila dikerjakan dengan penuh gairah. Semua hal jika itu adalah passion maka tentu akan dilakukan dengan optimal, passion ini yang memicu mutu kualitas sebuah karya maupun produk, pun kualitas mutu akan terus naik sering dengan tingginya jam terbang yang juga menjadi kunci penting dalam berkarya. Ada juga yang diluar wajar, sekali menulis langsung memiliki kualitas mutu yang tinggi, disebutnya oleh kang Ngainun Naim yang seperti ini adalah kategori penulis ajaib, keberadaannya sangat minim, sangat sedikit. Passion ini mempengaruhi spirit dalam menulis, sekelas kang Ngainun Naim saja masih mengakui bahwa dirinya tak jarang kehilangan spirit menulis walau idea sudah menumpuk di otak. Tapi seorang penulis tentu selalu memiliki juris jitu untuk mendongkrak semangatnya dari segala aspek. Disebutkan salah satu yang menjadi sumber energi kang Ngainun Naim adalah Face Book. Dampak sosialnya adalah semakin banyak orang mencari kita entah untuk menulis atau pun diskusi, atau sepele saja orang menemui kita hanya sekedar minta foto dan tanda tangan di buku karya kita yang mereka beli. Semakin besar sosio impec-nya tak lain karena banyaknya tulisan kita.

Sub BAB "Ayo Membuat Blog", aku rasa karena blog menjadi bentuk media menarik dan asyik, semua media bisa digunakan untuk menulis, kembali ke passion kita dimana kita merasa asyik menulis. Aku rasa blog adalah poros dari seluruh media online lain, kita bisa manfaatkan blog menjadi rumah utama dari seluruh karya kita. Pada sub BAB ini kang Ngainun Naim memaparkan akan pemanfaatan media digital salah satunya adalah penggunaan blog. bahwasannya di media manapun (media konfensional maupun media digital) spirit literasi harus selalu dipupuk, tak lain utamanya untuk penguasaan keterampilan menulis. Adapun menulis dan membaca adalah bentuk satu kesatuan. Suka membaca terlebih dahulu kegemaran menulis pasti akan membuntutinya. Adapun teknis menulis akan beriringan tertata. Tulisan adalah salah satu bentuk komunikasi maka kuasailah keterampilan berkomunikasi. Keterampilan komunikasi yang baik akan menjadi sarana untuk membina persahabatan. Komunikasi dapat diasah dan komunikasi tertulis akan memiliki impec yang luas dan lebih awet meskipun tak secepat komunikasi foto maupun video. Jika saja kita mampu mengkombinasikan foto, video dan tulisan menjadi satu kesatuan alat komunikasi tentu akan memiliki pengaruh yang lebih kuat. Dengan sarana blog bisa kita sajikan foto maupun video disertai dengan tulisan atas buah pemikiran, catatan perjalanan, pengetahuan, pun sarana refleksi hidup. Menulis di blog maupun media online lain tentunya akan memiliki kemampuan jangkauan yang lebih luas.

Masuk ke sub BAB "Manfaat Menulis", tentu utamanya adalah meningkatkan kualitas dan kapasitas diri. Meng-upgrade kapabilitas diri. Bukan sekedar menulis itu dengan memindai tulisan dari satu buku ataupun catatan, namun kesetaraan makna dengan mengarang, kata yang sepadan dengan mengarang yakni mengungkapkan gagasan dalam bahasa tulis yang esensinya mampu tersampaikan kepada pembaca dan dapat dipahami. Tulisan adalah salah satu bentuk media komunikasi massa. Untuk mencapai komunikasi yang efektif dalam komunikasi tertulis harus meliputi perencanaan, perumusan dan penyusunan tulisan agar makna dan esensi komunikasi tersampaikan dengan baik. 

Adapun manfaat dari seringnya berlatih menulis yang dipaparkan oleh kang Ngainun Naim yang pertama adalah membangkitkan ide, dengan seringnya kita menulis, ide-ide segar nan jernih akan terus mengalir. Yang kedua yakni menulis mampu mengorganisasikan, membentuk struktur gagasan dengan konsep-konsep yang rapi terorganisir. Kebebasan menulis terbatas pada keruntutan alur, kejelasan argumentasi, penggunaan kata, dan banyak prasyarat lainnya yang memicu penyusunan gagasan dengan konsep yang terstruktur. Yang ketiga menciptakan jarak antara penulis dengan gagasannya agar mudah dievaluasi. Menulis tidak sekali jadi, hanya orang ajaib diatas tadi yang mampu menulis sekali jadi. 

Keempat, menulis membatu penyerapan dan pengolahan informasi. Menulis hakikatnya menafsiri, mengembangkan satu tema dari buah pikir si penulis. Belajar dan terus belajar, membaca dan terus membaca sehingga kemampuan mengembangkan informasi yang diterima akan sangat baik dan mendalam. Kelima, menulis merupakan solusi penyelesaian masalah, karena menulis merupakan ekspresi diri yang authentic. Yang keenam, menulis menjadikan diri kita sebagai pembelajar yang aktif dan mampu mendalaminya secara aktif. Berbobotnya sebuah tulisan dan kaya akan informasi sudah pasti ditulis oleh pembelajar yang tangguh, pbelajar yang sejati. Luasnya wawasan, dalamnya pengetahuan, menariknya keterampilan, hebatnya kemampuan tak lain tumbuh dari membaca dan menulis. Latihan menulis bisa dengan one day one quotes. Manfaatkan media apapun untuk karya yang baik, konteks dalam hal ini dalah menulis, sajikan tulisan dengan menarik dan atraktif. 

Masuk sub BAB "(Maaf) Babu Saja Menulis", kang Ngainun Naim menceritakan tentang seorang TKW yang sangat hebat dengan karya tulisnya. Beliau adalah Sri Lestari seorang buruh migran di Hong Kong. Sri Lestari mendunia dengan karya tulisnya "Babu Ngeblog". Sayogyanya kita iri dengan kemampuan bu Sri Lestari yang memiliki semangat tinggi, gigih dan getol dalam menulis. Dari blog menjadikan bu Sri Lestari eksis di dunia, membawakan dirinya dikenal secara luas. Ya, aku rasa kang Ngainun Naim berhasil atas ungkapannya untuk "mempermalukan" banyak orang yang memiliki potensi lebih dari bu Sri Lestari namun belum menulis, bahkan kaum terpelajar masak ya karya tulisnya masih plagiat. Hahaha.

"tinggalkan tulisan terbaik mu, walau hanya satu kalimat"

Kita masuk ke sub BAB "Energi Kata", ungkap kang Ngainun Naim apa yang beliau rasakan bahwa kata-kata yang tertulis itu memiliki energi. Sehingga mampu menemukan identitas diri yang baru seusai membaca dari sekumpulan kata-kata yang terangkum dalam sebuah kalimat yang tertata apik. Pernyataan imam Al-Ghazali "Jika kamu bukan anak raja, bukan anak bangsawan, bukan anak orang terpandang, maka menulislah" dan bait kata dari Pramoedya Ananta Toer "menulislah. Jangan peduli kan apapun hasilnya. Teruslah menulis, sebab jika engkau tidak menulis maka engkau akan hilang dari pusaran sejarah". Temukan sumber energi baru dari apapun dan darimanapun dari segala arah untuk mendongkrak gairah kita dalam membaca dan menulis. Membaca dan menulis merupakan kunci yang mendasari sebuah kemajuan, sayogyanya kita mampu membudayakan dalam diri kita untuk senantiasa membaca dan menulis, dan radiasikan energi literasi ini menjadi spirit bersama secara lebih luas karena membaca dan menulis mampu merubah hidup seseorang menjadi semakin berdaya. 

Selanjutnya masuk ke "Inspirasi Kepenulisan". Inspirasi akan Datang dari manapun, tinggal bagaimana kekuatan dan kemampuan kita mengelola dan mengembangkannya. Semakin baik pengembangan dan pengelolaannya akan mencetak sebuah karya yang tentu sangat baik. Kepenulisan yang sangat baik akan memiliki spirit didalamnya, seolah karya tulis itu hidup, memiliki "ruh". Bentuk karya apapun jika memiliki ruh maka akan terus hidup. Menghidupkan "ruh" dalam sebuah karya yakni dengan kreatifitas. Kang Ngainun Naim disini memaparkan terkait SMS dan Twitter sebagai tambang ide yang potensional. Menghasilkan sebuah tulisan membutuhkan proses dan perjuangan yang tidak ringan, banyak hambatan yang harus terus digempur.

Kang Ngainun Naim juga menjadikan status media sosial sebagai kabar akan diri kita, ada beberapa manfaat yang dipaparkan dari kebiasaan beliau menulis status setiap hari. Diantara ya adalah yang pertama silaturahim, kedua merawat tradisi menulis, yang ketiga menjadi sarana ibadah. Barokalloh. 

Kang Ngainun Naim didalam buku ini mengakui dirinya aktif menulis status di FB. Sedang aku tidak pernah aktif di media sosial apapun. Tapi aku mulai melatih diri ku untuk terus latihan menulis disini, kompasiana. Berkah dari membaca bukunya kang Ngainun Naim. Matur sembah nuwun, Barokalloh. 

"Penulis Tidak Mengenal Pensiun" tulis kang Ngainun Naim. Tapi nyatanya banyak penulis yang dulu merajai dunia media massa kini tenggelam begitu saja. Ada beberapa faktor ungkapnya, pertama sibuk dengan jabatan menjadikan idealisme menulis tidak mampu dipertahankan, sesekali masih sempat menulis namun tidak lagi memiliki aktualitas dan ketajaman analisis, wal hasil tulisan jarang di muat, dan perlahan Pena dan kertas digantungan sebagai pajangan. Faktor kedua kemapanan ekonomi, penghasilan yang cukup berlimpah menjadikan menulis tidak lagi dianggap penting dan otomatis ditinggalkan. Faktor ketiga adalah habisnya stamina, dalam jangkauan panjang kemampuan mempertahankan stamina secara konsisten akan sangat menguras energi, disini banyak yang berguguran dan memilih pensiun. 

Namun penulis yang memiliki komitmen yang kuat, menulis menjadi bagian hidup, kembali ke passion, separuh dirinya adalah tulisan. Kang Ngainun Naim yang mengutip pernyataan Prof. Dr. Mulyadhi Kartanegara "kalau kita tidak menulis satu halaman pun selama bertahun-tahun, maka tidak perlu heran kalau kita tak pernah maju dalam ilmu".

"Produktifitas Menulis dan Jebakan Plagiasi" disini kang Ngainun Naim memaparkan bahwa penulis berkualitas akan menghasilkan tulisan yang berkualitas. Orisinilitas menjadi aspek penting untuk menunjukkan bahwa tulisan tersebut bukanlah plagiasi namun benar-benar karya sendiri walau tidak seluruh tulisannya, melainkan sebuah kejujuran untuk menyebut bagian yang memang bukan miliknya sendiri. Di era yang serba mudah ini jika dilakukan penelitian secara obyektif tentu sangat marak kasus plagiasi, malah menjadi sebuah habits untuk berbagai kepentingan. Menulis yang baik membutuhkan kesabaran dan ketekunan. Sabar menghadapi berbagai hambatan dan godaan. Tekun untuk terus menulis, menulis dan menulis. Sikap sabar dan tekun ini yang mendorong seseorang mampu menjadi seorang penulis yang berkualitas.

"Lakukanlah menulis seolah bermain tapi serius, serius tapi bermain"

Sub BAB berikutnya "Syarat Penting Menulis yang Baik", menjadi penulis yang baik itu... proses. Hahaha, kang Ngainun Naim saja yang karyanya sudah segudang beliau mengakui dirinya masih belajar untuk menjadi penulis yang baik, BELAJAR, perlu kita pertebal kata tersebut. Hahaha. Sejatinya terus belajar, belajar dan belajar. Tak luput untuk belajar menjadi penulis yang baik juga harus mampu menerima berbagai kritik, tentunya kritik yang membangun, kritik yang konstruktif, yang memicu sepak terjang kita dalam menulis, menggugah gairah dan semangat. Faktor lain juga dengan banyaknya kita membaca yang tentu akan membuka banyak perbendaharaan wawasan dan kekayaan khazanah pengetahuan. Rajin membaca menjadi sebuah kunci utama dan syarat yang mendasar untuk menyajikan tulisan yang baik.

"Penulis adalah pembaca, tapi pembaca belum tentu penulis"

Kita masuk "Literasi Perjuangan", benar memang pernyataan kang Ngainun Naim "semakin tinggi tingkat literasi semakin besar pula kemajuan yang dapat diwujudkan". Tinggi rendahnya SDM ya kuncinya literasi. Literasi mampu mengubah kehidupan. Ketika kita mampu mengkritisi karya orang lain berarti kita harus siap dan memiliki argumentasi yang kuat dan konstruktif, argumentasi yang kuat dan konstruktif tentu didukung dengan tingkat literasi yang tinggi.

Pengalaman Menulis Pertama, kang Ngainun Naim memaparkan dirinya terpicu karena kondisi ekonomi, tapi aku sangat yakin (amit sewu) dari kemiskinan justru membentuk dirinya menjadi kaya akan ide, kreatifitas dan wawasan. Pengalaman dari seringnya kang Ngainun Naim gagal membentuk mental dirinya sekuat baja. Kekayaan ide, kreatifitas tumbuh dari keterbatasan, keterbatasan justru menjadi satu bentuk kelebihannya bukan sebuah kekurangan atas dirinya. Gagal coba lagi, gagal lagi coba lagi, gagal terus mencoba. Dan berhasil. Barokalloh. 

Masuk ke BAB II "Motivasi Menulis" kata kang Ngainun Naim Write or Die. Hahaha aku ra dong boso inggris. Pengalamannya akan naik turunnya semangat menulis, mengapa bisa terjadi? Banyak faktor, dari kondisi fisik yang kurang prima, belum terlatih menulis, mood dll. Mengatasinya dengan melakukan aktifitas menulis sesering mungkin, bisa dengan menulis setiap hari dengan menjadwalkan diri, memberikan waktu-waktu khusus untuk menulis, semisal kebiasaan kang Ngainun Naim yang sudah menjadi rutinitas menulis saat bangun tidur, kondisi lebih segar, dan mudah menghasilkan karya, karena itu adalah waktu-waktu yang kang Ngainun Naim miliki untuk menulis. Kalau aku ya siang seusai dari sawah, sembari rehat sembari latihan menulis, menulis ini dari siang tadi sampai sore ini, baru sampai halaman 51, lumayan latihan ngeresum. Hahaha. Benar juga pernyataan kang Ngainun Naim bahwa menulis merupakan manifestasi dari rasa syukur. Jadi bersyukurnya tidak sekedar ucapan alhamdulillah tapi menasarofkan dalam bentuk karya tulis, manifestasi kehambaan kepada Alloh SWT. Barokalloh. Energi positif yang dibagikan adalah nilai kemanfaatan dan bentuk ibadah. Dilakukan dengan rutin dan disiplin dengan penuh komitmen. Spirit "menulis atau mati" semboyan pak Emcho yang ditulis oleh kang Ngainun Naim. Menulis bagi kang Ngainun Naim tidak mengenal waktu, tempat dan keadaan. Beliau bisa menulis disela-sela kesibukannya yang sangat padat, beliau mengakuinya bahwa dirinya nyaris tidak memiliki waktu khusus untuk menulis. 

Aku tinggal sholat ashar dulu, sudah pukul 16:21 WIB, keasikan nulis gak terasa udah sore, hahaha. Baru sampai halaman 54. Sub BAB "Keajaiban Menulis". Lanjut sehabis sholat ashar. Barokalloh. 

Alhamdulillah, sudah pukul 16:46 WIB, mandi sudah, sholat sudah, wangi tentu, tapi kepala tetep botak dan gigi tetep tonggos, kulit tetep item, hahaha. Yok lanjut latihan meresum lagi. Hihihi. 

Masuk sub BAB "Keajaiban Menulis", kang Ngainun Naim menyatakan dirinya terinspirasi dari buku adiknya yang berjudul "Menulislah Setiap Hari dan Buktikan Apa yang Terjadi" karya Wijaya Kusumah panggilan akrabnya om Jay. Menulis memberikan banyak keajaiban ungkapnya. Ajaib sama dengan jarang ada yakni memberikan efek istimewa terhadap pelakunya. Dengan menulis setiap hari memberikan manfaat nyata walau dengan tulisan yang sederhana, om Jay menyatakan bahwa "banyak keajaiban yang akan anda dapatkan dari rajin menulis" yakni sesuatu yang luar biasa yang menyertai dam membuntutinya, dari mulai honor, terus juga tak jarang menjadi pembicara, mendapat banyak relasi, mampu membeli peralatan pendukung dan yang terkhusus menulis di blog menjadi alat rekam yang ajaib, blog menjadi perpanjangan tangan memicu untuk terus mencatat dan terus membuka pikiran dan otaknya untuk terus mengucurkan ide dan gagasan. Hikmah dari menulis setiap hari akan menjadikan kemudahan dalam menemukan dan mengolah kata. Menulis dan rasakan manfaatnya, anda akan menemukan keajaiban. Semua dimulai dari rasa senang dan hobi menulis ungkapan Wijaya Kusumah yang dipaparkan knag Ngainun Naim. 

Kang Ngainun Naim juga menyatakan bahwa "Penulis Itu Makhluk Langka", benar pernyataan beliau ini, ini telah menjadi cambuk untuk aku mencoba menulis, menyulut api semangat ku untuk menghasilkan karya dan terus berkarya. Banyak manfaat secara individual maupun secara sosial. Sebuah tulisan akan sangat mungkin turut berkontribusi terhadap kemajuan hidup dan peradaban. Kang Ngainun Naim seorang dosen yang tidak memiliki basic formal terkait dunia menulis tidak pernah menempuh pendidikan yang spesifik berkaitan langsung dengan dunia menulis, namun perjuangan dan telah banyaknya hasil karya beliau membuktikan kapabilitas dirinya sebagai penulis yang baik, diungkapkan beliau selalu memberikan spirit literasi membaca-menulis dalam berbagai kesempatan perkuliahannya. Mengajak untuk menulis karya secara terus-menerus agar mampu mencapai rasa cinta dengan aktifitas menulis, mewujudkan rasa cinta menulis dengan membuat karya tulis dan terus memupuknya sehingga menjadi sebuah tradisi, karena menulis harus ditradisikan secara luas, pun penulisnya harus diawetkan karena penulis adalah tergolong sebagai makhluk langka. Pengawetan diri dengan menulis, karena tulisan jauh lebih awet dibandingkan ucapan, ungkap kang Ngainun Naim bahwa keterampilan menulis itu sangat penting, tapi disayangkan hanya sebagian kecil saja yang menekuni. Dari situlah kang Ngainun Naim menyebut bahwa Penulis Itu Makhluk Langka.

Masuk part "Jangan Mudah Menyerah", memiliki keinginan menulis saja itu sudah anugerah, yakni potensi besar yang musti diapresiasi. Selanjutnya dengan menindaklanjuti dengan aksi nyata. Banyak yang ingin menulis tapi sebatas ingin belaka, dan hanya menjadi calon penulis karena hanya ada dalam angan, banyak mengeluh bukan bekerja keras mewujudkan tulisan. Kunci pentingnya adalah tidak mudah menyerah dan terus berjuang, mentalitas tahan banting, kemampuan menghadapi dan mengatasi berbagai hambatan dan tantangan dengan baik.

"Membaca itu ada seninya agar berkenan dan mudah tersimpan didalam ingatan, tertata rapi didalam memori otak, sehingga mudah kita buka lagi, karena aku lebih suka membaca bentuk konvemsional yakni bentuk buku daripada digital, jadi seni ku dalam membaca ya dengan corat-coret, mencorat-coret buku yang sedang aku baca itu rasanya asyik, bahkan aku gambari, tidak sekedar stabilo atau garis bawah, karena pas aku gambar itu aku ingat apa yang aku baca kala itu, pun aku beranggapan buku yang bersih itu bukunya para pemalas". Hahaha. 

Sudah maghrib, pukul 17:38 WIB, rehat berbuka puasa dulu, sholat maghrib terus nanti lanjut lagi. Isi sudah masuk ke sub BAB "Komitmen Menulis" halaman 64, mari berbuka puasa dulu, Barokalloh.

Alhamdulillah, berbuka puasa sudah, sholat maghrib sudah, ritual tadarus sudah, pukul 18:22 nih, lanjut latihan meresum lagi. Hahaha.

Sebuah tulisan tidak akan jadi tanpa ada komitmen. Menurut ku malah apapun tidak akan berjalan baik tanpa sebuah komitmen. Dalam hal menulis jika sudah terpupuk dengan komitmen yang kuat dan kokoh, maka akan terus menulis dan tetap menulis dalam kondisi apapun, sesibuk apapun harus mampu menyempatkan menorehkan pokok-pokok pikirannya. Di tuliskan oleh kang Ngainun Naim bahwasana seorang penulis terkenal Isak Dinesen mengatakan "aku menulis Saban hari tanpa berharap dan tanpa putus asa" dari ungkapan pernyataan tersebut dapat tergambar bahwa yang dilakukan adalah bentuk keihklasan. Menurut ku segala hal yang dilakukan dengan ikhlas pasti akan berbuah manis, oleh karenanya mari harapkanlah ridho-Nya dalam setiap karya kita, apapun karya kita. Semangat dalam menulis semestinya pararel dengan komitmen. Jadi bukan hanya relationship, pernikahan dan rumah tangga yang butuh komitmen, menulis pun sangat butuh akan komitmen. Disini dipaparkan bahwa kang Ngainun Naim sendiri sering gagal kala awal S-1 tak jarang tulisan yang selesai dirasa tidak memuaskan. Mungkin juga pernah merasa tidak percaya diri dengan hasil karya tulisnya, tapi beliau mengungkapkan yang penting dirinya menulis setiap hari walu satu paragraf. Pun banyak kritik yang masuk, bagi beliau kritik adalah bentuk penghormatan yang harus diterima dengan sepenuh hati. 

Mari masuk sub BAB "Berjejaring", tidak boleh menghindari pergaulan, tidak boleh menyendiri dan menutupi diri, karena dari sini akan terbentuk circle yang Saling menguatkan. Ketika berjejarin akan ada banyak kesempatan datang kepada kita terkait kepenulisan, maka manfaatkan kesempatan tersebut dengan sebaik-baiknya. Penulis harus berjejaring alasannya: Pertama bahwa penulis memerlukan pembaca, dan ini akan membentuk sebuah kolaborasi karena diantara pembaca tentu ada penulis. Kedua berbagi pengetahuan, pengalaman, strategi penerbitan, atau strategi measaran atas karya maupun buku yang dihasilkan. Ketiga saling mengangkat, ditulis kang Ngainun Naim kutipan Emcho, edifikasi lewat tulisan adalah mengangkat nama atau karya penulis lain dengan menyebutkan nama penulis atau karya penulis itu didalam karya penulis yang mengedifikasi. Secara simultan "martabatnya" meningkat. Keempat posisi tawar, ini akan memungkinkan membentuk berbagai kegiatan dengan dukungan pihak lain. Kelima pembelaan, hal ini bisa dilakukan secara bersama dan klasikal dengan jejaring yang kokoh. Yang keenam menulis bareng, kolaborasi dalam satu karya tulis.

"tapi tak jarang ada kalanya menyendiri sangat dibutuhkan untuk menggali dan memahami diri, bermuhasabah atau intropeksi, walau menyendiri dan menutup diri tapi selalu menuangkan perenungan-perenungannya dalam bentuk karya tulis, ibarat dipenjara tapi menghasilkan karya"

Masuk ke sub BAB "Tugas Penulis Itu Menulis" sebelum masuk resume, aku tinggal sholat isya' dulu sudah jam 19:02 WIB, lanjut sesudah sholat. Oke, Hehehe.

Siapkan keripik pisang dan krimer hangat untuk menemani melanjutkan resume lagi, pukul 19:32 WIB sembari nonton TVRI RUMUS program acara musik legendaris. Jaya terus TVRI, sajian musiknya selalu menjadi clue RUMUS kehidupan, hahaha.

Lanjut resume, "Tugas Penulis Itu Menulis", lah aku belum menjadi penulis jadi tugas ku latihan menulis. Hahaha. Tak lain tugas utamanya seorang penulis yang terus memproduksi karya, perkara menulis itu mudah atau sulit itu relatif tidak bisa di generalisasi. Belajar dan terus belajar, konsistennya dalam memproduksi karya menjadikan identitas diri sipenulis.

Nuliso sing becik pun ngucap yo sing becik karena ucapan pun tulisan sing becik itu menandakan bahwa penulisnya seorang pembaca pun pendengar yang baik, karya yang baik terlahir dari pribadi yang baik.

Masuk sub BAB "Injeksi Spirit Menulis" kejernihan sebuah tulisan dapat menggerakkan pembacanya, bacaan hanya sebuah pemantik, selanjutnya terkait aksi tergantung pada pembacanya. Penulis hebat, mereka yang mau berbagi pengalaman dalam menulis karena hikmah akan terpetik dari sharing pengalaman tersebut.

Lanjut ke "Tulisan dan Kepercayaan" lagi-lagi ditekankan bahwa tugas penulis ya menulis, adapu efek lain seperti honor, kenaikan pangkat, dikenal banyak orang dll, anggap saja sebagai bonus. Bangun passion menulisnya dulu, selebihnya adalah bonus. Simpel saja, tujuan menulisnya menggapai ridho Alloh SWT biar bonusnya banyak dan dunia akhirat. Barokalloh.

Masuk ke "Membuat Tulisan Ilmiyah Secara Renyah" wah enak ini kayak keripik pisang made in Simbok, Renyah, Kriuk, Gurihnya Bikin Nagih, hahaha. Kunci pentingnya adalah kemampuan menyerap entah itu pelajaran, informasi, atau sebuah kejadian. Kadang kala perkaranya tidak menarik, sepele dan biasa saja tapi kita mampu mengambil hikmahnya, maka dari hal yang sepele dan biasa tersebut menjadi syarat akan makna dengan penempatan yang tepat pula. Membuka diri untuk menerima segala informasi yang masuk, menyerap, menelaah dan mengkajinya. Karya Ilmiyah menjadi satu karya tulis yang cukup sulit, membutuhkan penelitian, harus menyajikan fakta, cermat dan jujur, tidak memihak, sistematis, tidak bersifat haru, mengesampingkan pendapat yang tidak memiliki dasar, sungguh-sungguh, tidak bercorak debat, tidak secara langsung bernada membujuk, tidak melebih-lebihkan. Pun karya tulis ilmiyah harus memiliki memiliki validitas yang tinggi, analisis dan interpretasi harus objective, kejujuran sangat penting, mana pendapat atau penemuan sendiri dan mana pendapat dan penemuan orang lain, jelas, tegas, singkat, sederhana dan teliti, kompak, continue dan lancar. Adapu kriteria karya ilmiyah bisa berbeda antara ahli satu dengan yang lain. Dipaparkan kang Ngainun Naim dimana tulisan ilmiyah menurut Prof. Fauzan, pertama well written, memperhatikan kaidah bahasa yang baik dan mudah dipahami, yang kedua well research, riset yang baik tentu dilakukan dengan serius, keseriusan yang dilandasi rasa senang, agar risetnya tidak mebosankan. Yang ketiga well organize, tulisan ilmiyah lebih ketat dari karya tulis lain. Keempat eye opening, yakni memberikan pengetahuan baru yang mencerahkan. Didalam karya tulis ilmiyah ada konsep mengikat makna ini yang menjadikan cukup rumit, dari tema yang diangkat, membutuhkan akurasi yang tinggi. Kedua penguasaan materi. Ketiga terlatih atau tidaknya dalam mengungkapkan pemahamannya dalam bahasa tulis. Keempat kurang banyak membaca menentukan mengalirnya sebuah tulisan karya tulis. Kutipan DePorter dan Hernacki, dalam tulisan kang Ngainun Naim Hernowo mengatakan bahwa menulis adalah aktifitas seluruh otak yang menggunakan belahan otak kanan (emotional) dan kiri (logika), dengan memanfaatkan dua belah otak maka akan terbentuk tulisan yang baik. Mengoptimalkan fungsi dua belah otak bisa dilakukan dengan beberapa cara, pertama dengan merasakan saat menentukan tema. Kedua bagaimana keadaan perasaan. Ketiga keadaan emosi. Keempat, perluaslah wawasan dan perkayalah perspektif, warnai tema dengan pelbagai kemungkinan. Kelima penggunaan imajinasi secara efektif. Keenam pacu antusiasme atau gairah, sulit dan kobarkan semangat. Ketujuh gunakan potensi diri. Kedelapan bagaimana perasaan saat bersentuhan dengan tema yang kita tulis. Setelah kedelapan ini bisa di lalui mengfungsikan otak kanan, kemudian kembali fungsikan otak kiri, kemudian gabunglah, senergikan dan selaraskan, sehingga sebuah karya tulis ilmiyah yang terkesan kaku akan menjadi lebih enak dibaca dan menggairahkan seolah hidup memiliki "ruh". Dalam semua karya, segala bentuk karya,"ruh" menjadi sumber utamanya yang menjadikan karya tersebut mampu dinikmati dengan baik. "ruh" dari sebuah karya adalah kejujuran dan ketulusan hati, sepenuh hati dalam berkarya, lillahita'ala mengharap ridho Alloh SWT semata.

Masuk BAB III "Alasan Menulis", pertama "Menulis Sebagai Tempat Perlindungan" menulis itu tradisi yang harus dirawat. Perjuangan menyelesaikan sebuah tulisan menjadi dinamika dan perjuangan tersendiri. Menulis dengan sepenuh hati akan mampu melembutkan hati, membentuk diri menjadi penyabar dan kemampuan menelaah diri, intropeksi atau muhasabah atas angan dan ingin yang mengitari otaknya, pun mampu meluluhkan lelah dan memadamkan api emosi, melatih kemampuan diri untuk menjadi lebih bijaksana dalam menentukan sikap, semakin teliti dan hati-hati.

"Menulis Sebagai Obat Stress" hahaha, ini relate banget dengan diri ku hahaha. Stress ku terlampiaskan dengan terus berlatih menulis. Benar-benar terobati. Aku membuktikan, aku mempraktikkan, aku merasakan dan ya menulis tidak selalu menyenangkan, tapi tetep harus di jalani dengan senang. Menulis adalah dolanan yang serius. Hahaha. Aktifitas yang sudah menjadi passion tentu akan dinikmati dalam menjalani. Menepis Keluhan dan ke tidak konsistensian diri. Melampiaskan tingkat stress dengan cara yang positif yakni dengan berkarya, salah satunya karya tulis.

Menikmati hidup adalah dengan menjalani kehidupan dengan apapun dan bagaimanapun kondisinya dengan penuh rasa menerima ridho dan ikhlas akan ketetapan-Nya terhadap diri kita, "sakmadyone" pun terus berusaha untuk senantiasa memperbaiki meng-upgrade diri begitulah syukur yang tak sebatas ucapan hamdallah. Barokalloh. 

Masuk ke sub BAB "Dosen dan Tradisi Menulis", menulis merupakan cara berkomunikasi secara tidak langsung. Sitik Maslahah Disebutkan kang Ngainun Naim bahwa menulis menurutnya adalah komunikasi untuk mengungkapkan pikiran, gagasan, perasaan, dan kehendak-Nya kepada orang lain secara tertulis. Komunikasi tertulis untuk pengungkapan pikiran dan gagasan yang diharapkan tercapainya maksud dan tujuan. Perkembangan komunikasi tertulis tampaknya kurang baik di Indonesia ini, karena budaya bicara lebih dominan dibanding dengan budaya membaca dan menulis. Dosen sebagai seorang intelektual sayogyanya harus terus memproduksi dan mengembangkan pengetahuannya lewat penelitian dan publikasi karya ilmiyah. Semakin produktif semakin luas pengakuan publik terhadap kapasitas keilmuannya. Melalui karya tulis seorang dosen mampu mengkomunikasikan pikiran dan gagasannya kepada khalayak ramai. Intelektualitas seorang dosen seharuanya tidak sebatas aktifitas mengajar, tapi mampu menerobos secara lebih luas untuk pengembangan keilmuannya. 

Masuk sub BAB "Mahasiswa Pasti Bisa Menulis", hahaha. Aku yang pengangguran saja bisa menulis, masak mahasiswa masih enggan menulis, hahaha. Abaikan dan harumkan nama mu dengan karya tulis. Bukan persoalan besar kecilnya pengaruh, tetapi yang lebih penting adalah kemauan dan kemampuan untuk menulis. Sayogyanya mahasiswa melalui menulis mampu memulai memikirkan bentuk strategi transformasi sosial. Peran apa yang dapat dilakukan mahasiswa era sekarang? Kontribusi yang nyata? Harusnya mampu melanggengkan gerakan menulis. Walau pengaruh tulisan tidak sehebat dan secepat gerakan fisik ataupun massa, tetapi pengaruhnya jauh lebih lama, mengikat, mengajar kuat dan mampu membangun kesadaran dalam skala yang sangat luas. Mau dan mampu untuk beraksi menulis apa saja, dimana saja dan kapan saja. Jangan terlalu peduli akan kualitas, berjalannya waktu kualitas akan akan naik dengan sendirinya. Bangunan utamanya dalam upaya latihan menulis adalah memompa semangat menulis, menjaga secara konsisten, tekun, rajin dan terua berusaha untuk menulis. Jadi kan menulis sebagai kegiatan yang kita nikmati dan kita hayati. Menurut kang Ngainun Naim "menulis baginya adalah nafas", maka menulislah sekarang juga, jangan lagi ditunda.

Weladalah keriting jempol ku, hahaha. Pukul 21:37 WIB, masuk ke BAB IV "Hambatan Menulis" sub BAB pertama "Saat Malas Menyapa" ya, ada kalanya malas menghampiri, penulis besar pun tak jarang dihampiri rasa malas, namun mereka mempunyai ramuan untuk menangkal dan menepia rasa malas itu, bukan seperti aku yang pemula masih latihan menulis, masih suka kalah dengan rasa malas. Hahaha. Tapi ini lagi sangat semangat, dari siang aku merangkum buku kang Ngainun Naim yang insyaAlloh sudah khatam aku baca. Alhamdulillah. Kita harus mampu mengfilter informasi yang masuk secara ketat, agar selalu memiliki gagasan yang jernih. Sikap malas adalah mentalitas negatif, ini bisa dikendalikan untuk orang yang tidak terlena dengan rasa malas yang muncul. Karena tak sedikit pemalas yang menikmati kemalasan. Orang yang tidak terlena dengan rasa malas akan mampu mengahironya dengan berbagai cara kreatif, terus berfikir dan berusaha keluar dari rasa malas dengan segera menulis tidak menunda-nunda lagi. Ada malas yang sipicu karena keadaan, malas karena mood, malas pemalas alias sengaja diciptakan sendiri, mentalitas seperti ini yang sangat berbahaya. Jangan sampai kita larut didalamnya kala malas menyandera kita, segera bangkit dan kembali menulislah. 

Sub BAB "Bingung Mau Menulis Apa" apapun tulis saja, dengan sering praktik akan memiliki peluang besar dalam menghasilkan karya. Menulis pengalaman, daily activities, bahkan apapun bisa kita tuangkan dalam bentuk tulisan. Percaya diri dengan hasil tulisan kita, jangan malu, jangan takut dan jangan kuatir kata kang Ngainun Naim.

Sub BAB "Buat Apa Menulis", buat cari jodoh bisa, buat cari cuan bisa, buat makan ayam bisa, buat apa saja bisa, bahkan buat membunub seseorang bisa dengan tulisan. Kembali ke siapa yang menulis. Ibarat pisau dapur yang semestinya sebagai pemotong bumbu dan sayur di tangan orang yang salah bisa untuk membunuh. Tak ubah tulisan bisa sangat tajam melebihi tajamnya gilete goal. Hahaha. Menulis ada yang bertujuan transcendental dan ini bersifat jangka panajang, tujuan yang tinggi dan mulia, tentunya akan memiliki pengaruh yang sangat kuat. Tujuan transcendental ini mampu menghasilkan karya yang bersifat abadi. Seperti kitab-kitab yang sudah beruaia ratusan tahun dan masik relate dengan kehidupan era milenial ini tak lain karena tujuan transcendental sehingga mampu menembus dimensi ruang dan waktu. Dengan tujuan transcendental maka ekonomi otomatis akan mengikuti sepanjang komposisinya ideal. Ibarat nanam kopi panen 10 ton ya kembali kan ke kopinya buat pupuk dan perawatan harus seimbang, jangan panen 10 ton terus pohon kopi dibiarkan begitu saja tidak dirawat, ya pasti panes selanjutnya tidak maksimal, harus ada timbal balik yang setimpat, feedback yang balance, untuk mencapai hasil yang optimal. Jadi kan menulis sebagai hobi, agar terus bergairah dan menjalani ya dengan penuh rasa senang. Lagi-lagi untuk merawat tradisi. Pun sebagai pembeda atas diri kita dengan yang lain, karena menulis itu sebuah aktifitas yang unik, tidak semua orang mampu menulis. Ketika aktifitas menulis sudah menjadi tradisi didalam diri kita sayogyanya harus kita jaga dan lestarikan. 

Masuk sub BAB "Habitus Plagiasi". Tinggal rehat dulu dah, ngantuk sudah pukul 22:12 WIB. Lanjut resume besok. Hahaha. Ini simpan saja dulu. 

Semnagat pagi!!! Pagi ini Senin 26 Juni 2023 pukul 07:28 WIB aku sudah bisa meneruskan latihan menulis, latihan meresum. Sengaja memang, seluruh rutinitas ku aku percepat, aktifitas pun aku persempit tak lain agar mampu memberikan banyak waktu untuk menyelesaikan resume bukunya kang Ngainun Naim ini, target ku hari ini harus selesai, sehingga besok sudah bisa latihan menulis dengan tema yang lain. Rasanya asyik aku bisa meresum bukunya kang Ngainun Naim ini. Tidak sekedar membaca dan mencorat-coret bukunya, tapi juga aku mencoba untuk latihan meresum agar mampu semakin memahami dan menyerap esensinya.

Masuk ke sub BAB "Habitus Plagiasi", hal demikian tak jarang terjadi dikalangan dunia akademisi, bahkan dipaparkan kang Ngainun Naim bahwa tiga orang calon guru besar dari sebuah Universitas di Bandung melakukan plagiat diatas 90%, Aztaghfirulohal adzim, pantas saja Negara ini bobrok. Pun sangat banyak plagiat terhadap karya tulis ilmiyah. Banyak juga dari kalangan kawan-kawan ku kala itu yang melakukan plagiasi terhadap karyanya, bahkan tak sedikit yang skripsinya beli maupun membuat ya dengan joki, seorang joki bisa mengerjakan sampai dengan sepuluhnya skripsi dengan waktu bersamaan, apakah mungkin semua itu authentic idealis? Aku yakin lebih dari 90% plagiat dan copy-paste. Hahaha. Hanya demi lulus dapat ijazah. Mungkin juga kembali ke niat awal kuliah niatnya cari ijazah, entah buat kerja atau buat apa, jadi endingnya ya dapat ijazah saja, tidak banyak mendapatkan ilmunya, tidak meresapi hakikatnya mencari ilmu, bukan ijazah. Bersyukur masih dapat ijazah walau tugas akhirnya dikerjakan oleh joki, hahaha. Kata pepatah arab "al ilmu fisshudur laa fisshutur" ilmu itu dihati bukan dibuku, ditempat kan dihati dan terapkan, sumbernya bisa diperoleh dari berbagai hal yang kita baca, bisa membaca buku, membaca informasi, membaca alam, membaca kejadian, membaca keadaan dll. Kuncinya membaca, didalam manual book pedoman hidup yakni Al-Qur'anul-Kariem diterangkan dengan jelas ayat pertama dalam surat yang pertama kali turin yakni "Iqro'", bacalalah segalanya. 

Kembali ke tema plagiasi, fenomena ini banyak terjadi karena untuk berbagai kepentingan, akan sangat mungkin banyak di temukan kasus plagiasi jika dilakukan penelitian secara obyektif dan jujur. Sembab tidak sederhana untuk melakukan penelitian dan menulis, perlu sebuah keterampilan yang terus dilatih sehingga menjadi terbiasa. Dorongan mentalitas pragmatis memunculkan banyaknya kasus plagiasi. Sayogyanya perguruan tinggi memiliki kontrol ketat akan hal demikian, karena plagiasi ini small halnya kotoran yang perlu dibersihkan, jika tidak tentu akan berdampak dalam jangka yang panjang, domino effect yang besar. Karya tulis ilmiyah bukan mie rebus yang cukup diseduh air panas langsung jadi, bukan hal yang instan. Seinstan mie instan saja butuh proses untuk sampai bisa dinikmati, semakin prosesnya panjang dikasih bumbu tambahan, dikasih sayur, telur, daging dll tentu mie instan akan semakin nikmat, tapi jika langsung digado dimakan ya garing, asin dan tidak begitu nikmat. Beginilah analogi mie instan, hahaha. Latihan dengan terus menerus dengan penuh kecintaan dan perjuangan. Dilandasi dengan cinta yang mendalam sehingga tumbuh subur rasa suka dalam meneliti dan menulis. Tulis kang Ngainun Naim kutipan Albert Camus "bukan karena perjuanganlah kita menjadi seorang intelektual, tetapi karena kita intelektual maka kita menjadi pejuang-pejuang", ungkapan ini sayogyanya dijadikan senjata untuk menumpas kejahatan intelektual yang sangat marak.

Sub BAB "Jangan Mengeluh", woy!!! Pemuda bangun woy!!! Bangun!!! Ojo kakean sambat!!! Act now!!! Go go go!!! Apapun angan dan ingin kita ayo segera action, aktualkan. Hahaha. (gembor-gembori diri sendiri) hahaha. Banyak yang memiliki keinginan besar untuk menulis tapi tidak ada tindakannya. Aku salah satu manusia yang juga mengalami hal ini, banyak kesulitan dalam menuangkan gagasan, bingung editing, kala itu berasa menulis itu sangat sulit. Tapi berjalannya waktu menulis terasa gampang, mengalir dan bisa dibuat dengan penuh rasa nikmat, ya tak lain dengan proses yang terus menerus, awal yang sulit akan menjadi mudah seterusnya. Segera lah menulis jangan bergaya sibuk sehingga menunda-nunda untuk berkarya. Sempatkan waktu sepuluh sampai lima belas menit untuk merangkai satu kalimat satu paragraf atau satu quotes itu jauh lebih baik daripada mengeluh. Menumbuhkan semangat dan kegigihan dalam menulis itu butuh support dan support terbaik adalah diri sendiri.

Masuk sub BAB "Tidak Ada Fasilitas", hahaha, ini yang sedang aku alami, aku hanya punya hape jadul yang baterainya sudah ngedrop, jadi harus selalu nempel charger, tidap bisa lepas dari stop kontak. Tapi tidak menyulutkan ambisi ku untuk latihan menulis. Soale kalo tulis tangan di buku aku tidak bisa baca tulisan ku sendiri saking rapinya tulisan ku, hahaha, tulisan tangan ku seperti cacing kepanasan. Hahaha. Aztaghfirulohal adzim, jadi bikin asyik mengetik saja. Sempat beberapa kali aku tulis tangan untuk menjaga originalitas seperti yang aku tulis untuk caption instagram @amerta.raya aku butuh yang authentic, tapi ya tulisan sedikit-sedikit saja yang aku tulis tangan. Fasilitas ku sangat minim, memaksimalkan hape bulug ini, dan aku menikmati, karena hape ini sudah menemani ku sangat lama. Pun mengapa aku latihan menulis ini, karena ini opsi terakhir ku, aku sudah kehabisan modal untuk membuka usaha, usaha yang selalu gagal menguras keuangan ku, wal hasil sekarang ini ya menikmati keadaan, kesawah, dan melakukan hal yang aku pikir murah, mudah dan bisa segera aku lakukan yakni dengan memulai latihan menulis. Menulis apapun yang ingin aku tulis. Termasuk latihan meresum ini. Barokalloh. Fasilitas dan sarana seadanya saja, yang penting berani untuk terus latihan menulis. Alat mana yang Menurut kita nyaman dan efektif digunakan. Meskipun sebenarnya paling efektif ya buku dan pena, tidak perlu energi listrik, dikantongi bisa, nulis dibus, hutan, gunung, di pasar semua bisa dilakukan. Seperti yang dipaparkan kang Ngainun Naim yakni Prof. Mulyadhi Kartanegara beliau passion menulisnya sudah dengan tulis tangan, selain menjaga authentic-nya juga keterlibatan emotional yang mengikat kuat dengan tulisannya, pun modalnya yang sangat murah, praktis, memiliki keasyikan tersendiri dalam penulisan konvensional menggunakan pena dan kertas, bahkan akan lebih asyik lagi ketika mampu mengoperasikan pena yang traditional "pentul" alias pena tutul classic yang dipandu dengan tinta china, dengan guratan seni dalam menulisnya akan sangat menggairahkan. Jaman aku kecil ngabsahi alais murodi alias memakai kita kuning masih dengan pen tutul ini, aku jadi kangen pen ini, aku masih menyimpan tempat mangsi alias tempat tintanya dengan bahan kuningan. Jadi teringat jaman dulu. Hahaha. Kembali kepada menulis, sesungguhnya ini adalah aktifitas intelektual yang tidak mudah dilakukan. Menulis membutuhkan aktifitas pendukung yakni membaca, agar tidak kering, garing, renyahdan kriuk karya tulis ya seperti keripik Simbok yang garing, kriuk, renyah, gurihnya bikin nagih. Hahaha. (Screen time, promo kripik made in simbok) hahaha. 

Sub BAB selanjutnya "Tulisan Tidak Selesai", tulisan yang baik itu yang selesai. InsyaAlloh resume ini selesai. Semoga hari ini bisa selesai, entah siang, sore, atau malam, yang penting selesai. Hahaha. Ini bentuk langkah konkrit ku agar tidak sebatas menjadi "Penulis Cita-Cita" yang kata kang Ngainun Naim hanya cita-citanya sebagai penulis. Hehehe. Perihal ada yang baca ya alhamdulillah, tidak ada yang membaca ya alhamdulillah, yang penting tulisan ini selesai, dan tentu aku harus mempersiapkan agar semangat diri terus terjaga, dengan apa? Ya dengan menulis. Latihan ini juga menjadi sarana aku mempraktikkan diri dalam mengatasi hambatan untuk bisa menghasilkan karya, pun menambah jam terbang ku dalam latihan menulis. Menepis segala hambatan dan godaan untuk tulisan ini bisa selesai. Barokalloh. 

Lanjut masuk ke BAB V "Strategi Menulis", yang pertama mencicil, yang aku lakukan ini mencicil dari kemarin, sebelumnya sembari membaca bukunya kang Ngainun Naim ini aku corat-coret memang untuk mengambil point-pointnya, nah dari hasil corat-coretan itu aku jadian resume ini. Seperti jelas kan oleh kang Ngainun Naim bahwa mencicil adalah bagian "proses" dan inilah yang sangat penting, jika sudah mampu menikmati proses, maka hasil itu tidak lagi penting, karena proses yang baik itu proses yang dinikmati dan proses yang dinikmati akan melahirkan halis yang optimal dan sangat baik. Menikmati dengan penuh kesabaran dan ketabahan. Proses dengan terus berlatih akan meningkatkan kualitas tulisan yang dibuat, dan keberhasilan adalah konsekuensi dari proses kerja keras yang kuncinya adalah sabar dan tabah. Baik dan bermutunya sebuah tulisan sudah dapat dipastikan bahwa si penulis berproses melewati tahap demi tahap.

Aku membaca sub BAB Mencicil ini tanggal 15 Juni 2023, pagi hari usai merumput, aku rehat dan duduk di sebuah batu ditepi sungai Curug Cangkring, aku sempatkan membuka buku dan mencorat-coret sembari menikmati sejuknya suasana sungai udara semilir dibawah rimbun pohon bambu yang menutupi sungai seolah seperti atap alami, gemericik air yang syahdu, cahaya matahari nampak elok menerobos sela-sela rimbun bambu. Betapa indah nan istimewanya karunia Alloh atas diri ini. Barokalloh.

Yok masih semangat yok!!! Hahaha. Masuk sub BAB "Membaca Itu Gizi Menulis", aku tunda pipis dulu, hahaha. Masih pukul 09:15 WIB, menulis itu asyik. Sekarang pukul 09:19 WIB. Empat menit untuk pipis dan wudhu, hahaha. Wudhu menjadi bagian penting bagi diri ku, terlebih dalam berkarya apapun termasuk menulis aku selalu mengusahakan diri untuk berwudhu, entah suci atau tidak itu Hak prerogative Alloh SWT, yang penting aku dalam kondisi sudah berwudhu. Syukur-syukur sholat sunah dulu sebelum berkarya, apalagi berani berpuasa. Demikian ini aku rasa sangat baik dijadikan bagian ritual dalam berkarya, memberikan ruh didalam esensi karya, karya apapun. Barokalloh.

Mari lanjut sub BAB "Membaca Itu Gizi Menulis" pertama kali adalah membangun niat, karena banyak orang yang membaca dan menulis tetapi dilakukan dengan tidak jujur, penyebutan sumber yang tidak jujur bahkan plagiasi. Aspek niat ini kunci utama yang sangat penting yang menentukan hasil akhirnya. Dari sub BAB tersebut kang Ngainun Naim memaparkan membacalah hal yang mampu membuat seseorang keluar dari tempurung pengetahuannya yang kerdil. Lewat membaca, seseorang mampu me jelajah selaksa wilayah luas tak bertepi. Banyak hal luar biasa dari penjajakan dunia aksara. Kemampuan menggerakkan, memberdayakan, memberikan perubahan yang signifikan, sehingga seseorang mampu menjadi "manusia baru" yang tercerahkan. Pun dalam membaca syarat akan Kemampuan menangkap makna yang tersurat maupun tersirat. Begitu monumental teks tertulis mampu merubah kehidupan dan peradaban, tak lain begitu kuatnya pengaruh teks. Penulis yang baik adalah pembaca yang baik ungkapan kang Ngainun Naim. Pembaca yang baik akan sangat mungkin mampu menghasilkan tulisan yang baik yakni dengan menangkap dan menyerap makna yang terkandung. 

Sub BAB selanjutnya "Membaca Mencatat dan Menulis" ini satu kesatuan utuh bagi kang Ngainun Naim dan pun bagi banyak penulis lain, termasuk aku yang sedang tahapan latihan menulis. Hahaha. Proses menuju kemampuan mencintai kegiatan membaca dan kemampuan mengingat point-pointnya, dipaparkan oleh kang Ngainun Naim dengan strategi dasarnya yakni menumbuhkan rasa cinta terhadap buku, cinta dulu saja dengan bukunya. Seperti aku sendiri, aku suka dengan buku sebagai pajangan, tapi aku intens gemar membaca baru kemarin karena gabut pandemi. Hahaha. Aku mulai syik dengan aktifitas membaca, sehingga tumbuh rasa cinta. Benar kata kang Ngainun Naim "suka atau tidak suka, bacalah!!!" benar adanya awalnya aku paksa, tak sengaja buku kecil tergeletak, aku ambil dan aku baca karena judulnya menarik. Aku cari pena dan aku mulai corat-coret. Hahaha. Corat-coret dan gambar menjadi salah satu metode ku untuk mengingat bagian-bagian penting. Aku menulis ulang seperti saat ini yakni untuk mempraktikkan dalam membangun pemahaman secara lebih komprehensif. Menguatkan diri untuk terus tumbuh upgrade dan melangkah maju. Catatan dan corat-coret menjadikan aku lebih efektif dalam menulis ulang resume ini. Elok tulis pepatah yang dikutip kang Ngainun Naim "ingatan lupa, maka catatan akan ingat", catatan menjadi hal yang mutlak perlu untuk seorang penulis. Bentuk perawatan sebuah ide, pemikiran dan gagasan juga dengan catatan, dengan sudut pandang positif membentuk perspektif positif untuk menjadi gerbang awal mewujudkan realitas yang positif, segala hal yang positif akan mudah dikembangkan dengan baik, dan dari mencatat akan mampu mengikat ide dan ilmu baru yang melintas. Mencatat adalah aktifitas memungut berbagai ragam pengetahuan. Bentuk catatan adalah aksi rekam dalam bentuk tulisan. Tanpa catatan dan hanya sekedar dengan mengingat akan menjadikan beban berat pikiran yang memicu ketegangan. The Liang Gie mengintip sebuah motto yang artinya dipaparkan kang Ngainun Naim "orang-orang lupa, catatan-catatan ingat" sedemikian pentingnya membuat catatan. Penulis besar sudah dapat dipastikan memiliki tradisi mencatat yang kuat yang terus melahirkan karya besar dan monumental. 

Masuk sub BAB "Sumber Ide", bisa dari manapun, ketika pola dan circle kita positif dan kreatif akan membantu meningkatkan kekayaan ide, circle ini akan menjadi sumber energi positif. Ketika kita sudah menemukan sumber energi positif dengan kondisi fisik yang bugar tentu akan sangat mudah meletupnya sebuah ide kepermukaan kertas dari goresan tinta, atau meletup melalui jempol ke papan keyboard hape merangkai huruf menjadi kata dan terus menjadi kalimat, paragraf dan seterusnya. Dan ungkapan kang Ngainun Naim menulis adalah manifestasi rasa syukurnya. Barokalloh. Ide-ide beliau tuangkan setelah sholat subuh yang menjadi waktu primadona seorang kang Ngainun Naim. Energi positif, waktu, kondisi, keadaan dll adalah hal yang sangat berpengaruh akan sebuah ide. Ide harus dihargai dan diapresiasi dengan bentuk aksi menulis. Idea lahir dari manapun, jika sudah membaca pasti pikiran akan terbuka, ide-ide akan banyak terserap. Lakukan MCK yakni Mengamati, Cermati dan Kaji, dengan mendetail, bahkan daun jatuh saja bisa memunculkan ide untuk kemudian mendorong aikap menulis.

Jam menunjukkan pukul 10:33 WIB, masuk ke sub BAB "Jam Terbang", hahaha. Jam terbang ku yang baru setinggi kutu, hihihi, semangat, harus terus terbang, terbang dan terbang, tinggi melayang. Seperti slogan radio fenomenal nan legend Radio Republika Indonesia alias RRI yang sedang aku dengarkan sembari menulis ini, slogannya "sekali di udara tetap di udara", pokokmen jangan turun kebumi. Hahaha. Jam terbang itu ya "berlatih dan berlatih" dengan sering ya berlatih akan memungkinkan kita mendapat peluang untuk mewujudkan impian. Banyak penulis yang lahir dari orangtua yang bukan penulis tak lain karena tak jemu-jemunya berlatih, took ukur tingginya jam terbang ya latihan itu. Dengan seringnya kita menulis maka akan semakin mudah merangkai kata membentuk karya. Menulis tidak dipengaruhi bakat dan keturunan papar kang Ngainun Naim. 

Sub BAB Buku "Harian Yang Menggetarkan" buku harian yang bukan sekedar untuk curhat, namun untuk berkomunikasi dengan alam pikiran bawah sadar. Kecenderungan manusia dengan cepat dan mudahnya menangkap dan mengingat apa yang didengar, baca, lihat dan rasakan, dari beragam informasi yang masuk juga memicu cepatnya lupa akan hal-hal penting jika tidak dicatat. Menulis buku harian merupakan pengaktifan pikiran sadar. Titik sadar setiap kejadian yang direkam dengan detail dan dituangkan dalam bentuk tulisan baik tersebut lah yang akan menggetarkan. Seperti catatan motto bibi Grace yang ditulis kang Ngainun Naim "berkembanglah dimana kau ditanam" ibarat aku ini, yang mana Alloh SWT menanam diri ini dikampung pelosok, tapi aku harus tumbuh dan berkembang, tumbuh subur menjulang sehingga mampu menghasilkan buah yang manis, dan akan banyak orang yang mampu menikmati buah manis dari diri ku. Barokalloh. Di ceritakan pula oleh kang Ngainun Naim yakni buku hariannya Ahmad Wahib, sebuah pemikiran yang benar, liberal dan berani. Karena buku kang Ngainun Naim ini juga aku tersulut untuk menulis di Kompasiana. Matus sembah nuwun kang. Barokalloh. 

Sub BAB "Nikmatnya Menulis di Pagi Hari" mungkin ini sebagian besar iya, tapi tidak dengan aku, ya, karena kondisi rutinitas ku. Jadi aku lebih menikmati menulis di waktu senggang, entah siang, sore, malam, pagi, hahaha, yang penting senggang, tapi yo banyak senggangnya, wong karan nyong pengangguran. Hahaha. Pengangguran yang elegan, mau jadi pengangguran yang elegan? Ya isi waktu dengan membaca dan latihan menulis. Hahaha. Pada sub BAB ini kang Ngainun Naim banyak memaparkan penulis-penulis yang super produktif di kompasiana. Dari sini juga terbentuk relasi yang kuat sehingga melahirkan event-event terkait aktifitas berkarya tulis. Papar kang Ngainun Naim, Setiap penulis memiliki waktu produktifnya sendiri untuk menulis dan penulis yang memiliki hasrat menulis yang kuat tentu akan memanfaatkan waktu produktifnya untuk menghasilkan karya yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun masyarakat luas. 

Sub BAB "Menulis Itu Jangan Banyak Tanya, Tapi Segera Praktik", sebuah kebahagiaan ungkap kang Ngainun Naim, ketika beliau mampu membantu teman belajar menulis, kemudian mampu produktif menghasilkan karya. Seorang penulis membutuhkan apreaiasi dari orang lain. Bahkan semua karya membutuhkan sebuah apreaiasi. Dengan mengikuti kompetisi atau masuk redaksi hal demikian untuk terjaganya spirit. Hasrat yang besar untuk menulis harus diimbangi dengan pratik menulis, sehingga karya akan dihasilkan.

Woyoooo, masuk BAB VI "Belajar Menulis Dari Para Tokoh", tokoh pertama yang dipaparkan kang Ngainun Naim yakni Muhammad Fauzil Adhim, sub BAB "Bergelut Dengan Dunia Kata" sayogyanya kita memahami bagaimana proses kreatif para tokoh, apa rahasia mereka dan bagaimana menjaga spiritnya. Buku karya Muhammad Fauzil Adhim dengan judul Dunia Kata memaparkan seluruh prosesnya dalam menulis. Yang pertama orientasi transcendental, karena ini sebuah aktifitas yang penuh dengan tanggung jawab, yang utama adalah pertanggungjawaban kita kepada Alloh SWT, orientasi ketuhanan. Kedua memiliki mental optimis, jangan banyak mengeluh harus percaya diri karena kita berharga, jangan merasa cepat puas agar kita berkembang, hadapi seluruh dinamika dan tantangan "jika mampu melakukan yang terbaik, tidak layak melakukan yang sekedar baik" tegas Muhammad Fauzil Adhim. Ketiga, inspirasi, ini menjadi kunci sukses menulis. Aspek utamanya adalah Komitmen, dengan komitmen semua akan bermakna, dari yang kita lihat rasa dan pikirkan. Komitmen adalah pemicu untuk mengaitkan hasil bacaan, pengamatan atas fenomena dan refleksi menjadi sebuah ide. Aspek lain yang memunculkan inspirasi adalah cinta, tentunya cinta akan segala hal yang terlibat dalam aktifitas menulis. Dengan dilandasi cinta sebuah tulisan akan memiliki ruh yang memberikan energi dan semangat kepada pembaca. Keempat adalah revisi, nah ini aku masih berlatih untuk membaca ulang tulisan ku dan merevisinya karena butuh kesabaran yang lebih untuk mampu merevisi sebuah karya buah tangan tulisan kita. Kelima yakni tetap lah menulis, ini kunci penting, semakin sering menulis tentu kita akan semakin terampil dalam menyikapi dan sikap yang kreatif yang akan berhasil mencapai tujuan dengan goalnya. Papar Muhammad Fauzil Adhim "menulislah sekarang juga dan tetaplah menulis meskipun sangat membosankan, melelahkan, dan tulisan yang kita hasilkan benar-benar tidak menarik". Keenam miliki dokumentasi yang baik, simpan seluruh karya yang kita anggap gagal, suatu saat kita membutuhkan sebagai bahan untuk kita kembangkan. Ketujuh ikhwal kesuksesan, point ini dikhususkan untuk yang sudah matang dengan tekad menulis, yang sudah di ilang sebagai penulis sukses. Sangat penting menulis dengan sebaik-baiknya. Muhammad Fauzil Adhim "kesuksesan merupakan peringatan dari pembaca agar tidak asal-asalan dalam menulis", "semakin terkenal seorang penulis, ia harus memiliki kontrol lebih ketat terhadap kualitas naskahnya". Kesuksesan itu tidak abadi, ada karena perjuangan, oleh karenanya kesuksesan perlu dijaga dengan baik.

Sub BAB "Menulis Sebagai Seni" kang Ngainun Naim mengajak kita untuk belajar kepada Prof. Dr. Mulyadhi Kartanegara. Bagaimana munculnya ide, kemudian menangkapnya, mengolahnya, hingga menyelesaikan menjadi sebuah tulisan. Pertama menulis dan bakat, disini dijelaskan bahwa bakat bukanlah segala-galanya, meskipun bakat itu memang ada. Latihan dan bimbingan seorang ahli menjadi kunci utama pengaktualan potensi atau bakat terpendam.

Kedua, motifasi, tapi aku harus rehat sejenak untuk sholat dzuhur, sudak pukul 11:57 WIB, nanti lanjut latihan meresum ba'da sholat, ini sudah sampai halaman 177, sudah tinggal sedikit lagi. Hehehe. 

Pukul 12:21 WIB, alhamdulillah sudah selesai sholat dzuhur, pipis, whudu dan lanjut lagi meneruskan latihan resume.

Tadi sampai kedua yakni motivasi, sebuah landasan yang menentukan sebuah aktifitas termasuk menulis. Dijelaskankan oleh kang Ngainun Naim bahwa bagi Prof. Mulyadhi, motivasi yang sifatnya material sangat mungkin mendatangkan kekecewaan. Maka dari itu perlu orientasi yang lebih tinggi yakni motivasi transcendent. Motivasi Prof. Mulyadhi adalah untuk mengabadikan hidup. Ketiga adalah stamina menulis, ini akan menentukan konsistensinya dalam menulis, stamina yang prima akan menghasilkan karya yang konsisten. Stamina mencangkup fisik, moral dan cinta. Stamina fisik dengan menjaga kondisi fisik sebaik mungkin agar ide-ide mampu mengalir deras. Stamina moral dengan basis nilai yang fundamental stamina moral akan bertahan lama, memicu untuk terus berkarya tanpa peduli karya laku atau tidak, menguntungkan secara materi atau tidak, yakni ungkap Pramoedya Ananta Toer "kerja untuk keabadian". Sementara cinta akan membuat aktifitas menulis dilakukan tanpa beban. Cinta akan menghiasi karya kita menjadi terasa semakin indah dan nikmat. Keempat, kepekaan gramatikal, ini membentuk rangkaian kata, kalimat, paragraf dan keseluruhan enak dibaca tidak janggal, dan tentunya dengan memperhatikan aspek gramatikal akan menjadikan hasil yang lebih menarik. Kelima, membiasakan dengan menulis catatan harian, ini menjadi satu rekam jejak yang sangat bermanfaat dan mampubmeningkatkan keterampilan menulis. Catatan harian harus senantiasa dirawat, dikelola dan ditulis secara rutin. Keenam, menulislah sekarang juga, menunggu apa lagi? Gelar? Jabatan? Peralatan dan sarana? Aktualkan kemauannya dulu sesegera mungkin, tanpa menunggu ini dan itu, mental proses. Ketujuh, tidak tergantung terhadap tekhnologi, menulis dimanapun, didaun juga tidak apa-apa, menunda-nunda dengan alasan menunggu peralatan yang memadai itu aliby seorang pemalas yang bermental malas. Wis pemalas mentalnya juga malas, hahaha. Alat hanya lah sebagai sarana, jika menulis sudah menjadi passion, tanpa alat yang memadai pun tetep menulis. Semua ini kembali ke diri kita masing-masing, karya tulis dihasilkan ya dengan segenap kesadaran diri, jadi diri kita lah kunci utamanya sebuah karya. Bergegaslah menulis. 

Sub BAB "Terus Gerakan Jari Mu", wah ini asyik, hahaha, yang aku lakukan lebih spesifik lagi "gerakkan jempol mu" ya, aku menggerakkan jempol ku sementara jari lain menyangga hape, karena aku menulis menggunakan hape, alat atau sarana yang aku punyai saat ini. Bersyukur aku masih punya hape, jadi masih bisa latihan menulis. Hahaha. Membangun kebiasan diri untuk disiplin menulis akan mengalah keterampilan dalam karya tulisnya. Semakin sering menulis dilakukan akan menemukan sebuah kenikmatan yang mampu menjadi candu. Persoalan yang menyulitkan dalam menulis akan teratasi seiring dinamika dan perjalanan waktu. Membaca tanpa menulis seperti halnya menumpuk harta tanpa didistribusikan. Seorang penulis tentu selalu menimba ilmu pengetahuannya dengan membaca. Membaca yang produktif membutuhkan proses, latihan dan usaha, sehingga mampu menangkap obyek bacaan ya secara teks maupun konteks, teks tertulia maupun teks kehidupan dan kemusian mengolahnya. Kemudian dengan mengkomsisikan diri untuk terus menulis. Aktifitas menghasilkan ide, mengolah dan menuangkan kedalam bentuk tulisan dipengaruhi oleh faktor internal seperti mood, kondisi fisik, ide dan berbagai hal yang muncul dari diri sendiri, adapun eksternal yakni lingkungan, sarana Peralatan dll. Dapat dipastikan akan menjadi penulis yang baik ketika mau untuk terus menulis, menjaga ritme menulis dan keterampilan akan terus terasah. Selanjutnya jangan mudah menyerah, kembali lagi ke dunia menulis adalah dunia proses, nikmati prosesnya. Hahaha. Mending membuat karya dan gagal berkali-kali daripada memiliki fasilitas memadahi tapi enggan berkarya. Belajar dari banyak kegagalan dan menerimanya untuk terus memperbaiki. Berikutnya adalah waktu khusus untuk menulis, luangkan sejenak walau hanya beberapa menit, berproses kalau sudah menikmati aktifitas menulis, berjam-jam menulis lun akan merasa asyik dengan dirinya sendiri. Waktu adalah penentu hasil karya, dengan konsisten dan komitmen, karya akan tercipta.

Masuk ke sub BAB "Tahajud Ilmiyah", sub judul ini keren banget. Bangun sepertiga malam, sholat tahajud kemudian menulis. Subhanalloh, sungguh rahmat dan berkah melimpah kepada pelakunya. Pada sub BAB ini kang Ngainun Naim mengajak kita untuk belajar menulis kepada Prof. Yudian Wahyudi, Ph.D, di sini kang Ngainun Naim menulis penuturan Prof. Yudian yakni pada malam hari sebelum tidur kita membaca buku dengan tema yang ingin kita jadian topik untuk menulis, jika memungkinkan hasil bacaan segera ditulis, di pagi buta sepertiga malam bangun dan sholat tahajud kemudian tulislah pokok-pokok pikiran dari buku yang telah dibaca sebelum tidur, sebaliknya ditarget satu halaman. Kemudian bawa hasil tulisan itu kemanapun kita pergi, baca kembali, tela'ah, diedit dan dikembangkan. Resep yang ideal dan penuh komitmen tinggi untuk mampu disiplin sebagaimana yang dilakukan Prof. Yudian. Komitmen yang kokoh akan membentuk habits diri yang lebih baik.

Masuk sub BAB "Menulis Itu Perjuangan" disini kang Ngainun Naim menceritakan kisah N. Mursidi yang memiliki tatanan kata yang mampu membuai pembacanya, umseperti diungkapkan kang Ngainun Naim "membaca buku karya Mursidi seperti mendengar dia bertutur secara lisan" laksana tersihir. Nasib tulisan itu takdir Tuhan, yang penting terus menulis ungkap Mursidi. Perjuangan Mursidi diulas lumayan panjang oleh kang Ngainun Naim pada sub BAB ini, sosok yang tidak kenal lelah dan penuh perjuangan dan kerja keras. Menulis telah menjadi dunia yang meberinya warna unik dalam kehidupannya. Sukses dengan karya tulis itu dibentuk dengan persiapan, kerja keras dan tak luput dihujani kegagalan. Diperlukan sikap mental yang tangguh untuk menuju kesuksesan. 

Sub BAB "Menulis Itu Harus Tahan Godaan" didalam sub BAB ini The Liang Gie menjadi sosok yang dipaparkan dan menjadi salah satu sumber inspirasinya kang Ngainun Naim. Gie adalah sosok intelektual, dosen dan pengarang yang produktif sampai akhir 90an, banyak karyanya yang masih terbit sampai sekarang, salah-satunya Filsafat Ilmu. Aktifitas mengarang yang Gie lakoni membutuhkan basis sikap yang kuat, yakni motivasi, Gie menyebutnya dorongan batin yang besar. Dalam membangkitkan motivasi perlu beberapa aktifitas penunjang. Pertama, membaca buku-buku tentang menulis. Kedua membaca kisah-kisah penulis yang telah sukses. Ketiga, berkomunikasi dengan para penulis sukses. Keempat aktif di beberapa platform karya tulis. Ungkap Gie banyak manfaat yang akan ditemui oleh orang yang menekuni dunia menulis. Pertama, kecerdasan, kemampuan menghubungkan buah pikiran, merencanakan rangka uraian, pemilihan kata yang tepat, menguatkan daya pikir. Kedua, nilai kependidikan, ini akan melatih diri untuk menjadi tabah, ulet dan tekun sehingga mencapai keberhasilan, dan memajukan kapabilitas diri. Ketiga adalah nilai kejiwaan, akan ada satu titik dimana penulis mampu mencapai kepuasan batin, kegembiraan kalbu, kebanggaan pribadi dan meningkatkan kepercayaan diri. Keempat, kemasyarakatan, yakni impec sosial dari menulis adalah di kenal oleh karyanya yang dinilai memberikan berkontribusi penting. Kelima, nilai keuangan, nah disini ada yang benar-benar mengabdikan hidupnya hanya untuk menulis, dan hidup dari aktifitas menulis. Keenam, nilai kefilsafatan, hal ini berkaitan dengan keabadian, sudah sejak jaman dahulu, karena jasad orang arif tidak abadi, tetapi buah pikiran meraka kekal karena diabadikan melalui karangan yang ditulis. Dunia timur, ungkap Gie, menyadari nilai ini dengan pepatahnya yang berbunyi "segala sesuatu musnah kecuali perkataan yang ditulis", kunci menulis Gie, ungkap kang Ngainun Naim yakni "Tahan Godaan", harus konsisten, jangan sampai tergoda untuk melakukan hal lain yang menyita waktu sudah dijadwalkan untuk menulis. Menepis godaan untuk tidak menulis ini akan sangat terasa berat, hal ini yang mampu membunuh karya kita dan harus kita lawan. Tutur Gie dalam buku karyanya kang Ngainun Naim "kegiatan pengarang bukanlah suatu usaha yang gampang, kegiatan yang sederhana, dan kerja yang sebentar" oleh karenanya butuh dorongan batin yang besar yakni motivasi. 

Lanjut sub BAB "Menulis Dengan Hati", kita diajak belajar menulis kepada Wawan Susetya. Banyak penulis Indonesia yang telah memiliki profesi utama sehingga menulis sebagai sarana aktualisasi diri, pengembangan potensi atau kepentingan motif lain. Beberapa hal yang penting yang diungkap dari buku Wawan Susetya tentang menulis adalah. Pertama, menata niat, dengan niat baik akan membentuk domino effect yang juga baik. Transfer ilmu dari otak kedalam bentuk tulisan harus dilakukan dengan ikhlas, dari keikhlasan akan mampu memberikan umur karya yang panjang, manfaat yang luas dan terus menginspirasi generasi ke generasi. Keikhlasan memberikan pengaruh besar berupa keabadian sebuah karya tulis. Kedua, menulis itu gampang, sangat gampang, Wawan membuktikan dengan karya judul buku-bukunya yang sudadah sangat banyak. Ketiga, dilakukan dengan sepenuh hati, ini kata kunci untuk menciptakan sebuah karya dengan totalitas. Keempat, kreatif menggali ide, banyak macam caranya, dipaparkan kang Ngainun Naim terkait cara Wawan menggali ide. Pertama dengan memperbanyak diam mengurangi bicara. Kedua dengan menyendiri ditempat yang sepi. Ketiga sering begadang atau berjaga di waktu malam. Keempat, mampu menahan lapar. Empat aku yakin ini akan sangat istimewa ketika dilakoni dengan kaidah Islam (Diam, Menyendiri muhasabah, Begadang untuk tahajud, dan menahan lapar yakni puasa) ini sangat keren dan perlu dielaborasi lebih luas. 

Sub BAB "Terus Memproduksi Kata-kata" Zara Zettira ZR adalah penulis cerpen kawakan yang karyanya tentu sangat menginspirasi kang Ngainun Naim dan sangat dikagumi. Dunia literasi ungkap kang Ngainun Naim, membutuhkan perjuangan dan kebesaran jiwa, penghargaan, penghormatan, pengelola an emosi, menekan ego dan tentunya kesabaran. Kang Ngainun Naim mengakui belajar memproduksi kata-kata dari sosok Zara, tentunya dengan praktik menulis setiap hari. Bagi Zara menulis adalah hiburan, sarana rekreasi, meditasi dan harus datang dari hati. Satu keyakinan Zara Zettira yaitu ia bisa menulis dan ia suka, keyakinan itu yang mendorong dirinya untuk memutuskan berhenti kuliah dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia yang telah ia lakoni selama empat tahun, ia merasa tidak cocok kuliah dan memutuskan untuk menulis. 

Yeeee, masuk sub BAB terakhir, "Menulis Dengan Kegigihan" disini kang Ngainun Naim mengajak belajar menulis kepada sosok Krishna Mihardja, nama ini tidak begitu tenar memang, wong aku saja baru tahu saat baca buku ini, pun nama-nama yang kang Ngainun Naim sebutkan, aku baru tahu semua, hahaha, wong aku latihan membaca juga baru kemarin. Hihihi. Krishna Mihardja adalah sosok seorang pengarang sastra Jawa. Beliau yang latar belakangnya adalah jurusan matematika justru meloncat sangat jauh dibidang sastra Jawa. Namun tekad ya yang gigih membuahkan hasil, mendapat banyak penghargaan atas kegigihannya. Saran Krishna yakni cara belajar yang baik dalam menulis adalah dengan belajar dari karya pengarang yang telah dimuat. Karena disitu telah melewati proses seleksi. Sayogyanya karangan tersebut dibaca, cermati, dianalisis dan diambil sisi positifnya. Penting juga membangun komunikasi secara intensif dengan penulis lain, untuk keberlangsungan kreatifitas menulis. Beliau adalah sosok yang gigih dan mampu terus berkarya yang tergolong sangat sulit bidang karya yang digeluti yakni sastra Jawa. Krishna menulis dengan sangat serius. Bagi Krishna, menulis harus dilakukan dengan penuh kegigihan. Apalagi menulis sastra Jawa yang secmented banget, tapi tidak menurutkan semangat seorang Krishna, ia terus menulis dan menghasilkan karya, honor hanya sekedar bonus bukan orientasi utama baginya.

Alhamdulillah, latihan ku meresum buku kang Ngainun Naim, sore ini telah selesai tepat pukul 15:13 WIB, dua hari ini energi aku kerahkan untuk belajar meresum, sedari kemarin siang, akhirnya selesai. Tepat adzan ashar berkumandang. Alhamdulillah, bahagia batin ku. Banyaknya kesalahan aku mohon maaf terkhusus kepada kang Ngainun Naim, dan terima kasih banyak atas ilmu yang dipaparkan dalam buku ini, meskipun aku tidak bisa berguru secara langsung dengan beliau, setidaknya ini adalah sosok diri kang Ngainun Naim yang terconvert dalam bentuk tulisan dan buku, rasa ku tetap belajar dihadapan beliau, dalam bentuk sosok yang berbeda, sosok yang berkamuflase dalam rangkaian huruf-huruf. Semoga kang Ngainun Naim senantiasa dilimpahkan rahmat dan penuh berkah atas ridho Alloh SWT, matur sembah nuwun. Aku akhiri catatan dua hari ini sudah pukul 15:21 WIB waktu ku sholat ashar. Nitip sehat, semangat dan jangan lupa selalu bahagia kang Ngainun Naim. Semnagat literasi untuk Indonesia cerdas, Indonesia maju, Indonesia emas, Barokalloh. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun