Mohon tunggu...
Amerta Raya
Amerta Raya Mohon Tunggu... Petani - Petani

Catatan Manusia Pelosok Desa

Selanjutnya

Tutup

Diary

The Power of Writing Resume Buku Kang Ngainun Naim

26 Juni 2023   15:29 Diperbarui: 29 Juni 2023   04:27 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Sub BAB "Menulis Sebagai Seni" kang Ngainun Naim mengajak kita untuk belajar kepada Prof. Dr. Mulyadhi Kartanegara. Bagaimana munculnya ide, kemudian menangkapnya, mengolahnya, hingga menyelesaikan menjadi sebuah tulisan. Pertama menulis dan bakat, disini dijelaskan bahwa bakat bukanlah segala-galanya, meskipun bakat itu memang ada. Latihan dan bimbingan seorang ahli menjadi kunci utama pengaktualan potensi atau bakat terpendam.

Kedua, motifasi, tapi aku harus rehat sejenak untuk sholat dzuhur, sudak pukul 11:57 WIB, nanti lanjut latihan meresum ba'da sholat, ini sudah sampai halaman 177, sudah tinggal sedikit lagi. Hehehe. 

Pukul 12:21 WIB, alhamdulillah sudah selesai sholat dzuhur, pipis, whudu dan lanjut lagi meneruskan latihan resume.

Tadi sampai kedua yakni motivasi, sebuah landasan yang menentukan sebuah aktifitas termasuk menulis. Dijelaskankan oleh kang Ngainun Naim bahwa bagi Prof. Mulyadhi, motivasi yang sifatnya material sangat mungkin mendatangkan kekecewaan. Maka dari itu perlu orientasi yang lebih tinggi yakni motivasi transcendent. Motivasi Prof. Mulyadhi adalah untuk mengabadikan hidup. Ketiga adalah stamina menulis, ini akan menentukan konsistensinya dalam menulis, stamina yang prima akan menghasilkan karya yang konsisten. Stamina mencangkup fisik, moral dan cinta. Stamina fisik dengan menjaga kondisi fisik sebaik mungkin agar ide-ide mampu mengalir deras. Stamina moral dengan basis nilai yang fundamental stamina moral akan bertahan lama, memicu untuk terus berkarya tanpa peduli karya laku atau tidak, menguntungkan secara materi atau tidak, yakni ungkap Pramoedya Ananta Toer "kerja untuk keabadian". Sementara cinta akan membuat aktifitas menulis dilakukan tanpa beban. Cinta akan menghiasi karya kita menjadi terasa semakin indah dan nikmat. Keempat, kepekaan gramatikal, ini membentuk rangkaian kata, kalimat, paragraf dan keseluruhan enak dibaca tidak janggal, dan tentunya dengan memperhatikan aspek gramatikal akan menjadikan hasil yang lebih menarik. Kelima, membiasakan dengan menulis catatan harian, ini menjadi satu rekam jejak yang sangat bermanfaat dan mampubmeningkatkan keterampilan menulis. Catatan harian harus senantiasa dirawat, dikelola dan ditulis secara rutin. Keenam, menulislah sekarang juga, menunggu apa lagi? Gelar? Jabatan? Peralatan dan sarana? Aktualkan kemauannya dulu sesegera mungkin, tanpa menunggu ini dan itu, mental proses. Ketujuh, tidak tergantung terhadap tekhnologi, menulis dimanapun, didaun juga tidak apa-apa, menunda-nunda dengan alasan menunggu peralatan yang memadai itu aliby seorang pemalas yang bermental malas. Wis pemalas mentalnya juga malas, hahaha. Alat hanya lah sebagai sarana, jika menulis sudah menjadi passion, tanpa alat yang memadai pun tetep menulis. Semua ini kembali ke diri kita masing-masing, karya tulis dihasilkan ya dengan segenap kesadaran diri, jadi diri kita lah kunci utamanya sebuah karya. Bergegaslah menulis. 

Sub BAB "Terus Gerakan Jari Mu", wah ini asyik, hahaha, yang aku lakukan lebih spesifik lagi "gerakkan jempol mu" ya, aku menggerakkan jempol ku sementara jari lain menyangga hape, karena aku menulis menggunakan hape, alat atau sarana yang aku punyai saat ini. Bersyukur aku masih punya hape, jadi masih bisa latihan menulis. Hahaha. Membangun kebiasan diri untuk disiplin menulis akan mengalah keterampilan dalam karya tulisnya. Semakin sering menulis dilakukan akan menemukan sebuah kenikmatan yang mampu menjadi candu. Persoalan yang menyulitkan dalam menulis akan teratasi seiring dinamika dan perjalanan waktu. Membaca tanpa menulis seperti halnya menumpuk harta tanpa didistribusikan. Seorang penulis tentu selalu menimba ilmu pengetahuannya dengan membaca. Membaca yang produktif membutuhkan proses, latihan dan usaha, sehingga mampu menangkap obyek bacaan ya secara teks maupun konteks, teks tertulia maupun teks kehidupan dan kemusian mengolahnya. Kemudian dengan mengkomsisikan diri untuk terus menulis. Aktifitas menghasilkan ide, mengolah dan menuangkan kedalam bentuk tulisan dipengaruhi oleh faktor internal seperti mood, kondisi fisik, ide dan berbagai hal yang muncul dari diri sendiri, adapun eksternal yakni lingkungan, sarana Peralatan dll. Dapat dipastikan akan menjadi penulis yang baik ketika mau untuk terus menulis, menjaga ritme menulis dan keterampilan akan terus terasah. Selanjutnya jangan mudah menyerah, kembali lagi ke dunia menulis adalah dunia proses, nikmati prosesnya. Hahaha. Mending membuat karya dan gagal berkali-kali daripada memiliki fasilitas memadahi tapi enggan berkarya. Belajar dari banyak kegagalan dan menerimanya untuk terus memperbaiki. Berikutnya adalah waktu khusus untuk menulis, luangkan sejenak walau hanya beberapa menit, berproses kalau sudah menikmati aktifitas menulis, berjam-jam menulis lun akan merasa asyik dengan dirinya sendiri. Waktu adalah penentu hasil karya, dengan konsisten dan komitmen, karya akan tercipta.

Masuk ke sub BAB "Tahajud Ilmiyah", sub judul ini keren banget. Bangun sepertiga malam, sholat tahajud kemudian menulis. Subhanalloh, sungguh rahmat dan berkah melimpah kepada pelakunya. Pada sub BAB ini kang Ngainun Naim mengajak kita untuk belajar menulis kepada Prof. Yudian Wahyudi, Ph.D, di sini kang Ngainun Naim menulis penuturan Prof. Yudian yakni pada malam hari sebelum tidur kita membaca buku dengan tema yang ingin kita jadian topik untuk menulis, jika memungkinkan hasil bacaan segera ditulis, di pagi buta sepertiga malam bangun dan sholat tahajud kemudian tulislah pokok-pokok pikiran dari buku yang telah dibaca sebelum tidur, sebaliknya ditarget satu halaman. Kemudian bawa hasil tulisan itu kemanapun kita pergi, baca kembali, tela'ah, diedit dan dikembangkan. Resep yang ideal dan penuh komitmen tinggi untuk mampu disiplin sebagaimana yang dilakukan Prof. Yudian. Komitmen yang kokoh akan membentuk habits diri yang lebih baik.

Masuk sub BAB "Menulis Itu Perjuangan" disini kang Ngainun Naim menceritakan kisah N. Mursidi yang memiliki tatanan kata yang mampu membuai pembacanya, umseperti diungkapkan kang Ngainun Naim "membaca buku karya Mursidi seperti mendengar dia bertutur secara lisan" laksana tersihir. Nasib tulisan itu takdir Tuhan, yang penting terus menulis ungkap Mursidi. Perjuangan Mursidi diulas lumayan panjang oleh kang Ngainun Naim pada sub BAB ini, sosok yang tidak kenal lelah dan penuh perjuangan dan kerja keras. Menulis telah menjadi dunia yang meberinya warna unik dalam kehidupannya. Sukses dengan karya tulis itu dibentuk dengan persiapan, kerja keras dan tak luput dihujani kegagalan. Diperlukan sikap mental yang tangguh untuk menuju kesuksesan. 

Sub BAB "Menulis Itu Harus Tahan Godaan" didalam sub BAB ini The Liang Gie menjadi sosok yang dipaparkan dan menjadi salah satu sumber inspirasinya kang Ngainun Naim. Gie adalah sosok intelektual, dosen dan pengarang yang produktif sampai akhir 90an, banyak karyanya yang masih terbit sampai sekarang, salah-satunya Filsafat Ilmu. Aktifitas mengarang yang Gie lakoni membutuhkan basis sikap yang kuat, yakni motivasi, Gie menyebutnya dorongan batin yang besar. Dalam membangkitkan motivasi perlu beberapa aktifitas penunjang. Pertama, membaca buku-buku tentang menulis. Kedua membaca kisah-kisah penulis yang telah sukses. Ketiga, berkomunikasi dengan para penulis sukses. Keempat aktif di beberapa platform karya tulis. Ungkap Gie banyak manfaat yang akan ditemui oleh orang yang menekuni dunia menulis. Pertama, kecerdasan, kemampuan menghubungkan buah pikiran, merencanakan rangka uraian, pemilihan kata yang tepat, menguatkan daya pikir. Kedua, nilai kependidikan, ini akan melatih diri untuk menjadi tabah, ulet dan tekun sehingga mencapai keberhasilan, dan memajukan kapabilitas diri. Ketiga adalah nilai kejiwaan, akan ada satu titik dimana penulis mampu mencapai kepuasan batin, kegembiraan kalbu, kebanggaan pribadi dan meningkatkan kepercayaan diri. Keempat, kemasyarakatan, yakni impec sosial dari menulis adalah di kenal oleh karyanya yang dinilai memberikan berkontribusi penting. Kelima, nilai keuangan, nah disini ada yang benar-benar mengabdikan hidupnya hanya untuk menulis, dan hidup dari aktifitas menulis. Keenam, nilai kefilsafatan, hal ini berkaitan dengan keabadian, sudah sejak jaman dahulu, karena jasad orang arif tidak abadi, tetapi buah pikiran meraka kekal karena diabadikan melalui karangan yang ditulis. Dunia timur, ungkap Gie, menyadari nilai ini dengan pepatahnya yang berbunyi "segala sesuatu musnah kecuali perkataan yang ditulis", kunci menulis Gie, ungkap kang Ngainun Naim yakni "Tahan Godaan", harus konsisten, jangan sampai tergoda untuk melakukan hal lain yang menyita waktu sudah dijadwalkan untuk menulis. Menepis godaan untuk tidak menulis ini akan sangat terasa berat, hal ini yang mampu membunuh karya kita dan harus kita lawan. Tutur Gie dalam buku karyanya kang Ngainun Naim "kegiatan pengarang bukanlah suatu usaha yang gampang, kegiatan yang sederhana, dan kerja yang sebentar" oleh karenanya butuh dorongan batin yang besar yakni motivasi. 

Lanjut sub BAB "Menulis Dengan Hati", kita diajak belajar menulis kepada Wawan Susetya. Banyak penulis Indonesia yang telah memiliki profesi utama sehingga menulis sebagai sarana aktualisasi diri, pengembangan potensi atau kepentingan motif lain. Beberapa hal yang penting yang diungkap dari buku Wawan Susetya tentang menulis adalah. Pertama, menata niat, dengan niat baik akan membentuk domino effect yang juga baik. Transfer ilmu dari otak kedalam bentuk tulisan harus dilakukan dengan ikhlas, dari keikhlasan akan mampu memberikan umur karya yang panjang, manfaat yang luas dan terus menginspirasi generasi ke generasi. Keikhlasan memberikan pengaruh besar berupa keabadian sebuah karya tulis. Kedua, menulis itu gampang, sangat gampang, Wawan membuktikan dengan karya judul buku-bukunya yang sudadah sangat banyak. Ketiga, dilakukan dengan sepenuh hati, ini kata kunci untuk menciptakan sebuah karya dengan totalitas. Keempat, kreatif menggali ide, banyak macam caranya, dipaparkan kang Ngainun Naim terkait cara Wawan menggali ide. Pertama dengan memperbanyak diam mengurangi bicara. Kedua dengan menyendiri ditempat yang sepi. Ketiga sering begadang atau berjaga di waktu malam. Keempat, mampu menahan lapar. Empat aku yakin ini akan sangat istimewa ketika dilakoni dengan kaidah Islam (Diam, Menyendiri muhasabah, Begadang untuk tahajud, dan menahan lapar yakni puasa) ini sangat keren dan perlu dielaborasi lebih luas. 

Sub BAB "Terus Memproduksi Kata-kata" Zara Zettira ZR adalah penulis cerpen kawakan yang karyanya tentu sangat menginspirasi kang Ngainun Naim dan sangat dikagumi. Dunia literasi ungkap kang Ngainun Naim, membutuhkan perjuangan dan kebesaran jiwa, penghargaan, penghormatan, pengelola an emosi, menekan ego dan tentunya kesabaran. Kang Ngainun Naim mengakui belajar memproduksi kata-kata dari sosok Zara, tentunya dengan praktik menulis setiap hari. Bagi Zara menulis adalah hiburan, sarana rekreasi, meditasi dan harus datang dari hati. Satu keyakinan Zara Zettira yaitu ia bisa menulis dan ia suka, keyakinan itu yang mendorong dirinya untuk memutuskan berhenti kuliah dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia yang telah ia lakoni selama empat tahun, ia merasa tidak cocok kuliah dan memutuskan untuk menulis. 

Yeeee, masuk sub BAB terakhir, "Menulis Dengan Kegigihan" disini kang Ngainun Naim mengajak belajar menulis kepada sosok Krishna Mihardja, nama ini tidak begitu tenar memang, wong aku saja baru tahu saat baca buku ini, pun nama-nama yang kang Ngainun Naim sebutkan, aku baru tahu semua, hahaha, wong aku latihan membaca juga baru kemarin. Hihihi. Krishna Mihardja adalah sosok seorang pengarang sastra Jawa. Beliau yang latar belakangnya adalah jurusan matematika justru meloncat sangat jauh dibidang sastra Jawa. Namun tekad ya yang gigih membuahkan hasil, mendapat banyak penghargaan atas kegigihannya. Saran Krishna yakni cara belajar yang baik dalam menulis adalah dengan belajar dari karya pengarang yang telah dimuat. Karena disitu telah melewati proses seleksi. Sayogyanya karangan tersebut dibaca, cermati, dianalisis dan diambil sisi positifnya. Penting juga membangun komunikasi secara intensif dengan penulis lain, untuk keberlangsungan kreatifitas menulis. Beliau adalah sosok yang gigih dan mampu terus berkarya yang tergolong sangat sulit bidang karya yang digeluti yakni sastra Jawa. Krishna menulis dengan sangat serius. Bagi Krishna, menulis harus dilakukan dengan penuh kegigihan. Apalagi menulis sastra Jawa yang secmented banget, tapi tidak menurutkan semangat seorang Krishna, ia terus menulis dan menghasilkan karya, honor hanya sekedar bonus bukan orientasi utama baginya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun