Mohon tunggu...
Amerta Raya
Amerta Raya Mohon Tunggu... Petani - Petani

Catatan Manusia Pelosok Desa

Selanjutnya

Tutup

Diary

The Power of Writing Resume Buku Kang Ngainun Naim

26 Juni 2023   15:29 Diperbarui: 29 Juni 2023   04:27 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Kang Ngainun Naim juga menjadikan status media sosial sebagai kabar akan diri kita, ada beberapa manfaat yang dipaparkan dari kebiasaan beliau menulis status setiap hari. Diantara ya adalah yang pertama silaturahim, kedua merawat tradisi menulis, yang ketiga menjadi sarana ibadah. Barokalloh. 

Kang Ngainun Naim didalam buku ini mengakui dirinya aktif menulis status di FB. Sedang aku tidak pernah aktif di media sosial apapun. Tapi aku mulai melatih diri ku untuk terus latihan menulis disini, kompasiana. Berkah dari membaca bukunya kang Ngainun Naim. Matur sembah nuwun, Barokalloh. 

"Penulis Tidak Mengenal Pensiun" tulis kang Ngainun Naim. Tapi nyatanya banyak penulis yang dulu merajai dunia media massa kini tenggelam begitu saja. Ada beberapa faktor ungkapnya, pertama sibuk dengan jabatan menjadikan idealisme menulis tidak mampu dipertahankan, sesekali masih sempat menulis namun tidak lagi memiliki aktualitas dan ketajaman analisis, wal hasil tulisan jarang di muat, dan perlahan Pena dan kertas digantungan sebagai pajangan. Faktor kedua kemapanan ekonomi, penghasilan yang cukup berlimpah menjadikan menulis tidak lagi dianggap penting dan otomatis ditinggalkan. Faktor ketiga adalah habisnya stamina, dalam jangkauan panjang kemampuan mempertahankan stamina secara konsisten akan sangat menguras energi, disini banyak yang berguguran dan memilih pensiun. 

Namun penulis yang memiliki komitmen yang kuat, menulis menjadi bagian hidup, kembali ke passion, separuh dirinya adalah tulisan. Kang Ngainun Naim yang mengutip pernyataan Prof. Dr. Mulyadhi Kartanegara "kalau kita tidak menulis satu halaman pun selama bertahun-tahun, maka tidak perlu heran kalau kita tak pernah maju dalam ilmu".

"Produktifitas Menulis dan Jebakan Plagiasi" disini kang Ngainun Naim memaparkan bahwa penulis berkualitas akan menghasilkan tulisan yang berkualitas. Orisinilitas menjadi aspek penting untuk menunjukkan bahwa tulisan tersebut bukanlah plagiasi namun benar-benar karya sendiri walau tidak seluruh tulisannya, melainkan sebuah kejujuran untuk menyebut bagian yang memang bukan miliknya sendiri. Di era yang serba mudah ini jika dilakukan penelitian secara obyektif tentu sangat marak kasus plagiasi, malah menjadi sebuah habits untuk berbagai kepentingan. Menulis yang baik membutuhkan kesabaran dan ketekunan. Sabar menghadapi berbagai hambatan dan godaan. Tekun untuk terus menulis, menulis dan menulis. Sikap sabar dan tekun ini yang mendorong seseorang mampu menjadi seorang penulis yang berkualitas.

"Lakukanlah menulis seolah bermain tapi serius, serius tapi bermain"

Sub BAB berikutnya "Syarat Penting Menulis yang Baik", menjadi penulis yang baik itu... proses. Hahaha, kang Ngainun Naim saja yang karyanya sudah segudang beliau mengakui dirinya masih belajar untuk menjadi penulis yang baik, BELAJAR, perlu kita pertebal kata tersebut. Hahaha. Sejatinya terus belajar, belajar dan belajar. Tak luput untuk belajar menjadi penulis yang baik juga harus mampu menerima berbagai kritik, tentunya kritik yang membangun, kritik yang konstruktif, yang memicu sepak terjang kita dalam menulis, menggugah gairah dan semangat. Faktor lain juga dengan banyaknya kita membaca yang tentu akan membuka banyak perbendaharaan wawasan dan kekayaan khazanah pengetahuan. Rajin membaca menjadi sebuah kunci utama dan syarat yang mendasar untuk menyajikan tulisan yang baik.

"Penulis adalah pembaca, tapi pembaca belum tentu penulis"

Kita masuk "Literasi Perjuangan", benar memang pernyataan kang Ngainun Naim "semakin tinggi tingkat literasi semakin besar pula kemajuan yang dapat diwujudkan". Tinggi rendahnya SDM ya kuncinya literasi. Literasi mampu mengubah kehidupan. Ketika kita mampu mengkritisi karya orang lain berarti kita harus siap dan memiliki argumentasi yang kuat dan konstruktif, argumentasi yang kuat dan konstruktif tentu didukung dengan tingkat literasi yang tinggi.

Pengalaman Menulis Pertama, kang Ngainun Naim memaparkan dirinya terpicu karena kondisi ekonomi, tapi aku sangat yakin (amit sewu) dari kemiskinan justru membentuk dirinya menjadi kaya akan ide, kreatifitas dan wawasan. Pengalaman dari seringnya kang Ngainun Naim gagal membentuk mental dirinya sekuat baja. Kekayaan ide, kreatifitas tumbuh dari keterbatasan, keterbatasan justru menjadi satu bentuk kelebihannya bukan sebuah kekurangan atas dirinya. Gagal coba lagi, gagal lagi coba lagi, gagal terus mencoba. Dan berhasil. Barokalloh. 

Masuk ke BAB II "Motivasi Menulis" kata kang Ngainun Naim Write or Die. Hahaha aku ra dong boso inggris. Pengalamannya akan naik turunnya semangat menulis, mengapa bisa terjadi? Banyak faktor, dari kondisi fisik yang kurang prima, belum terlatih menulis, mood dll. Mengatasinya dengan melakukan aktifitas menulis sesering mungkin, bisa dengan menulis setiap hari dengan menjadwalkan diri, memberikan waktu-waktu khusus untuk menulis, semisal kebiasaan kang Ngainun Naim yang sudah menjadi rutinitas menulis saat bangun tidur, kondisi lebih segar, dan mudah menghasilkan karya, karena itu adalah waktu-waktu yang kang Ngainun Naim miliki untuk menulis. Kalau aku ya siang seusai dari sawah, sembari rehat sembari latihan menulis, menulis ini dari siang tadi sampai sore ini, baru sampai halaman 51, lumayan latihan ngeresum. Hahaha. Benar juga pernyataan kang Ngainun Naim bahwa menulis merupakan manifestasi dari rasa syukur. Jadi bersyukurnya tidak sekedar ucapan alhamdulillah tapi menasarofkan dalam bentuk karya tulis, manifestasi kehambaan kepada Alloh SWT. Barokalloh. Energi positif yang dibagikan adalah nilai kemanfaatan dan bentuk ibadah. Dilakukan dengan rutin dan disiplin dengan penuh komitmen. Spirit "menulis atau mati" semboyan pak Emcho yang ditulis oleh kang Ngainun Naim. Menulis bagi kang Ngainun Naim tidak mengenal waktu, tempat dan keadaan. Beliau bisa menulis disela-sela kesibukannya yang sangat padat, beliau mengakuinya bahwa dirinya nyaris tidak memiliki waktu khusus untuk menulis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun