Aku berjalan ke luar, membuka pagarku, untuk melihat- Rafi mengendarai motorku? Apakah justru ini dunia mimpiku?
"Sore, Indri. Nih, motormu sudah pulang!"
Aku ternganga tidak percaya. Sihir apa yang telah membuat keinginanku menjadi nyata?
"Hah... bagaimana bisa? Dari mana kamu tahu kalau motorku tertinggal di sekolah?"
"Kebiasaan ketua kelasmu itu, segala-galanya segera ia selesaikan. Tadi, di perjalanan dari rumah Jessi, aku diperintahnya untuk ke sekolah dan mengambil motormu untuk diantarkan ke kamu - sekalian dia memantapkan kemampuan mengendarai motornya dengan motorku, katanya," Jawaban Rafi yang tidak bisa kupercayai.
"Yaampun, kalian berdua, terima kasih banyak! Sebanyak banyaknya! Kalau kalian tidak gerak cepat, aku bisa jadi dijadikan manusia geprek oleh orang tuaku! Kalian seperti pahlawa-" Aku baru menyadari bahwa perkataanku terlalu berlebihan.
"Pahlawan?" Jawab Rafi, "Kalau tentang itu, sebenarnya cenderung ke dirimu. Aku tidak percaya kamu bersedia membantu Jessi dan Sena yang bahkan keperluannya tidak menguntungkanmu. Tapi, kamu tetap rela berkorban demi mereka. Bahkan, jika kamu tidak pernah ada, mungkin Sena sudah tidak akan bisa kurangkul lagi."
"Maksudnya kaurangkul? Dia suka tidak menyukaimu?"
"Bukan- maksudnya, dia sudah tidak bersama kita lagi."
"HAH? Apa maksud-"
"INDRIIII! RAFIIIIII!" Obrolan misterius ini disela oleh Sena yang berteriak di atas motor goyahnya.