"Semangat ya, dua gadis," Sapa Sena.
"Apa kamu nggak lihat kita sedang sibuk?" Ujar Jessi.
"Lah, justru itu, makanya aku menyemangati kalian!"
"Maksudnya, kamu pasti ke sini karena ada maunya, Sen," jawabku.
"Nah, tepat sekali! Jess, aku pinjam Indri sebentar untuk menagih biaya bazaar ya!" Sena melanjutkan dengan jawaban yang sangat bisa ditebak.
"Tapi bukannya itu tugas bendahara? Kenapa malah kamu yang repot, Sen?" Jessi heran.
"Kayak kamu nggak kenal sama bendahara kita saja. Mana pernah Erna melaksanakan tugasnya?"
Menyerah dengan percakapan yang dibuka sendiri, Jessi melepaskanku dan aku menemani Sena mengelilingi kelas. Sama halnya dengan Jessi, bantuan yang dibutuhkan sangat sepele - aku hanya mencatat nama yang sudah mengumpulkan dana. Tapi kali ini bantuan dibutuhkan karena kelalaian seseorang, bukan karena banyak aspek yang memang perlu diperhatikan.
Kejadian seperti ini membuatku berpikir, sekuat apa kita dalam menguasai keperluan kita, kita pasti tetap membutuhkan seseorang untuk memberi sedikit pertolongan. Entah itu karena memang banyak yang harus dikerjakan, atau karena seseorang tidak melaksanakan tugasnya, kita membutuhkan orang lain yang ikhlas menjulurkan tangannya untuk kita. Saat kita sedang terombang ambing di lautan lepas, kita setidaknya membutuhkan sebuah perahu kecil agar tetap bisa hidup.
"Rafi!" Sentak Sena kepada kekasihnya yang sangat bertolak belakang dengan dirinya.
"Sen, matamu di mana sih? Tadi Jessi Indri sudah jelas-jelas sedang sibuk, tetap kamu ganggu saja! Sekarang, aku sedang tidur, kamu bentaki begitu saja?" Sambat Rafi, dengan muka bantalnya.