Larangan Perkawinan Selama-lamanya.
1) Karena pertalian nasab
Wanita yang melahirkan atau menurunkannya atau keturunanya
Wanita keturunan ayah atau ibu
Wanita saudara yang melahirkannya
2) Pertalian kerabat semenda:
Wanita yang melahirkan istrinya atau bekas istrinya Wanita bekas istri orang yang menurunkannya
wanita keturunan istri atau bekas istrinya, kecuali putusnya hubungan perkawinan dengan bekas istrinya itu qabla al dukhul.
Seorang wanita bekas istri keturunanny
Wanita bekas istri orang yang menurunkannya
3) Pertalian sesusuan
Wanita yang menyusuinya dan seterusnya menurut garis lurus keatas
Wanita sesusuan dan seterusnya menurut garis lurus keatas
Wanita Saudara sesusuan dan kemenakan sususan ke bawah
Wanita bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan keatas
Anak yang disusuhi oleh istinya dan keturunannya
Larangan Perkawinan dalam Waktu tertentu
Pasal 40 KHI, dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dan
wanita dalam keadaan:
1. Karena wanita yang bersangkutan masih terkait satu perkawinan dengan pria lain
2. Seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria lain
3. Seorang wanita yang tidak beragama Islam
Pasal 41 KHI, dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dan wanita dalam keadaan:
1. Seorang pria dilarang memadu istrinya dengan seorang wanita yang mempunyai hubungan pertalian nasab atau sesusuan dengan istrinya
2. Saudara kandung seayah atau seibu serta keturunanya
3. Wanita dengan bibinya atau kemenakannya
Pasal 42 KHI, Seorang pria dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang wanita apabila pria tersebut sedang mempunyai empat orang istri yang keempatnya masih terikat tali perkawinan atau masih dalam iddah talak raj'i atapun salah seorang diantara mereka masih terikat tali perkawinan sedang lainnya dalam masa iddah talak raj'i.
Pasal 43 KHI
1. Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria:
a. Dengan seorang wanita bekas istrinya yang ditalak tiga kali;
b. Dengan seorang wanita bekas istrinya yang dili'an
2. Larangan tersebut pada ayat (1) huruf a gugur, kalau bekas istri tadi telah kawin dengan pria lain, kemudian perkawinan tersebut putus ba'da dukhul dan telah habis masa iddahnya.
Pasal 44 KHI, Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam. Selain larangan perkawinan dalam waktu tertentu yang disebutkan dalam KHI dimaksud.
PERJANJIAN PERKAWINAN
Perjanjian perkawinan yang dijelaskan oleh pasal 29 Undang-Undang No.1 Tahun 1974, telah diubah atau diterapkan bahwa taklik talak merupakan salah satu perjanjian perkawinan dalam Komplikasi Hukum Islam seperti dijelaskan pada.
Pasal 46 KHI :
1. Isi taklik talak tidak boleh bertentangan dengan hukum Islam.
2. Apabila keadaan yang disyaratkan dalam taklik talak betul-betul terjadi kemudian, tidak dengan sendirinya talak jauh. Supaya talak sungguhsungguh jatuh, istri harus mengajukan persoalannya ke Pengadilan Agama.
3. Perjanjian taklik talak bukan perjanjian yang wajib diadakan pada setiap perkawinan, akan tetapi sekali taklik talak sudah diperjanjikan tidak dapat dicabut kembali.
Ayat (3) KHI yang berbunyi "perjanjian tersebut berlaku sejak perkawinan dilangsungkan". Bertentangan dengan Pasal 29 ayat (4) UU Nomor Tahun 1974 yang mengungkapkan bahwa selama perkawinan berlangsung, perjanjian tidak dapat diubah kecuali ada persetujuan kedua belah pihak, dan tidak merugikan pihak ketiga. Sebelum pelaksanaan akad nikah Pegawai Pencatat perlu melakukan penelitian mengenai perjanjian perkawinan yang dibuat oleh kedua calon mempelai, baik secara material maupun isi perjanjian itu.