Mohon tunggu...
Nafidz Muhamad
Nafidz Muhamad Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Lahir dari rahim Sastra, dibesarkan oleh fiksi romansa, diajarkan oleh bait puisi dan kata-kata. Mahasiswa Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia, tergabung dalam Komunitas sastra Van Der Wijck. Mencintai tulisan berupa Sastra dan Opini, buku kesukaan Senja Di Jakarta karya Mochtar Lubis.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tas dan Senin Pagi, Kumpulan Puisi

13 Juni 2024   10:52 Diperbarui: 13 Juni 2024   11:46 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1. Air asin yang tawar

Laut akan dipangku ke udara
Meninggalkan jejak uap di belakang mereka
Menjadi gumpalan putih yang bebas dan besar
Sebelum akhirnya jatuh menjadi air tawar

2. Kasurku masih kantuk

Minggu pagi kasur selalu memelukku
Mengelus ujung kening sampai rambutku
Dia menjadi kasur paling lembut kali ini
Selalu saja berbisik untuk tidur lebih lama lagi

Jika kau mau, aku yang akan membangunkanmu wahai kasurku
Sepertinya kau amat lelah berada di bawahku
Aku akan bangun dari atasmu yang kantuk sekali
Untuk membiarkanmu istirahat kembali

3. Tas dan senin pagi

Aku tas yang bekerja menampung barang
Isinya berbagai macam hal yang malang
Dari besar kecil sampai sisa uang akhir bulan
Dan juga beratnya sebuah harapan

Senin pagi biasanya tas ini berisi amplop cokelat
Terdiri dari banyak wajah dan cap
Berbagai macam surat lamaran di perusahaan
Dan surat berhenti dari pekerjaan

Aku tas yang tak pernah membawa baju untuk liburan
Tak pernah membawa uang gaji bulanan
Tak pernah ditinggal di ruang karyawan
Dan tak pernah ada di bangku perkuliahan

Kini hanya aku dan pemilik aku
Kemanapun dia pergi selalu menggendongku
Senin pagi Kali ini kita tengah berlari amat cepat
Dan aku tidak sedang membawa amplop cokelat
Tidak juga membawa uang sisa akhir bulan
Melainkan tumpukan uang hasil perampokan

4. Topi

Topiku tidak pernah angkuh
Padahal dia berada di atas kepalaku
Topiku tak pernah mengeluh
Padahal panas yang jatuh di kepalaku mengenainya lebih dulu

Topiku tidak sekalipun marah
Ketika tak aku pakai untuk berkendara
Sebab helm lebih dia percaya
Dia tau kepalaku akan lebih aman dengannya

Dia ingin menjadi kotak tapi dia rela untuk bundar
Sebab topi saya bundar kalau tidak bundar bukan topi saya

5. Rokok kepada Asap

Aku selalu dibakar habis oleh keparat
Satu hisap dariku mulutnya makin erat
Dua hisap dariku bebannya mulai terangkat
Tiga hisap dariku asap di paru-paru kian padat

Semakin asap keluar
Maka aku semakin pendek
Nyawaku terancam
Karena asap mengepul membawa beban

Aku tidak menyalahkan korek yang membakarku
Tidak juga asap

Tapi asap, jika kamu jatuh cinta pada paru-paru
Maka dia akan berhenti sejenak untuk bercinta denganmu
Asap

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun