Ketika malam tiba, Winda yang baru keluar dari berkumpul dengan kawan kerjanya, menentang tas dan dilihatnya arloji di tangannya. Jam menunjukkan sudah tengah malam, ia masih berfikir apakah pulang atau tidak.Â
Ketika dilihatnya teman-temannya sudah banyak yang pulang, ia pun memutuskan untuk pulang meski sudah larut malam. Ia menghidupkan motornya dan melaju dengan kecepatan tinggi, ia memperkirakan cepat sampai rumah.Â
Di tengah jalan ia diikuti oleh sebuah motor yang menurutnya misterius, dimana ia melaju di tempat yang merupakan jalan pintas yang sepi, motor di belakangnya pun ikut. Ia bergegas mencari jalan yang ramai.Â
Naasnya di depan motornya ia sudah dihadang oleh sebuah motor dengan dua orang. Ia tak peduli dan mencoba kabur. Sebelum mencapai jalan raya, motornya sudah dapat dikejar oleh gerombolan misterius itu.Â
Dengan menodongkan senjata tajam, ia mengangkat tangannya. Tas yang dibawanya dan kunci motor yang dipegangnya di minta, akan tetapi ia menolak untuk memberikan kunci. Gerombolan itu tak mau berkompromi dan tetap menodongkan senjata.
Untungnya, ia masih dalam lingkungan kampung yang sedang melakukan siskamling. Gerombolan itu  tertangkap basah oleh beberapa orang yang masih berjaga-jaga. Mereka pun berhasil kabur dengan membawa tas yang isinya uang dan smartphonenya. Orang-orang kampung mendekatinya dan menanyainya apakah ia baik-baik saja. Winda hanya bisa terdiam lemas dan duduk sebentar.
"Alhamdulillah bu, kalau tidak sampai terluka,"
"Tapi, tasnya raib tadi karena kita kurang cepat,"
Lalu diantarkannya Winda hingga sampai jalan raya yang ramai. Winda pun akhirnya berhasil pulang, akan tetapi pintu rumah masih terkunci. Hingga malam itu ia mengetuk pintu keras-keras. Herman yang mendengar ketukan itu, dan melihat keluar. Dari jendela dilihatnya sosok yang tidak asing baginya, Winda istrinya.
"Dari mana bu?"
Belum terjawab pertanyaan suaminya, Winda memeluknya dan menangis. Diceritakannya kejadian itu, hingga ia berhasil pulang.