"Hei! Kau mau mencuri, ya?!"
Bentakan pedagang tua membuyarkan lamunan Hisham, remaja laki-laki berpakaian lusuh, yang menatap lapar bongkahan roti gandum harum di tangannya. Kepala Hisham menggeleng lesu, ia lalu meletakkan kembali roti tersebut pada keranjang dagangan dan berjalan menjauh.
Tahun ini Raja Agung Narmer telah resmi menyatukan Mesir Hulu dan Hilir, lalu Memphis ditetapkan sebagai Ibukotanya. Beberapa warga miskin di desa pinggiran Sungai Nil tempat Hisham tinggal, merantau ke Memphis untuk bekerja menjadi pelayan, termasuk dirinya yang dititipkan sang ibu kepada rombongan warga.
"Hei!" Pedagang tadi kembali meneriaki Hisham. "Mau ke mana kau?! Dasar pencuri!" tuduh si pedagang. Tak lama, tiga pria dewasa berjalan ke arah Hisham dengan raut marah. Hisham melangkah mundur, ia bingung dan ketakutan, ia tidak merasa mencuri apa pun.
Tiba-tiba seseorang bertudung kain berdiri membelakanginya. Rambut hitam panjang sosok itu terkibas dan aroma wangi seketika memasuki rongga hidung Hisham.
"Berhenti! Dia tidak bersalah. Aku menjamin," tegasnya. Ternyata seorang perempuan. Menakjubkan, ia berhasil menghentikan tiga pria dewasa itu. Hisham menengadah, kedua mata perempuan itu dihiasi kohl hitam dengan lengkungan indah di ujungnya. Perempuan itu lalu menoleh, sangat cantik.
"Kau pendatang, ya?"
Hisham patah-patah mengangguk. "Terima kasih sudah membantuku."
"Ke mana tujuanmu?" tanyanya.
"Tuan Amr."