Jika rancangan undang-undang penghapusan kekerasan seksual (RUU PKS) disahkan, menurut sudut pandang masyarakat yang kontra akan RUU PKS ini akan menimbulkan pertentangan pada norma agama, yang didalamnya melanggar segala bentuk penyimpangan seksual seperti seks bebas (perzinahan termasuk persetubuhan karena paksaan maupun persetujuan) dan pelacuran sukarela.Â
Namun, peraturan rancangan undang-undang penghapusan kekerasan seksual (RUU PKS) yang dilihat dari sudut pandang masyarakat yang kontra akan RUU tersebut hanyalah membatasi kekerasan seksual yang didasari pada perbuatan kejahatan seksual atau kesusilaan seperti perilaku seks yang menyimpang (LGBT) dan pelacuran.Â
Sedangkan dalam penanganan kasus seksual kekerasan seperti pencabulan dan pemerkosaan telah diatur pada KUHP pasal 281 di bab kejahatan dan kesusilaan.Â
Rancangan undang-undang penghapusan kekerasan seksual (RUU PKS) menurut sudut pandang masyarakat yang kontra akan RUU tersebut berpikir bahwa kurang kejelasan frasa dalam peraturan dari RUU PKS.Â
Sedangkan pada ideologi masyarakat yang pro terhadap rancangan undang-undang penghapusan kekerasan seksual (RUU PKS) memiliki sudut pandang yang berbeda dari masyarakat yang kontra terhadap RUU tersebut. Karena berdasarkan sudut pandang masyarakat yang pro terhadap rancangan undang-undang penghapusan kekerasan seksual (RUU PKS) tentu saja tidak membenarkan pada pola pikir masyarakat yang kontra terhadap RUU tersebut, karena dalam isi rancangan undang-undang penghapusan kekerasan seksual (RUU PKS) di dalamnya lebih mengedepankan perihal pencegahan kekerasan seksual dan upaya penanganan kekerasa seksual yang dialami oleh korban. Karena kekerasan seksual yang terjadi di negara Indonesia cukup tinggi jumlahnya sebanyak 544.452 kasus kekerasan seksual yang telah dicatat pada komnas perempuan.Â
Terlebih pada isi rancangan undang-undang tersebut mengedepankan hak asasi manusia yang dimiliki oleh kaum wanita dan juga anak-anak serta melindungi kaum wanita dan juga anak-anak terhadap pelaku seksual yang merajalela. Â
Tidak hanya masyarakat yang pro dan kontra pada rancangan undang-undang penghapusan kekerasan seksual (RUU PKS) saja, pada anggota DPR sebagai pihak pembuat RUU PKS pun mengalami ketidaksetujuan pada rancangan undang-undang penghapusan kekerasan seksual (RUU PKS), hal ini disebabkan karena adanya perbedaan ideologi atau sudut pandang yang berbeda dari beberapa fraksi.Â
Tidak bulatnya keputusan suara dari para anggota DPR perihal rancangan undang-undang penghapusan kekerasan seksual (RUU PKS) ini pun membuat terhambatnya pengesahan rancangan undang-undang penghapusan kekerasan seksual (RUU PKS).Â
Menyebabkan timbulnya polemik pada rancangan undang-undang penghapusank ekerasan seksual (RUU PKS) bukan hanya pada kalangan masyarakat saja tetapi juga pada kalangan pemerintah.Â
Timbulnya polemik terhadap rancangan undang-undang penghapusan kekerasan seksual (RUU PKS) menurut sudut pandang pihak yang kontra terhadap RUU tersebut, harus direvisi ulang pada isi RUU tersebut sebab segala bentuk penyimpangan seksual dapat dikatakan kekerasan seksual.Â
Sedangkan menurut sudut pandang pada pihak yang pro terhadap RUU tersebut, harus dicepatkannya pengesahan rancangan undang-undang penghapusan kekerasan seksual (RUU PKS) menjadi undang-undang penghapusan kekerasan seksual, karena berdasarkan ideologi pada pihak yang pro terhadap RUU tersebut sangatlah urgent, sebab KUHP yang digunakan untuk menyelesaikan kasus-kasus pada kekerasan seksual dinilai kinerjanya belum dapat melindungi para korban dari kejahatan seksual.Â