Mohon tunggu...
Nadya Ananda
Nadya Ananda Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pendidikan Sosiologi

It’s never ourselves that we write for.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Urgensi Kesehatan Mental Emosional Remaja Saat Pandemi Covid-19

8 Desember 2021   19:15 Diperbarui: 8 Desember 2021   19:18 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa tidak setiap orang berasal dari keluarga harmonis, banyak di luar sana ditemui remaja yang 'broken home'. Hal ini yang kemudian menjadi salah satu penyebab dari terganggunya kesehatan mental emosional mereka. Adanya perasaan kecewa, terisolasi, kecemasan, bahkan depresi yang dialami remaja pun sudah bukan merupakan rahasia umum. 

Walaupun masalah kesehatan mental semakin memburuk saat pandemi, namun pendanaan dalam pengendaliannya tidak memiliki peningkatan yang berarti, hal ini dapat dilihat dari kurangnya sumber daya dan layanan serta adanya kesenjangan penyembuhan yang besar.

Data kesehatan mental di Indonesia pada tahun 2018 sendiri menunjukkan bahwa terdapat 9,8% gangguan mental emosional pada remaja dengan gejala depresi dan kecemasan pada remaja usia >15 tahun. Angka ini meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2013 yang hanya menyentuh 6%.

Penelitian yang telah dilaksanakan oleh CDC (Centre for Disease Control) menunjukkan bahwa terdapat 7,1% anak-anak pada usia 3 s.d. 17 tahun didiagnosis dengan kecemasan, dan sekitar 3,2% mengalami depresi direntang usia yang sama. 

Penelitian lainnya juga mengindikasikan bahwa isolasi mandiri akibat pandemi Covid-19 membuat kondisi kesehatan mental anak-anak berkebutuhan khusus, seperti ADHD, ASD, dan penyandang disabilitas lainnya kian memburuk. 

Kemudian perolehan data dari dari survei penilaian cepat yang sebelumnya telah dilaksanakan oleh Satgas Penanganan Covid-19 memperlihatkan bahwa terdapat 47% anak Indonesia yang merasa jenuh di rumah, lalu 35% merasa khawatir ketinggalan pelajaran, 15% dari merasa tidak aman, ada juga 20% anak yang merindukan temannya, dan yang terakhir ada 10% anak merasa khawatir tentang kondisi keuangan keluarga mereka. Jika kondisi yang terjadi ini tidak cepat diatasi, maka nantinya akan membuat hal-hal menjadi lebih parah.

Sebagai contoh kasus, yaitu pernah terjadi pada 27 Oktober 2020 tepatnya di Tarakan, Kalimantan Utara. Seorang siswa salah satu SMP di Tarakan nekat gantung diri mengakhiri hidupnya. Diduga siswa tersebut tertekan akibat pembelajaran jarak jauh yang membuatnya harus mengerjakan banyak tugas. 

Berdasarkan keterangan dari Kasat Reserse dan Kriminal (Reskrim) Polresta Tarakan Iptu Muhammad Aldi, menurut beberapa saksi, korban adalah orang yang pendiam namun pernah sesekali mengeluh stress karena kewalahan mengerjakan tugas yang banyak dari sekolah. Kasus ini merupakan bukti nyata bahwa para remaja yang menjalani proses pembelajaran di rumah termasuk kelompok yang mudah menderita gangguan kesehatan mental.

Urgensi kesehatan mental emosional para remaja, terutama yang berlangsung saat pandemi dapat dilihat melalui perspektif konflik Ralf Dahrendorf. Secara umum, Dahrendorf setuju dengan pandangan pendahulunya bahwa kepentingan selalu ada dalam setiap aktivitas manusia. Apabila kepentingan tersebut bertentangan maka akan menyebabkan terjadinya konflik. 

Dahrendorf beranggapan, masyarakat tidak akan ada tanpa konsesus dan konflik. Oleh sebab itu tipe konflik yang dikemukakan oleh Dahredorf di antaranya: 1) tiap masyarakat tunduk pada proses perubahan, 2) tiap masyarakat kapan saja memperlihatkan perpecahan dan konflik-konflik sosial, 3) tiap elemen dalam masyarakat secara sadar atau pun tidak, menyumbang pada disintegrasi dan perubahan, dan 4) tiap masyarakat didasarkan pada paksaan oleh orang lain.

Konflik sosial menurut Dahrendorf rata-rata terjadi dikarenakan adanya sikap status quo dari pihak yang merupakan super-ordinate, sementara sikap pro perubahan lebih kepada pihak sub-ordinate. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun