Ya, dia pergi di keabadian sebulan sebelum pemberkatan pernikahanku dengan malaikat yang dulu sering disebutnya, Harata-san, sacho (boss) kaiza tempat kami berdua kerja arubaito. Pengusaha muda yang sebaya usianya dengan Romeo yang bucok (manager) kaiza-nya itu.
  Masih kuingat ulang tahun pertamaku di Jepang yang jatuh pada usia duapuluh lima tahun itu, sekotak kecil hadiah yang berisi seperangkat perhiasan emas putih yang cantik. Betapa aku tahu Romi, bahwa engkau sangat mencintaiku tetapi merasa tak bisa lama menemaniku di kehidupan ini. Dan kau tahu betapa aku dan Harata-san yang pemarah itu saling jatuh cinta bahkan dari hari pertama kami bertemu, hari pertama aku bekerja di kaizanya atas nepotisme darimu.
   "Natalie-san, tidakkah anda ingat hampir limabelas tahun yang lalu saya jatuh cinta pada anda. Kemudian setiap hari cemburu pada Romeo-san karena kedekatan kalian yang sering saya mata-matai di manapun anda dan dia berada dalam kaiza saya" lelaki teman hidupku di duabelas tahun ini tidak sekali ini saja berkalimat begini. Membuatku tersenyum dalam lamunan panjang.
"Dan saya tahu anda sekarang tengah pergi bersama Romeo-san meninggalkan saya dan raga kosong anda ini. Hobby anda melamun panjang. Romeo-san pun sering kesal" Harata-san mendekap tubuh ringanku. Serasa aku melihat ribuan bintang menuju kami, mereka turun dari langit, berjalan menginjak salju yang jarang ada di Aichi-ken sehingga membuat kami selalu ke Tokyo atau di daerah mana saja seperti Nagano bahkan Hokaido yang memungkinkan kami menjumput putihnya salju dalam menikmati natal dan hari ulang tahunku.
   "Tapi anda memberi nama Romeo pada putra kita Harata-san. Betapa sudah sepuluh tahun lamanya anda mencintai kecemburuan anda sendiri ya, seumur pangeran kecil kita" kupeluk ia dari belakang, tanpa tahu bagaimana kami sudah berada di luar restoran Indonesia tempat kami merayakan natal dan ultahku. Dan Romeo kecil itu tak kutahu sejak kapan terpulas dalam dekapan papanya.
   "Karena jiwa anda terlalu sering dan juga lama pergi menembus dunia menemui Romeo-san. Lamunan-lamunan anda yang panjang yang mengosongkan diri anda diantara kita" bisiknya seolah tahu yang kusuarakan dalam hati.
  Di depan jalanan rupanya sudah mulai lengang dan mobil kami terparkir agak jauh melewati koen (taman) di mana berdiri restoran pertama yang tak jadi kami pilih sebelum menemukan restoran terakhir. Sayup-sayup seolah aku masih mendengar suara berat nan anggun Misora Hibari, dalam lagu kesukaan kami bertiga (aku, Romeo, dan Harat-san) yang tadi kami mintakan disetel di restoran klasik milik orang Indonesia itu ;
shirazu shirazu aruite kita
hosoku nagai kono michi
furikaereba haruka tooku
furusato ga mieru..
dekoboko michi ga magari kunetta michi
chizu sae nai sore mo mata jinsei..
.. aa, kawa no nagare no you ni
odayaka ni kono mi wo makasete itai
aa, kawa no nagare no you ni
utsuri yuku kisetsu yukidoke wo machinagara..
   Dua bulan menjelang menikah Harata-san mengalami kecelakaan yang menyebabkan matanya buta. Dan Romeo mewasiatkan mendonorkan kedua matanya jika ia meninggal untuk Harata-san. Dan Romi berpulang sebulan setelah Harata-san buta. Sehingga sebulan kemudian Harata-san menikahiku dengan tatapan mata seorang Romiku. Seperti aku dapat mencintai dua orang sekaligus. Romeo dan Harata, dua sahabat yang adalah mantan manager dan mantan bossku.