Di era modern yang terus berkembang, Zainabun, perempuan Betawi asli, tetap setia menjaga tradisi lewat keahliannya membuat kue-kue tradisional. Meski usianya tak lagi muda, hobinya memasak membuatnya rajin menyajikan masakan khas Betawi juga masih tetap menyiapkan bekal untuk cucu-cucunya dalam kesehariannya. Bagi Zainabun, dapur adalah tempatnya melestarikan warisan keluarga sekaligus menghidupkan cinta pada budaya Betawi.
Zainabun yang akrab dengan panggilan Nabun adalah perempuan Betawi asli yang tak hanya kuat dalam menghadapi panasnya dapur, tetapi juga panasnya ujian hidup. Di balik ketelatenannya dalam membuat kue dan masakan khas Betawi, ia menyimpan kisah hidup penuh cobaan. Zainabun adalah anak kedua dari enam bersaudara, tapi hanya Nabun yang belum dikaruniai anak. Cintanya yang mendalam pada keluarga sempat diuji ketika pernikahannya harus berakhir dengan perceraian. Meski begitu, ia tetap tabah, menjalani hari-harinya dengan senyum dan ketulusan hati.
Kehilangan dan cobaan tidak membuat Nabun patah semangat. Ia memilih untuk terus mengisi hari-harinya dengan kegiatan yang ia sukai yaitu memasak. Bagi Zainabun, dapur adalah tempat ia mengalirkan rasa dan cintanya. Ia meyakini bahwa meski tak memiliki anak kandung, kasih sayangnya bisa tersalur ke orang-orang yang ada di sekelilingnya, terutama untuk cucu-cucu dari kakaknya . Setiap pagi, sebelum fajar menyingsing, ia sudah sibuk di dapur menyiapkan bekal bagi cucu-cucunya yang tinggal serumah dengannya. Bagi Zainabun, senyum dan rasa syukur mereka saat menerima bekal buatannya adalah penghiburan yang tak ternilai.
" Kegiatannya setiap hari ye masak, kalau sehat ye nyapu ngepel dikerjain udah gitu aja setiap harinye tuh,  ya kalo abis sembahyang  subuh, masak kedapur buat bawa bekel buat sarapan," Tutur Nabun.
Meskipun usianya tak lagi muda, semangat Nabun dalam melestarikan kuliner tradisional tak pernah surut. Bagi perempuan yang kini lebih akrab dengan panggilan "Nek Abun" di lingkungan sekitar, dapur bukan sekadar tempat memasak, tapi juga panggung kecil untuk mewariskan warisan budaya Betawi. Salah satu hidangan yaitu adalah tape uli, kue yang lekat dengan budaya Betawi dan menjadi simbol keakraban dalam setiap pertemuan keluarga.
Kenapa Tape Uli?
Tape uli merupakan salah satu penganan asli Betawi yang memiliki akar sejarah panjang. Makanan hasil fermentasi dari singkong ini diketahui telah ada sejak 1957 silam, bahkan lebih lama dari itu. Salah satunya dikenal dengan nama tape uli Cisalak, sebagaimana dilansir dari detikfood.
Sampai Sekarang, tape uli dihidangkan untuk berbagai acara besar yang menyimbolkan kebersamaan, seperti Idul fitri, Idul adha,acara pernikahan adat Betawi, besanan atau perayaan Maulid. Kudapan ini juga lazim disejajarkan dengan berbagai kudapan manis, seperti madu mongso, tape ketan, dan lain sebagainya.
Zainabun juga mengatakan kalau momen-momen tape uli disajikan tidak harus selalu ketika acara besar tetapi bisa juga dibawakan ketika ingin arisan atau hanya sekedar kumpul keluarga besar
"Pokoknya kalau lebaran kite tuh bikin tape uli buat kite bawain sodara, buat kita bawain nyang kite datengin nah tuh bawa tape uli dah, kadang kadang kalo lagi arisan aje kite bawa juga," Ujarnya.
Tape uli ini sudah sangat jarang yang jual dan tidak semua orang bisa membuatnya juga hidangan ini,biarpun tampilannya sederhana tapi proses pembuatannya lumayan sakral dan mempunyai filosofis jadi itu mengapa tape uli hidangan yang dipilih biarpun sebenernya banyak makanan atau kue tradisional khas Betawi lainnya tapi yang lain sudah terlalu umum.
Yuk Simak Resep Turun-temurun dan Proses Pembuatan Tape UliÂ
Proses pembuatan tape uli di tangan Zainabun bukanlah pekerjaan yang bisa dilakukan dengan terburu-buru. Setiap langkahnya memerlukan ketelatenan dan perhatian penuh agar hasilnya sempurna. Saat ditanya tentang cara membuat tape uli yang enak, Nabun menjelaskan dengan sabar.
Pertama, ketannya berkualitas, yang udah nggak ada kulitnya," kata Nabun, menjelaskan tahapan awal dalam pembuatan tape uli. "Soalnya, yang berkulit itu kan hitam warnanya jelek, jadi kita pakai ketan putih dan ketan hitam."
Setelah ketan dipilih, langkah berikutnya adalah mencuci ketan hingga bersih. "Ketan putih sama ketan hitam itu dicuci dulu, terus direndam selama 2-3jam," lanjutnya. Proses perendaman ini bertujuan agar ketan menjadi lebih empuk dan siap untuk dikukus.
"Abis itu, ketannya diaron, kasihin aer dikit aja tapi, jangan kelembekan," Kata Nek Abun dengan tegas. "Terus, ketan yang udah diaron itu ditaruh di langseng (tempat kukusan) dan dikukus," tambahnya, memastikan agar ketan matang merata dan tidak terlalu basah.
Setelah dikukus hingga matang, ketan harus didinginkan terlebih dahulu. Nabun menekankan pentingnya langkah ini: "Ketan yang udah matang ini ditaruh di tampah, dijajarin biar dingin." Setelah ketan cukup dingin, barulah langkah berikutnya dimulai, yaitu fermentasi.
"Kalau udah dingin, baru deh kita bisa nape (menaburkan) ragi di atas ketan," ungkap Nabun, sambil mengingatkan bahwa pemilihan ragi yang baik sangatlah penting. "Raginya juga harus yang bagus, supaya tape-nya jadi manis, nggak asem," ujarnya dengan tegas.
Proses ini memerlukan kesabaran, karena tape uli harus dibiarkan fermentasi selama beberapa hari agar rasa dan teksturnya pas. "Setelah itu, ditutup dengan daun pisang, dan ditunggu beberapa hari. Kalau udah jadi, tape-nya manis, wangi, dan siap disajikan."
Bagi Zainabun, setiap langkah pembuatan tape uli bukan hanya tentang resep dan bahan, tetapi juga tentang menjaga tradisi keluarga yang telah diwariskan turun-temurun. Meski sederhana, proses ini penuh makna bagi Nabun, yang melihatnya sebagai cara untuk menyambung tali kasih dan tradisi Betawi yang tak lekang oleh waktu.
Bahan-bahan Untuk Membuat Tape Uli
Bahan Tape
500gr Ketan Hitam (Yang Sudah Tidak Berkulit)
500gr Ketan Putih
Total 1 ltr Ketan
Gula Putih Secukupnya
Bahan UliÂ
1 ltr Ketan Putih
1 butir Kelapa Utuh (Yang sudah Diparut)
1 sdm Garam
2,5 ltr Air Panas
Salah satu keistimewaan tape uli yang dibuat oleh Zainabun adalah rasanya yang khas. Setiap orang yang pernah mencicipinya pasti akan mengingat kelezatan tape yang manis, beraroma wangi, berpadu dengan uli yang kenyal dan gurih. "Ada nyang biasa beli terus pernah sekali nek kasih aja gausah kerja beli tapi bikinnya lagi agak ngasal, pas orangnye kerumah dia protes karena dia tau uli yang kek biasa nek buat gak kayak gitu rasanya terus dia marahin nek dah," Canda Nabun.
Kisah Zainabun dan tape uli adalah pengingat tentang pentingnya menjaga budaya dan tradisi keluarga. Lewat hidangan sederhana seperti tape uli, Zainabun mewariskan kekayaan budaya Betawi yang sarat makna, sekaligus mengajarkan cinta, kesabaran, dan kebersamaan pada generasi selanjutnya. Di usianya yang tidak lagi muda, semangatnya untuk terus berkarya dan berbagi melalui masakan adalah inspirasi bagi siapa saja yang menghargai kekayaan kuliner dan tradisi lokal.
Dengan segala kehangatan yang ia ciptakan melalui masakan, Zainabun telah membuktikan bahwa tradisi tidak harus dilupakan, meski zaman berubah. Selama masih ada yang menjaga dan mencintai, kuliner Betawi akan terus hidup dan dikenang. "Ya paling ngelestarinnya gitu aje tetep masih suka ngebuat terus bawain buat orang, bagi tetangga biar pada tau aje, kalau anak-anak sekarang mah susah paling nyediain aja sih kalau lagi buat tapi nye gak maksa suruh makan," katanya dengan senyum penuh harapan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H