30 hari kemudian
Kata menusuk bagai parang
Terbahak-bahak layaknya orang senang
Namun didalam Ia tak kan pernah tenang
Minggu UTS. Tidak bisa belajar karena terlalu banyak gangguan. Sudah 1 bulan sejak Ibu meninggal. Ayah masih belom pulang. Ku sudah meragukan apa itu janji.
Nilai sekolah menurun. Teman? Ku tak punya. Adanya sebagai bahan olokan. Sudah lah mau diapakan lagi. Lalu, teman sebangkuku berkata, "Ash, kamu dipanggil guru BK."
"Ya, napa Bu?" kataku sambil mengetok pintu. "Oh, Ash. Silahkan duduk," kata Bu Ina, guru BK untuk angkatan SMP, "Jadi, selama ini ibu lihat kamu ini kalo di sekolah tampaknya selalu menyendiri. Beberapa saat ini nilai mu juga menurun. Ibu boleh tanya, mengapa?"
Ku menghela nafas. "Saya tidak suka bersosialisasi... Itu saja sih. Masalah yang lain sih tak ada," Ku melihat ke arah jendela. Hari yang bagus untuk mengakhirinya. Ku tak tahu. Pikiran tersebut tiba tiba datang. Ku tak dapat fokus ke pada Bu Ina. Tapi dia terlihat seperti mengisi suatu data yang terdapat namaku.
"Ash, kalo kamu ada masalah atau apa, Kamu bisa berbicara kepada saya kapan saja. Terima kasih karena sudah mau datang kesini." Kami bersalaman dan aku pamit untuk kembali.
"MPUS LO DIPANGGIL GURU BK. HAHAHA. MAU D.O YA LO?!" Ku melihat mereka. Terlihat senyuman yang terpajang di wajah mereka. Tawa mereka yang terbahak. Mereka tampaknya senang sekali untuk mengataiku. "Ga, kok. Dipanggil doang. Ga ada masalah. Hehe," balasku sambil menahan tangisan. 'Ash, tetep positif,' tuturku dalam hati. Memasang senyuman paksaan.
21 hari kemudian