Mohon tunggu...
Cerpen

Cerpen | Sebelum Matahari Terbenam

30 November 2018   23:52 Diperbarui: 1 Desember 2018   00:02 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ku duduk selalu di paling belakang dan sendirian karena ku terlalu malas untuk bersosialisasi. Seseorang dapat aku bilang teman hanya Dika, cowok yang selalu menemaniku saat istirahat. Tapi, belakangan ini kita sudah jarang bertemu. Dia kelas IPS, ku kelas IPA.

Selama pelajaran ku terus berpikir. Dimanakah Ibu? Ku memikirkan janji Ayah dan Ibu sekali lagi. Kalimat yang berbeda. Arti yang sama. Mereka akan kembali. Tapi, ku meragukannya.

"ASH! FOKUS! JANGAN BENGONG AJA! KERJAIN HALAMAN 49! Kebiasaan melamun terus," teriak Pak Guru. Untung saja dia tidak melempar penghapus. Kalau sudah, matilah aku dipanggil guru BK.

"Oh iya, Pak. Maaf," balasku.

"NEK! ASH PULANG!!" kataku sambil melepaskan sepatu dan menaruhnya di rak sepatu. Ku cari nenek di kamarnya. Tidak ada. "Nek??" Ku cari di dapur. Tidak ada. "Nenek dimana?" tanya ku sekali lagi. Ku cari ke ruang keluarga. Tidak ada.

"Nenek disini, Ash," kata Nenek dari belakang. Ku berlari ke halaman rumah. Melihat Nenek sedang menonton matahari terbenam. Warna oranye yang bercampuran dengan merah terlihat indah. Kita merasakan damai setiap kali melihat matahari terbenam. Ya. Comfort.

"Ash.. Kamu sudah tau Ibumu ada dimana?" tanya Nenek. Ku menggeleng. "Dia mengalami kecelakaan."

Mendengar itu ku ingin berteriak, marah, dan menangis. "Kok... Ne... Nenek... bisa ta... tahu?" kalimat tersebut keluar dari mulutku dengan putus -- putus. Nenek menghela nafas.

"Siang tadi di TV ada berita kalau pesawat tujuan Jakarta mengalami kecelakaan di Jakartanya. Pesawat yang Ibu tumpangi bannya tergelincir," kata Nenek.

Ku terdiam. Banyak pikiran yang menghantui. Ku mencoba untuk berhenti memikirkannya. Ku berdiri dan berusaha menahan tangisan tapi, tak bisa. Sekarang ku dapat merasakannya. Bagaimana rasanya untuk kehilangan orang yang disayangi.

Janji. Apa itu? Ku tak tahu. Janji adalah suatu perkataan yang harus dipertimbangkan. Hati -- hati dengannya. Bisa menyakitkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun