"Aden, kamu tahu... Abang pergi. Supaya, Abang bisa membalas dendam kepada Jepang. Tapi, tampaknya. Abang tidak sanggup. Aden. Jaga Ibu dan Ayah. Abang tidak akan pulang lagi. Abang senang sudah memberontak demi kebaikan..," Helaan nafas yang terakhir terdengar sangat kencang di telinga. Semacam pertanda. Aku menahan tangisan. Tidak bisa aku menangis di sini. Pedro menghampiri dan meletakkan tangannya dibahuku. "Dia sudah mati membela. Dia sudah berlatih selama 2 bulan lebih. Sekarang giliran kamu, Aden, sebagai adik. Membela tanah ini," kata Pedro. Aku menatap Pedro. Pedro tampaknya ingin menangis juga tetapi, dia menahan.
"Tampaknya ini adalah pertemuan terakhir kita. Kelompok pemberontak PETA. Cepat atau lambat, kita pasti akan ditemukan. Jadi, ini adalah sebuah perkataan terakhir saya. Beritahu kepada yang lain. Perjuangan atas kemerdekaan, keadilan, hilangnya penderitaan tidak akan berakhir sampai sini. Indonesia akan merdeka. Hanya tinggal waktu saja yang akan memberitahu kapan. Jadi, sekarang adalah waktunya untuk kalian bubar, kabur, cari tempat aman karena Jepang akan menangkap dan menghukum kalian.. Terima kasih atas segala perjuangan kalian."
Semua mengangguk setuju dan berpisah satu sama lain.
Tidak lama, semua pasukan tertangkap. Hukuman pun diberikan menurut pengadilan. Senang sekali aku, setidaknya aku sudah membela tanah air meskipun hanya satu tempat saja. Indonesia suatu saat akan merdeka. Pasti.
Suara radio
Pelaku pemberontakan yang terjadi di Blitar pada tanggal 14 Februari 1945, sudah tertangkap 68 orang. Mereka akan diadili di Jakarta. Berdasarkan informasi, 8 orang akan dihukum mati, sisanya dipenjara. Tetapi, ketua pemberontak, Supriyadi, masih menjadi buronan. Bagi yang menemukan akan diberikan sebuah hadiah..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H