Setelah makan siang, Ifah pamit pada kedua orang tuanya. Orang tuanya berpesan jangan pulang terlalu sore, takut ada binatang buas.
Sambil bernyanyi riang, tak terasa Ifah tiba di gubuk nenek. Nenek sedang melamun di depan jendela.
"Dar" kata Ifah.
"Yaa Allah Ifah, masuk ke rumah itu pakai salam, bukan pakai "Dar" seru Nek Asih kaget.
"Maaf nek! Assalamualaikum," ucap Ifah sambil cengengesan.
"Jangan diulangi lagi ya?" kata Nenek Asih.
"Siap nek," lanjut Ifah.
Sejak ada Ifah, keceriaan Nenek Asih kembali. Walau Ifah mengunjungi setelah sepulang sekolah. Ia yang sebatangkara. Cukup merasa terhibur akan kehadiran Ifah. Mereka menghabiskan waktu dengan bercerita. Terkadang ke kebun memetik buah-buahan yang telah ranum.
Telah sebulan persahabatan Ifah dan Nenek Asih. Terkadang, karena capeknya bercerita. Ifah sampai tertidur di pangkuan Nenek Asih. Ia merasa sangat disayangi.
"Mentari telah menampakkan senyumannya. Burung-burung bernyanyi riang." Di dalah hutan, tempat tinggal Nenek Asih, ramai penduduk berkumpul. Ternyata, menjelang Azan Subuh, Nenek Asih telah menghadap Rabb-Nya.Â
Berita meninggalnya Nenek Asih, bak petir di siang bolong. Kemarin, saat mengunjungi Nenek. Tak ada firasat, atau sakit yang dirasakan Nenek. Tanpa menunggu kedua orang tuanya. Ifah berlari sekencang-kencangnya menuju gubuk Nenek Asih.