Mohon tunggu...
Nadya Agus Salim
Nadya Agus Salim Mohon Tunggu... Guru - Seorang Penulis yang juga berprofesi sebagai pendidik

Nadya. terkenal dengan nama Pena Nadya Agus Salim ,. Ibu dua orang anak ini adalah seorang guru SMK yang memiliki hobby menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menyesal

22 Agustus 2021   14:03 Diperbarui: 22 Agustus 2021   14:05 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ia melewati sebuah toko kecil. Tampak seorang pria paruh baya. Terkantuk-kantuk di depan meja kasir. Ia mencoba masuk. Kehadirannya masih tak terlihat oleh pria tersebut. Niatnya yang tadi ingin mencari pekerjaan, menjadi urung karena perut yang semakin perih. Tak sadar langkah kakinya sampai di tumpukan roti dalam keranjang. Ia meneguk saliva. Tengok kiri kanan. Toko dalam keadaan sepi. Tak terlihat CCTV di toko tersebut. Ia meraih beberapa roti isi coklat.

"Maafkan Halim ibu. Hingga kini Halim, belum mendapatkan pekerjaan. Di rumah sudah tak ada yang bisa di makan," ia berucap dalam hati.

Setelah memasukkan roti-roti tersebut ke dalam bajunya. Ia segera keluar dari toko. Pria paruh baya, yang berada di depan meja kasir, masih terlingat mengantuk. Ia menguap. Halim telah sampai di luar toko. Ia segera berlari menuju rumahnya.

Tibalah Halim di rumah, ia segera menghampiri ibunya.

"Alhamdulillah bu, Halim dapat rezeki hari ini. Kini Halim bekerja di toko kecil, lumayanlah. Walau hanya roti yang hari ini dapat Halim bawa pulang. Semoga dapat menahan rasa lapar ibu," ungkapnya.

"Alhamdulillah, ini roti makanan orang-orang kaya, nak!, terima kasih engkau telah berusaha anakku," ucap syukur ibu Zaleha.

Tak lupa Halim mengambilkan segelas air putih untuk ibunya. Tiba-tiba, bu Zaleha memuntahkan roti yang ia makan. Perutnya bertambah sakit. Bukan hanya karena rasa lapar yang mendera. Tetapi juga sakit yang melilit. Halim panik. Melihat keadaan ibunya, yang semakin payah. Ia segera berlari ke luar rumah. Bermaksud memohon pertolongan kepada tetangga sekitar rumah.

"Tunggu!, jangan kabur," seorang lelaki paruh baya mencekal lengannya.

Halim terperangah. Ia gemetar ketakutan. Kakinya mulai goyah. Ia bersimpuh. Napasnya terengah-engah. Bibirnya kelu, untuk mengucap kata maaf. Ia menundukkan kepala. Di depannya, pria paruh baya, yang rotinya ia curi. Berada tepat di hadapannya. Apa jadinya, jika pria tersebut membawanya ke kantor polisi. Sedang ibunya terbaring sakit di pembaringan. Halim menangis. Ia bukan lelaki cengeng. Halim sadar. Ia salah.

"Bangun nak, jangan takut, bapak telah memaafkanmu," ucap pria paruh baya tersebut.

"Roti yang kau ambil, itu roti kadaluarsa. Makanya tidak disimpan di rak. Bapak kesini, untuk memberitahukanmu. Sangat berbahaya memakan roti tersebut," kata pria paruh baya tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun