"Istriku Rina seorang penulis Bu?" jawab Wira.
"Ha ha ha ha. Penulis. Apa menjadi seorang penulis bisa kaya? Sedang Rina juga hanya tamatan SMP," ucap ibunya.
Wira tak menggubris hinaan ibunya. Biarlah orang tak percaya pikirnya.
Hari ini Rina dan Wira berangkat ke ruko yang akan mereka tempati. Mereka membawa barang-barang sekaligus mengisi barang untuk toko mereka.Â
Ruko yang akan mereka tempati sudah bersih. Jadi mereka hanya tinggal menempati. Setelah pekerjaan mereka selesai. Mereka segera pulang. Esok mereka akan grand opening pembukaan toko kelontong mereka. Sesampainya di rumah.
"Rina! Bentak Luci. Aku dengar kalian akan pindah. Apa kamu ikut pesugihan. Begitu cepat kalian punya uang. Padahal selama ini hanya berdiam di rumah. Apalagi kamu cuma tamatan SMP. Beda denga aku yang seorang sarjana," Luci berbicara tanpa henti.
Rina tak meladeni pertanyaan Luci. Percuma pikirnya. Ia tetap akan kalah. Mereka tetap tak akan percaya. Jika ia memiliki uang. Melihat Rina tak menjawab pertanyaannya. Hati Luci semakin geram.
"Dasar bodoh. Miskin. Aku tanya kamu. Harusnya kamu jawab," teriaknya lagi.
Rina segera masuk ke kamar. Ia mempersipkan barang yang masih tertinggal untuk dibawa. Setelah itu ia merebahkan diri. Walau tubuhnya terasa lelah.Â
Ia bahagia. Impiannya lepas dari keluarga yang selalu menghinanya terkabul. Semua berkat ketekunan serta kesabarannya. Suaminya Wira, juga mendukung usahanya. Ia kasihan. Selama ini menyaksikan istrinya di hina, di caci maki.
Matahari telah menampakkan sinarnya. Wira dan Rina telah bersiap berangkat ke tempat tinggal barunya. Walau ibunya melarang. Mereka tetap berangkat.Â