Mohon tunggu...
Nadiya Prameswari Utami
Nadiya Prameswari Utami Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

"Only Compare My Self To My Previous Self"- Xu Minghao

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengupas Keadilan dalam Pendidikan: Nilai Kelima Pancasila dan Tantangan Pasca Dihapusnya Sistem Zonasi PPDB

21 Desember 2024   21:37 Diperbarui: 21 Desember 2024   21:37 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Equality" "Equity" Sumber: radioidola.com

Penulis 1: Nadiya Prameswari Utami

Penulis 2: Dr. Dinie Anggraeni Dewi, M.Pd., M.H., M. Irfan Adriansyah, S.Pd.

Wacana sistem zonasi PPDB dihapus menjadi isu terkini yang menarik perhatian masyarakat, karena pasalnya Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka meminta Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti untuk menghapus kebijakan PPDB dengan sistem zonasi. Beliau berpendapat bahwa PPDB sistem zonasi tersebut belum bisa diimplementasikan di semua wilayah karena adanya ketimpangan dari segi kualitas sekolah serta distribusi guru yang tidak merata. Pernyataan tersebut menimbulkan pertanyaan retoris, apakah denfan dihapusnya sistem zonasi PPDB masih tercerminnya nilai keadilan dalam sila kelima Pancasila?

Nilai kelima Pancasila, yaitu "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia", menekankan pentingnya mewujudkan kesetaraan hak dan kesempatan bagi seluruh masyarakat, termasuk dalam bidang pendidikan. Pendidikan sebagai hak dasar setiap warga negara harus mampu memberikan akses yang merata dan berkualitas tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, atau geografis. Prinsip keadilan sosial ini menjadi pedoman untuk menciptakan sistem pendidikan yang tidak hanya memenuhi kebutuhan individu secara proporsional, tetapi juga menghapus hambatan-hambatan struktural yang menghalangi kesetaraan peluang. Dengan demikian, pendidikan menjadi alat penting untuk membangun masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.

Salah satu kebijakan yang pernah diterapkan untuk mendukung keadilan sosial dalam pendidikan adalah sistem zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Sistem ini bertujuan untuk pemerataan akses pendidikan dengan memberikan prioritas kepada siswa berdasarkan kedekatan tempat tinggal dengan sekolah. Selain itu, zonasi juga diharapkan mengurangi stigma "sekolah favorit" dan meningkatkan kualitas sekolah secara merata. Namun, dalam pelaksanaannya, sistem zonasi menghadapi berbagai tantangan. Ketimpangan kualitas fasilitas dan tenaga pendidik antar sekolah membuat banyak orang tua khawatir dengan mutu pendidikan yang akan diterima anak mereka. Selain itu, penerapan zonasi sering kali tidak fleksibel, sehingga menimbulkan protes dari masyarakat yang merasa haknya terbatas oleh kebijakan ini.

Dengan dihapusnya sistem zonasi, muncul pertanyaan besar mengenai bagaimana prinsip keadilan sosial akan diterapkan dalam pendidikan. 

Adil adalah sikap atau tindakan yang memberikan sesuatu kepada seseorang sesuai dengan hak, kebutuhan, atau situasinya. Adil tidak selalu berarti sama rata, melainkan mempertimbangkan konteks dan kebutuhan individu. Dalam kehidupan sehari-hari, adil sering diartikan sebagai memberikan perlakuan yang proporsional dan tidak memihak. Sedangkan Keadilan, Keadilan adalah konsep yang lebih luas dan menyeluruh dibandingkan dengan adil. Keadilan mencakup tatanan sosial di mana hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap orang dipenuhi dengan seimbang. Keadilan berfokus pada menciptakan kondisi di mana semua orang memiliki kesempatan yang setara untuk mencapai kesejahteraan, terlepas dari perbedaan sosial, ekonomi, atau budaya. Dalam skala penerapan, adil diterapkan pada tingkat individu atau situasi tertentu, dengan fokus pada tindakan atau keputusan yang tepat terhadap individu. Sedangkan keadilan, mencakup struktur sosial atau sistem yang berlaku secara luas, dengan fokus pada prinsip dan sistem yang memastikan hak dan kewajiban dipenuhi secara merata, dan sering kali berhubungan dengan norma, hukum, serta kebijakan yang berlaku di masyarakat.

Dalam kontesk pendidikan, adil berarti memberikan perhatian dan perlakuan yang sesuai dengan kebutuhan setiap siswa. Adil tidak selalu berarti memberikan hal yang sama kepada semua siswa, tetapi memastikan setiap siswa mendapatkan apa yang ia butuhkan untuk berkembang. Dan keadilan merujuk pada terciptanya sistem dan kebijakan yang memungkinkan setiap siswa memiliki akses yang setara terhadap pendidikan berkualitas. Ini mencakup pemerataan fasilitas pendidikan, penyediaan tenaga pengajar yang kompeten di seluruh wilayah, serta jaminan bahwa tidak ada siswa yang terhambat karena faktor ekonomi, geografis, atau sosial.

Kebijakan pendidikan dapat dinilai berdasarkan dengan apakah kebijakan tersebut hanya bersifat adil untuk individu atau mampu menciptakan keadilan bagi seluruh peserta didik.

Ketika sistem zonasi PPDB dihapus, maka muncul beberapa tantangan yang mungkin akan terjadi dalam dunia pendidikan. Penghapusan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berpotensi memperbesar kesenjangan sosial dalam pendidikan. Tanpa zonasi, siswa dari keluarga mampu memiliki peluang lebih besar untuk memilih sekolah yang dianggap favorit, karena mereka sering kali memiliki akses lebih baik ke bimbingan belajar, transportasi, atau kemampuan finansial untuk pindah ke lingkungan dekat sekolah unggulan. Sementara itu, siswa dari keluarga kurang mampu mungkin kesulitan bersaing dalam seleksi akademik, sehingga terpaksa memilih sekolah yang kurang diminati.

Selain itu, penghapusan zonasi juga berdampak pada sekolah di daerah terpencil. Sekolah-sekolah ini berpotensi kehilangan siswa berprestasi yang memilih untuk mendaftar di sekolah kota yang dianggap lebih baik. Hal ini tidak hanya menurunkan kualitas akademik di sekolah terpencil, tetapi juga memperlebar kesenjangan antara sekolah di perkotaan dan pedesaan, menciptakan ketimpangan yang semakin sulit diatasi.

Persaingan masuk sekolah favorit juga menjadi lebih ketat, terutama untuk sekolah yang sudah dikenal memiliki reputasi tinggi. Dalam kondisi ini, siswa dari keluarga kurang mampu sering kali dirugikan karena kurangnya akses ke sumber daya seperti kursus tambahan atau fasilitas belajar yang memadai. Sistem ini juga cenderung menguntungkan siswa yang sudah berada dalam lingkungan pendidikan yang lebih baik, sehingga memperkuat siklus ketidaksetaraan. Bagi siswa dari daerah terpencil atau keluarga ekonomi lemah, kompetisi ini tidak hanya menjadi tantangan akademik, tetapi juga beban psikologis. Banyak siswa merasa tidak memiliki kesempatan yang adil untuk bersaing dengan siswa dari lingkungan yang lebih mendukung. Akibatnya, penghapusan zonasi bisa memperkuat stigma tentang "sekolah unggulan" dan "sekolah biasa," yang bertentangan dengan prinsip pemerataan pendidikan.

Dengan dihapusnya sistem zonasi, tantangan terbesar yang dihadapi pemerintah adalah memastikan bahwa semua sekolah memiliki kualitas yang setara, baik dari segi fasilitas maupun tenaga pendidik. Saat ini, ketimpangan kualitas antara sekolah favorit dan sekolah biasa masih menjadi masalah utama dalam sistem pendidikan Indonesia. Sekolah di daerah terpencil sering kali kekurangan fasilitas dasar seperti laboratorium, perpustakaan, atau akses internet, sementara tenaga pengajar yang kompeten cenderung terkonsentrasi di sekolah perkotaan. Tanpa zonasi, siswa akan memilih sekolah berdasarkan kualitas, yang dapat semakin memperburuk kesenjangan antara sekolah-sekolah tersebut. 

Dengan itu, dibutuhkannya kebijakan yang mempertimbangkan prinsip keadilan sosial. Nilai kelima Pancasila, "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia", harus menjadi pedoman utama dalam merumuskan kebijakan pendidikan. Untuk mewujudkan keadilan sosial, pemerataan kualitas pendidikan di semua sekolah menjadi prioritas. Pemerintah perlu memastikan bahwa setiap sekolah, baik di perkotaan maupun pedesaan, memiliki fasilitas yang memadai, tenaga pengajar yang kompeten, dan kurikulum yang setara. Upaya ini tidak hanya mengurangi kesenjangan antara sekolah unggulan dan sekolah biasa tetapi juga memberikan setiap siswa kesempatan yang sama untuk berkembang tanpa terkendala oleh faktor geografis atau sosial.

Selain itu, kebijakan pendidikan harus memberikan perhatian khusus kepada siswa dari keluarga kurang mampu. Jalur afirmasi atau subsidi pendidikan, seperti beasiswa dan bantuan operasional sekolah, dapat menjadi solusi untuk memastikan bahwa siswa dari kelompok rentan tidak tertinggal. Dengan menyediakan peluang yang adil melalui kebijakan afirmasi, pendidikan dapat menjadi alat pemberdayaan yang efektif bagi semua lapisan masyarakat.

Untuk tetap mencerminkan nilai kelima Pancasila, pemerintah harus memastikan kebijakan pasca-zonasi tidak hanya adil bagi individu, tetapi juga menciptakan keadilan sistemik. Pemerintah bisa mengambil beberapa langkah seperti: 

1. Pemerataan Kualitas Pendidikan: Pemerintah harus memastikan bahwa semua sekolah memiliki fasilitas dan tenaga pendidik yang setara, sehingga tidak ada ketimpangan antara sekolah favorit dan non-favorit.

2. Jalur Afirmasi: Pemerintah bisa menyediakan jalur khusus untuk siswa kurang mampu atau dari daerah terpencil agar tetap memiliki kesempatan masuk ke sekolah berkualitas.

3. Peningkatan Infrastruktur Pendidikan di Daerah Terpencil: Mengatasi kesenjangan fasilitas dan sumber daya di sekolah-sekolah yang jauh dari perkotaan.

Namun, mengimplementasikan nilai keadilan sosial dalam pendidikan tidak dapat hanya bergantung pada satu pihak. Pemerintah, sekolah, dan masyarakat memiliki peran yang saling melengkapi dalam mewujudkan cita-cita ini. Pemerintah bertanggung jawab untuk merumuskan kebijakan yang adil, mendistribusikan anggaran pendidikan secara merata, dan mengawasi pelaksanaannya di lapangan. Peningkatan kualitas guru melalui pelatihan berkelanjutan dan distribusi tenaga pengajar ke daerah terpencil juga menjadi tugas penting pemerintah untuk menjamin pemerataan pendidikan.

Sekolah, sebagai institusi pelaksana, juga memiliki tanggung jawab besar. Kepala sekolah dan guru harus menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan mendorong kolaborasi antar siswa dari berbagai latar belakang. Dengan menjunjung nilai-nilai Pancasila, sekolah dapat menjadi tempat di mana siswa belajar tentang toleransi, kesetaraan, dan tanggung jawab sosial.

Sementara itu, masyarakat juga berperan aktif dalam mendukung pendidikan. Orang tua, komunitas, dan organisasi sosial dapat membantu mengawasi pelaksanaan kebijakan pendidikan dan memberikan kontribusi nyata, seperti program sukarela untuk mendukung siswa kurang mampu atau memperbaiki fasilitas sekolah. Kolaborasi yang erat antara pemerintah, sekolah, dan masyarakat dapat memastikan bahwa sistem pendidikan tetap mencerminkan nilai-nilai luhur Pancasila.

Penghapusan sistem zonasi PPDB membawa peluang sekaligus tantangan bagi penerapan nilai keadilan sosial dalam pendidikan. Untuk memastikan kebijakan ini tetap relevan dengan nilai kelima Pancasila, pemerintah perlu berfokus pada pemerataan kualitas pendidikan dan memberikan perhatian khusus kepada kelompok rentan. Dengan demikian, keadilan sosial dalam pendidikan dapat tetap terwujud, meskipun mekanisme pelaksanaannya berubah.

Implementasi nilai kelima Pancasila dalam pendidikan memerlukan komitmen bersama untuk menciptakan keadilan sosial yang nyata. Pemerataan kualitas pendidikan, kebijakan afirmasi bagi siswa kurang mampu, dan kolaborasi antara pemerintah, sekolah, dan masyarakat menjadi langkah penting untuk mewujudkan pendidikan yang inklusif dan berkeadilan. Dengan begitu, pendidikan tidak hanya menjadi hak setiap warga negara, tetapi juga menjadi sarana untuk membangun bangsa yang adil, sejahtera, dan bermartabat sesuai dengan cita-cita Pancasila.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun