Mohon tunggu...
Nadiya Prameswari Utami
Nadiya Prameswari Utami Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

"Only Compare My Self To My Previous Self"- Xu Minghao

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengupas Keadilan dalam Pendidikan: Nilai Kelima Pancasila dan Tantangan Pasca Dihapusnya Sistem Zonasi PPDB

21 Desember 2024   21:37 Diperbarui: 21 Desember 2024   21:37 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Equality" "Equity" Sumber: radioidola.com

Selain itu, penghapusan zonasi juga berdampak pada sekolah di daerah terpencil. Sekolah-sekolah ini berpotensi kehilangan siswa berprestasi yang memilih untuk mendaftar di sekolah kota yang dianggap lebih baik. Hal ini tidak hanya menurunkan kualitas akademik di sekolah terpencil, tetapi juga memperlebar kesenjangan antara sekolah di perkotaan dan pedesaan, menciptakan ketimpangan yang semakin sulit diatasi.

Persaingan masuk sekolah favorit juga menjadi lebih ketat, terutama untuk sekolah yang sudah dikenal memiliki reputasi tinggi. Dalam kondisi ini, siswa dari keluarga kurang mampu sering kali dirugikan karena kurangnya akses ke sumber daya seperti kursus tambahan atau fasilitas belajar yang memadai. Sistem ini juga cenderung menguntungkan siswa yang sudah berada dalam lingkungan pendidikan yang lebih baik, sehingga memperkuat siklus ketidaksetaraan. Bagi siswa dari daerah terpencil atau keluarga ekonomi lemah, kompetisi ini tidak hanya menjadi tantangan akademik, tetapi juga beban psikologis. Banyak siswa merasa tidak memiliki kesempatan yang adil untuk bersaing dengan siswa dari lingkungan yang lebih mendukung. Akibatnya, penghapusan zonasi bisa memperkuat stigma tentang "sekolah unggulan" dan "sekolah biasa," yang bertentangan dengan prinsip pemerataan pendidikan.

Dengan dihapusnya sistem zonasi, tantangan terbesar yang dihadapi pemerintah adalah memastikan bahwa semua sekolah memiliki kualitas yang setara, baik dari segi fasilitas maupun tenaga pendidik. Saat ini, ketimpangan kualitas antara sekolah favorit dan sekolah biasa masih menjadi masalah utama dalam sistem pendidikan Indonesia. Sekolah di daerah terpencil sering kali kekurangan fasilitas dasar seperti laboratorium, perpustakaan, atau akses internet, sementara tenaga pengajar yang kompeten cenderung terkonsentrasi di sekolah perkotaan. Tanpa zonasi, siswa akan memilih sekolah berdasarkan kualitas, yang dapat semakin memperburuk kesenjangan antara sekolah-sekolah tersebut. 

Dengan itu, dibutuhkannya kebijakan yang mempertimbangkan prinsip keadilan sosial. Nilai kelima Pancasila, "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia", harus menjadi pedoman utama dalam merumuskan kebijakan pendidikan. Untuk mewujudkan keadilan sosial, pemerataan kualitas pendidikan di semua sekolah menjadi prioritas. Pemerintah perlu memastikan bahwa setiap sekolah, baik di perkotaan maupun pedesaan, memiliki fasilitas yang memadai, tenaga pengajar yang kompeten, dan kurikulum yang setara. Upaya ini tidak hanya mengurangi kesenjangan antara sekolah unggulan dan sekolah biasa tetapi juga memberikan setiap siswa kesempatan yang sama untuk berkembang tanpa terkendala oleh faktor geografis atau sosial.

Selain itu, kebijakan pendidikan harus memberikan perhatian khusus kepada siswa dari keluarga kurang mampu. Jalur afirmasi atau subsidi pendidikan, seperti beasiswa dan bantuan operasional sekolah, dapat menjadi solusi untuk memastikan bahwa siswa dari kelompok rentan tidak tertinggal. Dengan menyediakan peluang yang adil melalui kebijakan afirmasi, pendidikan dapat menjadi alat pemberdayaan yang efektif bagi semua lapisan masyarakat.

Untuk tetap mencerminkan nilai kelima Pancasila, pemerintah harus memastikan kebijakan pasca-zonasi tidak hanya adil bagi individu, tetapi juga menciptakan keadilan sistemik. Pemerintah bisa mengambil beberapa langkah seperti: 

1. Pemerataan Kualitas Pendidikan: Pemerintah harus memastikan bahwa semua sekolah memiliki fasilitas dan tenaga pendidik yang setara, sehingga tidak ada ketimpangan antara sekolah favorit dan non-favorit.

2. Jalur Afirmasi: Pemerintah bisa menyediakan jalur khusus untuk siswa kurang mampu atau dari daerah terpencil agar tetap memiliki kesempatan masuk ke sekolah berkualitas.

3. Peningkatan Infrastruktur Pendidikan di Daerah Terpencil: Mengatasi kesenjangan fasilitas dan sumber daya di sekolah-sekolah yang jauh dari perkotaan.

Namun, mengimplementasikan nilai keadilan sosial dalam pendidikan tidak dapat hanya bergantung pada satu pihak. Pemerintah, sekolah, dan masyarakat memiliki peran yang saling melengkapi dalam mewujudkan cita-cita ini. Pemerintah bertanggung jawab untuk merumuskan kebijakan yang adil, mendistribusikan anggaran pendidikan secara merata, dan mengawasi pelaksanaannya di lapangan. Peningkatan kualitas guru melalui pelatihan berkelanjutan dan distribusi tenaga pengajar ke daerah terpencil juga menjadi tugas penting pemerintah untuk menjamin pemerataan pendidikan.

Sekolah, sebagai institusi pelaksana, juga memiliki tanggung jawab besar. Kepala sekolah dan guru harus menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan mendorong kolaborasi antar siswa dari berbagai latar belakang. Dengan menjunjung nilai-nilai Pancasila, sekolah dapat menjadi tempat di mana siswa belajar tentang toleransi, kesetaraan, dan tanggung jawab sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun