Dari adanya batasan usia ini dapat ditafsirkan bahwa Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 Â tidak menghendaki pelaksanaan pernikahan di bawah umur.
Di masa pandemi covid-19 saat ini, telah teridentifikasi terjadi lonjakan angka pernikahan dini di Indonesia. Berdasarkan data analisis Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional tahun 2020, provinsi yang menyumbang angka pernikahan di bawah umur tertinggi di Indonesia adalah Jawa Barat.Â
Pernikahan dini yang terjadi di tengah-tengah masa pandemi covid-19 ini terjadi akibat masalah ekonomi. kehilangan mata pencaharian berdampak pada sulitnya perekonomian keluarga.Â
Pernikahan anak ini perlu mendapat perhatian serius karena mengakibatkan hilangnya hak-hak anak perempuan, seperti pendidikan, bermain, perlindungan, keamanan, dan lainnya termasuk dampak atas kesehatan reproduksinya.
Pada umumnya, pernikahan dilakukan oleh orang-orang yang secara hukum umurnya memenuhi syarat atau orang dewasa serta tanpa memandang latar belakang orang tersebut.Â
Berdasarkan pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 menjelaskan bahwa pernikahan hanya diizinkan apabila pihak pria baik wanita sudah mencapai batas umur 19 tahun, Jika diberikan izin pernikahan, berarti dipandang sebagai ketentuan dewasa di pandangan hukum.Â
Dengan mengacu pada persyaratan ini, jika pihak calon mempelai wanita di bawah umur 19, dan terjadi pernikahan di bawah umur, maka dalam hal tersebut pemerintah telah memberikan kebijakan dalam menetapkan batas minimal usia pernikahan dini tentunya melalui proses dan berbagai pertimbangan atau disebut juga dispensasi. Hal tersebut dilatarbelakangi jika kedua belah pihak benar-benar siap dan matang secara fisik, psikis, serta mental untuk melakukan pernikahan.Â
Namun, penyimpangan terhadap batas usia tersebut dapat terjadi ketika ada dispensasi yang diberikan oleh pengadilan ataupun pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua dari pihak pria maupun pihak wanita. Sesuai dengan bunyi Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974:Â
"Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau Pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita."
Secara mendasar, Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan mendorong lebih luas terjadinya pernikahan anak terutama dengan menggunakan frasa penyimpangan tanpa ada penjelasan yang lebih rigid terhadap penyimpangan tersebut.