Mohon tunggu...
Nadia shalsa nabila
Nadia shalsa nabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa uin sultan syarif kasim riau

Suka yang bernuansa seni

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Implementasi Pendidikan Berkarakter yang Berorientasi Nilai Nilai Moral

10 Juni 2024   18:30 Diperbarui: 10 Juni 2024   19:08 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Istilah karakter diambil dari bahasa Yunani “Charassian” yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek.Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”.Adapun berkarakter, adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, dan berwatak.

Sementara untuk pengertian pendidikan karakater, Lickona (1992) menyebutkan “character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values”, hal ini berarti bahwa pendidikan karakter adalah upaya yang disengaja untuk membantu orang memahami, peduli, dan bertindak berdasarkan nilai-nilai etika inti. Pendidikan Karakter adalah pendidikan yang mendukung perkembangan sosial, emosional, dan etis siswa. Semantara secara sederhana pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai hal postif apa saja yang dilakukan guru dan berpengaruh kepada karakter siswa yang diajarnya (Samani & Hariyanto, 2013). Pendidikan karakter merupakan sebuah upaya untuk membangun karakter (character building). Elmubarok (2008, p. 102) menyebutkan bahwa character building merupakan proses mengukir atau memahat jiwa sedemikian rupa, sehingga berbentuk unik, menarik, dan berbeda atau dapat dibedakan dengan orang lain, ibarat sebauh huruf dalam alfabeta yang tak pernah sama antara yang satu dengan yang lain, demikianlah orang- orang yang berkarakter dapat dibedakan satu dengan yang lainnya. Pendidikan karakter dapat disebut juga sebagai pendidikan moral, pendidikan nilai, pendidikan dunia afektif, pendidikan akhlak, atau pendidikan budi pekerti.

B. Pentingnya Pendidikan Berkarakter

Hasil penelitian yang menegaskan pentingnya pendidikan berkarakter sebagai upaya membentuk individu yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki moral dan nilai-nilai positif, memunculkan beberapa implikasi yang signifikan. Integrasi nilai-nilai moral dalam kurikulum menjadi langkah kritis dalam memastikan bahwa pendidikan karakter bukan hanya konsep retorika, tetapi diterapkan secara konkret dalam proses pembelajaran sehari-hari (Munir, Abdullah, 2011).

Pentingnya pendidikan berkarakter sebagai bagian integral dari pendidikan formal menggaris bawahi bahwa pembentukan karakter tidak bisa diabaikan. Siswa yang terlibat dalam pengalaman pembelajaran yang mencakup nilai-nilai moral cenderung membangun kepribadian yang lebih seimbang, responsif terhadap kebutuhan sosial, dan mampu menghadapi tantangan dengan integritas. Oleh karena itu, pendidikan berkarakter menjadi sarana untuk melibatkan peserta didik dalam pembelajaran yang holistik, mencakup aspek intelektual, emosional, dan moral (Muslich, Masnur, 2011).

Integrasi nilai-nilai moral dalam kurikulum bukan hanya tanggung jawab guru, tetapi juga melibatkan partisipasi aktif orang tua. Kerjasama yang erat antara sekolah dan keluarga merupakan pilar utama dalam suksesnya implementasi pendidikan berkarakter. Komunikasi yang terbuka antara guru dan orang tua menciptakan lingkungan pendidikan yang mendukung dan konsisten. Orang tua, sebagai model peran pertama bagi anak-anak, memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan penguatan nilai-nilai moral yang diajarkan di sekolah (Hidayatullah, M. Furqon, 2010).

Pentingnya melibatkan seluruh lingkungan pendidikan dalam upaya pendidikan berkarakter juga menyoroti bahwa pembentukan karakter tidak hanya terjadi di dalam kelas, tetapi juga di luar ruang kelas. Aktivitas ekstrakurikuler, program pengembangan kepemimpinan, dan proyek sosial dapat menjadi wadah untuk menerapkan nilai-nilai moral dalam konteks praktis. Dengan cara ini, peserta didik memiliki kesempatan lebih besar untuk menginternalisasi dan menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari (Kurniawan, Syamsul, 2014).Dengan demikian, hasil penelitian ini tidak hanya menekankan perlunya pendidikan berkarakter, tetapi juga menyoroti pentingnya pendekatan yang terintegrasi, melibatkan seluruh komponen lingkungan pendidikan, baik di sekolah maupun di rumah, guna mencapai pembentukan karakter yang holistik dan berkelanjutan.

C. Tantangan dan Peluang untuk Masa Depan

Tantangan yang diidentifikasi, seperti kurangnya sumber daya dan resistensi dari sebagian staf pengajar, menyoroti kompleksitas dalam mewujudkan pendidikan berkarakter di lingkungan pendidikan. Tantangan ini menggambarkan kondisi di mana sejumlah lembaga pendidikan mungkin mengalami kesulitan dalam mengimplementasikan program pendidikan berkarakter secara efektif (Samani, Muchlas, Hariyanto, 2012). Kurangnya sumber daya, baik dalam bentuk keuangan maupun personel, dapat menghambat pelaksanaan kurikulum dan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler yang mendukung pembentukan karakter. Resistensi dari sebagian staf pengajar, mungkin karena ketidakpahaman atau ketidaksetujuan terhadap pendekatan ini, dapat menjadi tantangan psikologis dan sosial yang signifikan.

Namun, pemahaman kritis terhadap tantangan ini membuka jalan bagi langkah-langkah strategis yang dapat diambil untuk mengatasi hambatan tersebut. Peningkatan pelatihan bagi guru menjadi langkah kunci untuk mengatasi resistensi dan meningkatkan pemahaman mereka terhadap konsep dan manfaat pendidikan berkarakter. Pelatihan ini dapat mencakup pemahaman mendalam mengenai implementasi kurikulum berkarakter, strategi efektif dalam mendiseminasikan nilai-nilai moral, serta teknik manajemen kelas yang mendukung pembentukan karakter (Samani, Muchlas, Hariyanto, 2012).

Alokasi sumber daya yang lebih baik juga menjadi langkah krusial. Hal ini dapat mencakup peningkatan dana untuk program-program pendidikan berkarakter, penyediaan materi ajar yang mendukung nilai-nilai moral, dan pemberian insentif kepada staf pengajar yang berpartisipasi aktif dalam melaksanakan pendidikan berkarakter. Dengan cara ini, lembaga pendidikan dapat menciptakan lingkungan yang mendukung, memfasilitasi, dan mendorong pengembangan karakter peserta didik (Suparno, P., dkk, 2002).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun