Kepadamu, Adikku ...
Anak pertama yang ingin aku kenalkan langsung pada dunia
Kelak jika kau sudah sembuh. Begitu janjiku
Anak pertama yang aku ceritakan tentang harapan-harapanku bersamamu nanti
Kita berlibur bersama. Kita nonton. Kita pergi kemana saja kita mau.
Dan kita akan bebas bercerita tentang apa saja yang kita rasakan.
Kau satu-satunya tumpuan harapan dan semangatku dalam menjalani hari
Tapi, Sayang ...
Yang terjadi adalah, kau bahkan melihat dunia ini lebih jauh dan lebih dulu dariku.
Maaf untuk janji yang bahkan hingga hari ini tidak bisa aku tepati untukmu, Adikku ...
Ingatanku selalu saja melaju ke waktu yang lalu
Saat kita berdua bersama-sama
Aku bahkan merindukan saat kau merecokiku dengan banyak pertanyaan
"Mbak, kapan Mbak pulang ? Luna kangen,"
Begitu sederet pesan yang kau kirimkan
Dan aku selalu saja punya alasan untuk menunda pertemuan denganmu
"Mbak, lagi apa ?"
"Mbak ...."
"Mbak, kenapa lama sekali bales WAku ?"
"Kenapa Mbak gak pulang ?"
"Alah, Mbak ... Pulango lah ..."
"Luna gak ada temennya, Mbak."
"Luna sayang Mbak,"
Begitu kira-kira yang sering kau kirimkan
Adikku Sayang ...
Ini bahkan belum genap tujuh hari sejak kepergianmu dan hari terakhir kita bertemu
Saat aku sudah melihatmu terbujur kaku
Tapi mengapa kini Mbak Di sudah rindu ?
Kamu dimana, Sayangku ?
Pergi ke mana, Nak ?
Apakah dekat dengan Tuhan ?
Di luar sedang hujan, Adikku. Apakah tubuhmu basah ?
Apakah panas atau dingin di dalam sana, Sayang ?
Kau sendirian di dalam sana ... Nak ...
Apakah begitu sepi ?
Aku benar-benar larut dalam tangis kini
Kadang aku bertanya
Mengapa hanya sepuluh tahun saja kita bersama, Nak ... ?
Apakah aku bukan kakak yang baik bagimu sehingga kamu pergi meninggalkan aku, Sayang ... ?
"Mbak. Aku bacakan cerita Nabi Musa ya ?" katamu
Bahkan dengan ceritamu itu, aku bisa tertidur hingga kau meringkuk di sampingku lalu terlelap pula bersamaku.
"Mbak. Aku mau tidur di kamar Mbak Di,"
Lalu yang terjadi kemudian adalah, kamu yang nyaman tertidur hingga sore menjelang.
"Mbak, main kartu yuk."
"Mbak. Belikan aku buku,"
Banyak sekali yang kau minta.
Maaf jika aku belum bisa memberi semuanya.
Tapi jika waktu bisa diputar ulang,
Apa yang kamu minta, Sayang ... ? Boleh, Nak ...
Katakan saja apa yang kamu mau
Aku bahkan akan memberikan dunia padamu
Adik kecilku yang cantik ...
Betapa baiknya dirimu, Sayang ...
Yang akan menjadi tameng Papa dan Mami dari api neraka
Yang telah menjadi salah satu bidadari surga
Sekarang ... Aku sendiri lagi, Dek ...
Kakakmu ini kembali menjadi anak tunggal
Menjaga orang tua kita sendiri
Tidakkah kau mau berbagi kewajiban itu denganku, Nak ?
Bukankah kita sudah pernah berjanji akan senantiasa rukun apapun yang terjadi bahkan saat kita menua nanti ?
Kamu adalah orang terkuat yang pernah aku temui
Walaupun umurmu saat ini masih sepuluh tahun
Tapi kamu tidak pernah mengeluh bahkan ketika sakit yang menderamu begitu luar biasa
Bahkan ketika aku banyak mengeluh dan mengaduh
Kamu hanya diam.
Adikku sayang ...
Kakiku masih patah. Masih dalam tahap pemulihan.
Apakah di sana kamu masih sakit ?
Apakah kakimu juga masih patah, Sayangku ?
Bukankah waktu itu kita berjanji bahwa kamu akan pulang secepatnya dalam keadaan sehat, Nak ... ?
Bukankah waktu itu kita berjanji akan bermain bersama lagi ?
Aku pulang, Sayang ...
Bukankah kamu selalu gembira saat kakakmu ini tinggal lebih lama di rumah ?
Sekarang Mbak Di ada di rumah, lama.
Tapi mengapa kini justru kamu yang pergi, Cintaku ?
Aku ingin sekali menjadi kuat seperti biasanya
Aku ingin sekali menjadi tegar
Tapi aku tidak bisa, Adikku ...
Aku bahkan tidak mampu.
Lihatlah, Nak ...
Betapa hidupku serasa tidak lagi berarti tanpamu
Akan selalu ada luka menganga sepeninggalmu
Luka yang tak akan pernah mengering
Bahkan ketika aku menjadi semakin kuat, aku akan tetap lemah.
Akan selalu ada 11 Januari yang nanti akan aku rayakan sendiri
Akan ada 25 September yang akan aku peringati dalam sepi karena telah kehilanganmu
Adikku ... Kakakmu ini rindu
Bahkan ketika untaian doa terus mengalir padamu
Semua itu rasanya tak pernah cukup untuk menjagamu, Nak ...
Karena banyak hal telah kita lalui bersama.
Dan semua tak akan pernah bisa aku lupa.
Kali ini, walaupun bukan sebuah janji
Tapi aku akan sembuh, Sayang. Jangan khawatir.
Aku akan cerewet dan kuat seperti biasanya.
Aku akan banyak makan seperti biasanya.
Aku akan menjaga diriku dengan baik, Nak ...
Aku akan kembali kuat untukmu nanti, walau entah kapan.
Innalilahi wainnailaihi rojiun ...
Telah berpulang ke Rahmatullah
Adikku yang cantik
Aluna Venus Maharani
Lahir : Malang, 11 Januari 2007
Wafat : Mojokerto, 25 September 2017
Selamat jalan, Sayangku ...
Kau pasti selalu tau,
Aku menyayangimu dan kamu akan selamanya berada di hatiku
Teriring doa untukmu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H