Mohon tunggu...
My Name Is Nadia
My Name Is Nadia Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

proud of being my self

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Surat untuk Adikku

30 September 2017   00:53 Diperbarui: 30 September 2017   00:54 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kepadamu, Adikku ...

Anak pertama yang ingin aku kenalkan langsung pada dunia

Kelak jika kau sudah sembuh. Begitu janjiku

Anak pertama yang aku ceritakan tentang harapan-harapanku bersamamu nanti

Kita berlibur bersama. Kita nonton. Kita pergi kemana saja kita mau.

Dan kita akan bebas bercerita tentang apa saja yang kita rasakan.

Kau satu-satunya tumpuan harapan dan semangatku dalam menjalani hari

Tapi, Sayang ...

Yang terjadi adalah, kau bahkan melihat dunia ini lebih jauh dan lebih dulu dariku.

Maaf untuk janji yang bahkan hingga hari ini tidak bisa aku tepati untukmu, Adikku ...

Ingatanku selalu saja melaju ke waktu yang lalu

Saat kita berdua bersama-sama

Aku bahkan merindukan saat kau merecokiku dengan banyak pertanyaan

"Mbak, kapan Mbak pulang ? Luna kangen,"

Begitu sederet pesan yang kau kirimkan

Dan aku selalu saja punya alasan untuk menunda pertemuan denganmu

"Mbak, lagi apa ?"

"Mbak ...."

"Mbak, kenapa lama sekali bales WAku ?"

"Kenapa Mbak gak pulang ?"

"Alah, Mbak ... Pulango lah ..."

"Luna gak ada temennya, Mbak."

"Luna sayang Mbak,"

Begitu kira-kira yang sering kau kirimkan

Adikku Sayang ...

Ini bahkan belum genap tujuh hari sejak kepergianmu dan hari terakhir kita bertemu

Saat aku sudah melihatmu terbujur kaku

Tapi mengapa kini Mbak Di sudah rindu ?

Kamu dimana, Sayangku ?

Pergi ke mana, Nak ?

Apakah dekat dengan Tuhan ?

Di luar sedang hujan, Adikku. Apakah tubuhmu basah ?

Apakah panas atau dingin di dalam sana, Sayang ?

Kau sendirian di dalam sana ... Nak ...

Apakah begitu sepi ?

Aku benar-benar larut dalam tangis kini

Kadang aku bertanya

Mengapa hanya sepuluh tahun saja kita bersama, Nak ... ?

Apakah aku bukan kakak yang baik bagimu sehingga kamu pergi meninggalkan aku, Sayang ... ?

"Mbak. Aku bacakan cerita Nabi Musa ya ?" katamu

Bahkan dengan ceritamu itu, aku bisa tertidur hingga kau meringkuk di sampingku lalu terlelap pula bersamaku.

"Mbak. Aku mau tidur di kamar Mbak Di,"

Lalu yang terjadi kemudian adalah, kamu yang nyaman tertidur hingga sore menjelang.

"Mbak, main kartu yuk."

"Mbak. Belikan aku buku,"

Banyak sekali yang kau minta.

Maaf jika aku belum bisa memberi semuanya.

Tapi jika waktu bisa diputar ulang,

Apa yang kamu minta, Sayang ... ? Boleh, Nak ...

Katakan saja apa yang kamu mau

Aku bahkan akan memberikan dunia padamu

Adik kecilku yang cantik ...

Betapa baiknya dirimu, Sayang ...

Yang akan menjadi tameng Papa dan Mami dari api neraka

Yang telah menjadi salah satu bidadari surga

Sekarang ... Aku sendiri lagi, Dek ...

Kakakmu ini kembali menjadi anak tunggal

Menjaga orang tua kita sendiri

Tidakkah kau mau berbagi kewajiban itu denganku, Nak ?

Bukankah kita sudah pernah berjanji akan senantiasa rukun apapun yang terjadi bahkan saat kita menua nanti ?

Kamu adalah orang terkuat yang pernah aku temui

Walaupun umurmu saat ini masih sepuluh tahun

Tapi kamu tidak pernah mengeluh bahkan ketika sakit yang menderamu begitu luar biasa

Bahkan ketika aku banyak mengeluh dan mengaduh

Kamu hanya diam.

Adikku sayang ...

Kakiku masih patah. Masih dalam tahap pemulihan.

Apakah di sana kamu masih sakit ?

Apakah kakimu juga masih patah, Sayangku ?

Bukankah waktu itu kita berjanji bahwa kamu akan pulang secepatnya dalam keadaan sehat, Nak ... ?

Bukankah waktu itu kita berjanji akan bermain bersama lagi ?

Aku pulang, Sayang ...

Bukankah kamu selalu gembira saat kakakmu ini tinggal lebih lama di rumah ?

Sekarang Mbak Di ada di rumah, lama.

Tapi mengapa kini justru kamu yang pergi, Cintaku ?

Aku ingin sekali menjadi kuat seperti biasanya

Aku ingin sekali menjadi tegar

Tapi aku tidak bisa, Adikku ...

Aku bahkan tidak mampu.

Lihatlah, Nak ...

Betapa hidupku serasa tidak lagi berarti tanpamu

Akan selalu ada luka menganga sepeninggalmu

Luka yang tak akan pernah mengering

Bahkan ketika aku menjadi semakin kuat, aku akan tetap lemah.

Akan selalu ada 11 Januari yang nanti akan aku rayakan sendiri

Akan ada 25 September yang akan aku peringati dalam sepi karena telah kehilanganmu

Adikku ... Kakakmu ini rindu

Bahkan ketika untaian doa terus mengalir padamu

Semua itu rasanya tak pernah cukup untuk menjagamu, Nak ...

Karena banyak hal telah kita lalui bersama.

Dan semua tak akan pernah bisa aku lupa.

Kali ini, walaupun bukan sebuah janji

Tapi aku akan sembuh, Sayang. Jangan khawatir.

Aku akan cerewet dan kuat seperti biasanya.

Aku akan banyak makan seperti biasanya.

Aku akan menjaga diriku dengan baik, Nak ...

Aku akan kembali kuat untukmu nanti, walau entah kapan.

Innalilahi wainnailaihi rojiun ...

Telah berpulang ke Rahmatullah

Adikku yang cantik

Aluna Venus Maharani

Lahir : Malang, 11 Januari 2007

Wafat : Mojokerto, 25 September 2017

Selamat jalan, Sayangku ...

Kau pasti selalu tau,

Aku menyayangimu dan kamu akan selamanya berada di hatiku

Teriring doa untukmu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun