Mohon tunggu...
Nada Taufik
Nada Taufik Mohon Tunggu... Penulis - Writer

Seorang writer, producer film, stand up comedian, fotografer, mentor Ketofastosis, business woman yang bergerak dibidang Bags dan Fashion. Pernah bergerak dibidang tarik suara (singer), Host dan MC.

Selanjutnya

Tutup

Horor

His Spirit Still Alive Part 1

27 Mei 2023   18:19 Diperbarui: 30 Mei 2023   03:33 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            "Loh kenapa jadi pada diam?" Andri menyapa kami sambil tertawa-tawa kecil

            "Ga papa, aku sudah telat!" kata Billa menghentikan percakapan kami lalu berjalan kearah ruang tamu.

Sebulan kejadian itu

 

            Aku terus dihantui dengan mimpi-mimpi kematian papaku, aku tau waktunya dia sudah selesai tapi apa yang harus ku selesaikan, aku tidak mengerti. Semakin hari kesehatan papa memburuk, papa hanya bisa keluar masuk kamar dan duduk sebentar di meja makan lalu kembali lagi ke kamar untuk menggunakan masker oksigennya. Aku tidak tega melihatnya, apalagi jika aku harus menanyakan hal yang dia tidak pernah percaya. Ghoib! Ya bayangan itu hanya aku yang dapat merasakan, melihatnya, sedangkan dia tidak pernah percaya hal itu. Jadi aku tidak pernah menanyakan hal itu padanya, aku hanya datang sesekali untuk mengecek keadaannya. Aku tau waktunya tidak lama lagi, tapi aku tidak tau persis sampai kapan dia bisa bertahan. Papa juga terlihat sudah aneh, beberapa kali dia memesan susu sapi murni yang sudah hampir puluhan tahun tidak pernah dia pesan, susu sapi murni di daerah kami sangat jarang, hal itu sering dia pesan saat ayahnya papa masih hidup. Ya sudah hampir 40 tahun dia tidak pernah lagi memesan itu, aku sudah menyangka hal ini adalah tanda-tanda kehidupannya akan berakhir.

            "Nak, papa mau kamu duduk disini sebentar!" pangil papa saat itu, aku tau itu momen berharga bagiku dan dirinya. Lalu aku menarik kursi dan duduk disebelahnya, saat itu aku ingat untuk merekam momen tersebut. Dia bernyanyi tipis lagu "Sound of music" lagu yang sangat dia senangi, yang membuatnya teringat saat aku kecil. Aku merekam videonya, aku tau itu momen yang akan terus ku mainkan di HP ku saat dirinya sudah tidak ada lagi.

            "Kenapa pa? Kenapa papa minum susu sapi murni ini, bukannya papa tidak boleh meminumnya?" aku bertanya sekadarnya, sebenarnya aku tau apa alasan Tuhan menunjukkan hal itu, tapi aku hanya membuka pembicaraan dengannya.

            "Nak, kamu lebih tau alam ghoib daripada papa, coba ceritakan apa yang kamu ketahui tentang akhirat?" pertanyaan membuatku terdiam dan tidak dapat menjawab apapun juga saat itu. Aku tersenyum dan mengarahkan pembicaraan ke tema yang berbeda, tapi kelihatannya papa kembali menanyakan hal tersebut berkali-kali. Aku tidak sadar aku mengucapkan hal yang membuatnya nyaman lalu menghentikan pertanyaannya. Aku hanya menjawabnya, "Akhirat itu nyata pa, aku ga pernah tau apa isinya tapi itu akan membuatmu melupakan penyakitmu." Mendengar hal itu, aku lalu bertanya-tanya dalam diri sendiri, ternyata papa ku pun percaya akan hal itu tapi mungkin selama ini dia hanya diam.

            "Kamu tau nak, kamu orang yang sangat baik, kamu lebih baik dari papa dan mama mu, kamu orang yang jauh lebih dekat dengan Tuhan kebanding papa. Jika nanti papa tidak ada, kamu tau apa yang harus kamu lakukan." Mendengar kata-katanya aku tidak dapat lagi menjawab dengan tenang, jiwaku seperti ingin berteriak dan aku tidak tau apa yang harus kulakukan saat itu. Aku melihat air matanya menetes perlahan, dia seperti sudah tau bahwa waktunya tidak lama lagi, dia hanya ingin bercakap-cakap denganku, karena mungkin aku yang bisa mendengarkan dirinya dengan baik. Saat itu mama ku pun sudah mengalami sakit diabetes yang sangat parah, sehingga kadang mama pikun dan lupa apa yang sedang terjadi. Yang diingat mama ku saat itu hanya papa masih baik-baik saja, aku pun masih kecil, sehingga aku dan Billa diperlakukan seperti layaknya anak TK.

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun