Mohon tunggu...
NADA CITRA AMBAR WANGI
NADA CITRA AMBAR WANGI Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa S1 Antropologi UNAIR SURABAYA

Freelance Art Work | Seniman Muda Ponorogo | Sinden & Penari | Public Speaker | Aktivis Publik | Tourism Ambbasador | Mahasiswa S1 Antropologi Universitas Airlangga Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Kajian Sejarah Wayang Kulit dan Ruwatan Murwakala Dalam Rangkaian Pagelaran Wayang Kulit

19 Mei 2023   08:00 Diperbarui: 19 Mei 2023   10:13 1141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : potret Pagelaran Wayang Kulit MANDURO Ponorogo 

Tradisi ruwatan yang masih berjalan secara rutin dalam masyarakat Jawa merupakan tacit knowledge (pengalaman intuitif yang didasarkan pada budaya-budaya lokal) yang sudah berlangsung turun temurun yang melalui banyak zaman. Kemudian tradisi ruwatan juga sebagai objective knowledge (pengetahuan universal). Universalisme masyarakat Jawa yang mengandung berbagai nilai yang berhubungan dengan hakekat hidup dan kehidupan manusia di dunia ini. Ruwatan mampu bertahan terhadap budaya luar, memiliki kemampuan mengakomodasikan unsur-unsur budaya luar, mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur-unsur budaya luar ke dalam kebudayaan asli, memiliki kemampuan mengendalikan, memberi arah kepada perkembangan budaya, terbuai secara komulatif, terbentuk secara evolusi, tidak abadi, dapat menyusut, tidak selamanya tampak jelas secara lahiriah. Mengapa kebudayaaan jawa seni tradional Wayang kulit dan prosesi adat Ruwatannya perlu dikenal, dipelajari dan dilestarikan generasi muda dan kalangan masyarakat? Karena Wayang kulit merupakan aset kebudayaan jawa yang memuat banyak kajian keilmuan mendalam namun perlu disadari/masih kurang diminati generasi penerus bangsa.  Selain itu wayang kulit sebagai jati diri yang kolektif, media komunikasi lintas agama, wayang kulit memiliki peran besa dalam kehidupan masyarakat Jawa,tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa wayang merupakan salah satu identitas utama maupun yang bukan saja untuk persembahyangan, meditasi, pendidikan, pengetahuan, hiburan, tetapi juga menyediakan fantasi untuk nyanyian, lukisan estetis dan menyajikan imajinasi puitis untuk petuah-petuah religius yang mampu menggetarkan jiwa manusia yang melihatnya dan menjadi bagian penikmat seni tersebut. Serta Tradisi Ruwatan Wayang kulit ini merupakan salah satu tradisi yang menjadi penguatan budaya lokal, identitas budaya jawa, kuat nilai kulturalisme yang berkaitan dengan gaya hidup masyarakat jawa khususnya, dan juga penguatan pendidikan karakter diantara menguatnya arus globalisasi/westernisasi ini.

Startegi pengembangan yang perlu diterapkan untuk menjaga dan melestarikan Seni Tradisional Wayang kulit dan Tradisi Ruwatan Wayang ini dengan cara menggelar Pertunjukkan wayang kulit dengan paket ruwatan di acara Hajatan Pernikahan, Bersih desa, Syukuran Hari Jadi Provinsi/Kabupaten, Syukuran Khitanan dll. Selain itu memperingati Hari Wayang Nasional setiap 7 November dengan pentas Pagelaran Wayang Kulit. Tak hanya itu juga, dengan melibatkan banyak elemen seperti pihak masyarakat untuk menghormati , berpartisipasi, dan melestarikan tradisi ini secara langsung maupun tidak langsung, tentunya Pemerintah juga harus mendukung penuh mengalokasikan secara materi maupun moril. Apalagi seperti generasi muda saat ini khususnya Mahasiswa, harus adaptif, mempelajari, dan belajar sebagai sarana pendukung akademisi. Maka, pelaksanaan ruwatan wayang kulit sebenarnya juga bermaksud untuk mencapai tujuan hidup manusia Jawa tersimpul dalam unen- unen, mati sajroning urip, urip sajroning pejah, artinya bahwa yang hidup tetap hidup, tetapi yang mati adalah napsu lahiriahnya."Unen-unen " tersebut mengandung pesan bahwa hidup manusia, hendaknya bisa mengendalikan hawa napsu. Orang yang tidak bisa menguasai napsu berarti mati. Sebaliknya, jika orang hidup tanpa napsu, ia adalah mati juga. Hidup manusia itu silih berganti seperti halnya perputaran roda (Cakra -manggilingan). Hanya manusia yang bisa mengendalikan napsunya, kebahagian di dunia dan di alam baka akan tercapai (Pamoring Kawula Lan Gusti).

DAFTAR PUSTAKA

Rohman, Fatkur (2018) Sejarah Perkembangan dan Perubahan Fungsi Wayang Dalam Masyarakat, IAIN Tulugangung https://jurnalpuslitjakdikbud.kemdikbud.go.id/index.php/kebudayaan/article/download/234/pdf diakses pada 24 November 2022, pukul 21.44 WIB.

Jelajah, Nusantara. 2021 "Asal Usul dan Sejarah Singkat Wayang Kulit", https://jelajahnusantara.co/art-n-cultur/asal-usul-dan-sejarah-singkat-wayang-kulit/, diakses 24 November 2022, pukul 21. 56 WIB.

Yuwono, Lorenzia (1998) Upaya mengembangkan upacara ruwatan massal sebagai atraksi wisata baru di Surabaya. Diploma thesis, Petra Christian University. http://repository.petra.ac.id/14692/ diakses pada 30 November 2022, pukul 19.32 WIB.

Soerjasih, Indrijati. 2018. "Makna Simbolis dan Pendagogis dalam Tradisi Ruwatan" , Makna Simbolis dan Pedagogis dalam Tradisi Ruwatan (kemdikbud.go.id), diakses pada 30 November 2022, pukul 22.39 WIB.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun