Mohon tunggu...
Nabila Ghaida Zia
Nabila Ghaida Zia Mohon Tunggu... Freelancer - Nabila Ghaida Zia

Freelance Content Writer | Freelance Copywriter | Ghost Writer | Freelance Editor | Digital Marketing Enthusiast | Learning and Parenting Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sri Yuniarsih, Wanita Berjilbab Pertama di Desa

21 November 2020   21:24 Diperbarui: 21 November 2020   21:30 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua kaki melangkah saling beradu, seakan saling berkejaran antara kaki kanan dan kaki kiri. Semakin dikejar, semakin cepat melangkah. Langkah Sri saat itu tergesa-gesa, nafasnya tak beraturan. Ia tak sabar untuk bertemu kakek dan neneknya. Tiba-tiba langkah kaki yang tadi saling berkejaran menjadi perlahan melambat. Dari jauh ia melihat sosok yang sangat dikenalnya. 

"Bapak." ucapnya lirih. 

Sosok itu semakin mendekat Sri, mata Sri berbinar. 

"Apakah bapak tahu berita ini dan tiba-tiba datang untuk bertemu aku?" Sri menduga-duga senang.

Semakin dekat sosok itu, ketika jarak mereka berdua hanya sepelemparan batu, Sri tak mendapati adanya sapaan atau senyuman dari bapaknya itu.

"Ba...pak." ucapnya terpatah-patah. Sosok yang dipanggil itu tak bergeming dan melewatinya begitu saja tanpa menoleh sedikit pun. Seakan ia tak melihat ada Sri disitu. 

Hati Sri seakan kepingan kaca yang pecah berkeping-keping.

"Kenapa ya, bapak kok tega tidak menyapaku sama sekali?" 

Tak ingin terlalu larut dalam kesedihan, Sri mempercepat langkahnya agar sampai ke rumah.

"Nek, Kek, Sri dapat juara satu lomba qosidahan di sekolah, nih." Teriak Sri sesaat setelah masuk ke dalam rumah.

Kakek dan nenek yang sedang sibuk mengurusi dagangan pun meninggalkan dagangannya sejenak dan menghampiri Sri.

"Selamat ya cucuku, cucuku ini memang hebat." Puji sang nenek.

"Selamat ya cu, cucunya siapa dulu dong?" Goda si kakek.

Sri tersipu malu. 

"Nek, Kek, tadi Sri ketemu sama bapak, tapi bapak gak nyapa Sri sama sekali. Sri jadi sedih." Mimik muka Sri berubah, matanya mulai berkaca-kaca.

Neneknya segera memeluk Sri, "Sri boleh sedih, sayang. Hal yang perlu Sri ingat bagaimana pun tingkah bapak Sri, ia tetap bapakmu, Sri. Maafkan bapakmu ya, berdoalah yang baik untuk bapak. Sri jangan marah dan dendam, ya. Tetap berbuat baik kepada bapak." 

Nasehat dari neneknya itu membuat Sri lebih tenang. 

Broken Home Sejak Kecil

Sri tak pernah menyangka bahwa ia harus kehilangan keutuhan keluarganya semenjak ia berusia dua tahun. Ayahnya menikah kembali dengan seorang gadis menawan asli Brebes dan kini ayahnya tinggal di Desa Mrebet, Purbalingga. Sedangkan ia tinggal bersama ibu, kakek, dan neneknya di Desa Kertanegara, Purbalingga. 

Walaupun Sri hanya tinggal bersama ibu, kakek, dan neneknya, Sri tetap merasa bahagia. Hingga suatu ketika sang ibu memutuskan untuk menikah kembali saat Sri duduk di kelas 5 SD. Mendengar ibunya yang ingin menikah lagi membuat hatinya hancur. Bayangan kesendirian berkelebat dalam benaknya. 

Bapaknya yang menikah lagi sudah melupakannya, kini ibunya menikah lagi. Ia takut sang ibu akan melupakannya juga. Saat hari pernikahan ibunya, Sri tak henti-hentinya menangis uring-uringan. Ketakutannya benar-benar memekat. 

Benar saja, setelah ibunya menikah. Ia tak tinggal bersama ibu dan ayah barunya. Sri tinggal bersama kakek dan neneknya. Sedangkan ibunya mengikuti suaminya di desa sebelah. 

Sri pernah berada di satu titik merasa sendiri dan kesepian. Ia lari menuju sungai besar belakang pasar. Ia hendak mengakhiri hidupnya. Namun, niat itu ia urungkan karena keyakinan akan agama yang dianutnya bahwa bunuh diri bukanlah hal yang baik.

Cita-Cita Sederhana

Sri beruntung karena memiliki kakek dan nenek yang luar biasa. Kakek dan neneknya adalah pedagang yang ulung, berkelana dari satu desa ke desa lain dengan menyeberangi sungai. Sri pun diajari untuk mandiri sejak dini, di saat teman-teman lainnya sibuk bermain, ia justru sibuk dengan jualan makanan. 

Tak hanya diajari mandiri, Sri pun diajari tentang kegamaan dan dipondokkan. Ia pun tumbuh dalam lingkungan pondok yang agamis. 

"Aku ingin menjadi seperti sahabat Rasulullah yakni Abu Bakar As-Shiddiq yang sangat suka berderma dan sedekah." Itulah jawaban Sri apabila ditanya cita-citanya. 

Cita-citanya akan dunia pun tak muluk-muluk. Ia hanya berharap setelah lulus bisa langsung diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS) sebagai ucapan terima kasih kepada kakek dan neneknya yang sudah mendidiknya selama ini. 

Saat itu, memang masih tabu sekali seorang perempuan berpendidikan tinggi dan berkarir. Stigma tentang perempuan ya kasur, sumur, dan dapur. Tapi beruntung Sri punya kakek dan nenek yang merupakan seorang pedagang dan sudah berkelana bahkan sampai ke pulau Sumatera. Sehingga, membuat pemikiran mereka lebih terbuka. 

Ditempatkan di Desa Pelosok

Berkuliah saat itu masih menjadi barang mahal bagi orang yang berstatus ekonomi menengah ke bawah. Sri pun harus banting tulang juga agar bisa membayar biaya kuliahnya. Ia berkuliah di Solo dan tinggal di sebuah kos-kosan. Sembari kuliah Sri pun tetap berjualan untuk menambah uang jajannya. Beruntung sekali, pemilik kos dan anak-anaknya sudah menganggap Sri layaknya anak sendiri.

Setelah lulus kuliah, cita-citanya terwujud. Ia langsung diangkat menjadi PNS sebagai guru. Ia ditempatkan di sebuah pelosok desa di Kabupaten Banjarnegara. Desa itu bernama Karangkobar. Letaknya dari ibukota kabupaten berjarak kurang lebih 26 km. 

Desa Karangkobar berada di pegunungan, perjalanan dari ibukota kabupaten ke Desa Karangkobar melewati kumpulan hutan dan kebun. Masih jarang rumah. Hawa di desa tersebut pun sangat dingin. Sayangnya lagi, hanya ada beberapa kendaraan yang beroperasi.

Sri sangat bersyukur dengan kabar ini. Setidaknya, ia bisa memberikan tanda terima kasih untuk kakek dan neneknya. 

Wanita Berjilbab Pertama di Desa

Sejak kuliah, Sri sudah berjilbab. Pernah, ia dipanggil oleh dosennya agar ketika mengikuti pelajarannya untuk tidak berjilbab. Kalau masih saja memakai jilbab, ia akan diberi nilai yang jelek. Namun, Sri tak takut dengan ancaman dosen itu. Karena keyakinannya sudah kuat untuk terus berjilbab.

Saat ditempatkan di Desa Karangkobar, ia menjadi satu-satunya wanita yang berjilbab. Bisa dibilang, ia menjadi wanita berjilbab pertama di desa. 

Pernah suatu ketika teman satu kamarnya menemuinya dan berkata, "Maaf ya, Sri. Selama ini aku memata-mataimu."

"Oh, gak papa. Karena pakaianku ini ya?" tanya Sri.

"Iya, aku diminta untuk memata-mataimu karena takutnya kamu itu dari Islam liberal." 

Walaupun sampai dicurigai sebagai jaringan islam liberal, Sri tak lantas goyah dengan keputusannya untuk tetap berjilbab.

Bagi Sri, jilbab adalah identitasnya sebagai orang muslim. Mengapa harus takut dengan omongan atau cemoohan orang. Ia hanya ingin mendapat ridho dari Tuhan-Nya. 

Menjadi Guru Pengusaha

Tinggal  di tempat yang baru dan berhasil menjadi salah satu tokoh masyarakat yang disegani bukanlah perkara mudah. Sri tak hanya berprofesi sebagai guru. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, ia melakoni usaha tambahan seperti berjualan sembako, furnitur, baju, kalau bisa dibilang usaha yang dilakukan adalah palugada (apa yang orang inginkan ada)

Sri kini sudah memiliki usaha yang cukup besar, yakni usaha dekorasi pernikahan. Ia masih tetap berada di Desa Karangkobar ketika guru PNS yang lain sudah bolak-balik bermutasi. Kini ia menjadi guru yang paling lama berada di sekolah tersebut, dari awal sekolah tersebut hingga sekarang

PNS berbisnis? Apa kunci suksesnya?

Kunci sukses Sri adalah memperlakukan karyawannya layaknya memperlakukan keluarga. Karena bagi Sri, karyawan adalah partner bukan bawahan. 

Prinsip yang dipegang teguh oleh Sri ini telah membawanya menjadi seorang guru PNS yang sukses berbisnis. Karyawannya pun loyal di saat usaha yang lain harus bergonta-ganti karyawan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun